Ceramah Tentang Puasa – Persiapan Menyambut Ramadhan

Ceramah Tentang Puasa – Persiapan Menyambut Ramadhan

Berikut pembahasan Ceramah Tentang Puasa – Persiapan Menyambut Ramadhan yang disampaikan Ustadz Muhammad Nuzul Dzikry Hafizahullahu Ta’ala.

Transkrip Ceramah Tentang Puasa – Persiapan Menyambut Ramadhan

Hadirin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita akan berbicara tentang tamu yang sudah kita nanti, tamu yang sudah kita tunggu-tunggu, tamu yang mulia, tamu yang kedatangannya selalu diiringi dengan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, tamu yang identik dengan rahmat, bahkan bukan hanya identik, tapi memang ia membawa rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Coba kita ingat-ingat, kira-kira siapa yang mau datang ke dalam kehidupan dan rumah kita. Siapa dia? Benar, dia Ramadhan.

Bahkan dia datang dalam hitungan hari yang tidak sampai menggunakan kedua telapak tangan kita, hanya dalam hitungan hari, bahkan mungkin kita sudah bisa bilang hanya dalam hitungan jam. Tamu itu akan datang, ramadhan akan mengetuk pintu kehidupan kita, ramadhan kembali menemani hari-hari kita. Lalu apa yang sudah kita persiapkan? Apa yang sudah kita lakukan untuk menyambut tamu tersebut? Untuk menjamu dengan layak, karena tamu ini begitu luar biasa.

Hadirin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila Antum akan kedatangan tamu seorang ulama besar, seorang tokoh nasional pada hari rabu atau hari kamis, kira-kira hari ini udah mulai repot atau belum? Udah. Persiapannya macam-macam, beresin rumah nyapu rumah. Lalu bagaimana jika tamu yang akan datang adalah ramadhan, lalu sampai malam ini kita nggak ada persiapan apapun. Mungkin ada yang mengatakan: “Ya biasa ajalah ustadz, seperti tahun-tahun yang lalu saja lah saya menyikapi”.

Saya Sadari bahwa di hadapan saya sekarang adalah para praktisi ramadhan, praktisi yang punya jam terbang yang sangat lama dengan ramadhan, yang pengalamannya itu bertahun-tahun. Pengalaman bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian bertemu dengan ramadhan sudah berapa tahun? Ada yang ramadhan tahun ini ramadhan pertamanya? Tidak ada, ada mungkin tapi jumlahnya terbatas. Mayoritas kita di sini sudah ada yang 20 tahun, ada 30 tahun, 40 tahun, ada yang 50 tahun. Yang susah kan kalau berhadapan dengan praktisi, apalagi yang sarat akan pengalaman, namun tahukah kita bahwa status kita sebagai praktisi ramadhan, yang sering berinteraksi dengan ramadhan, bahkan bukan 1-2 kali, bukan 1-2 tahun, tapi puluhan tahun ketemu sama ramadhan, itu bisa menjadi bumerang bagi kita.

Sebuah kaedah di dunia para ulama:

ِكَثْرَةُ الْمِسَاسِ تُمِيْتُ الْإِحْسَاس

“Seringnya berinteraksi bisa mematikan sensitifitas”.

Kalau kita sering berhadapan dengan sesuatu, kita tidak sensitif lagi. Kita tidak terharu lagi, bahkan bisa jadi mati rasa. Betul tidak? Antum berada di tempat pembuangan sampah, mungkin detik pertama, detik kedua, detik ketiga antum tutup hidung. Tapi kalau udah 15 menit, itu penutup hidung udah bisa dibuka. Setengah jam, 1 jam, 2 jam, sudah menikmati, bahkan kalau kita keluar, ada sesuatu yang hilang dari aroma penciuman kita, kenapa? Karena udah terbiasa, udah nggak sensitif lagi aroma atau indra penciuman kita.

Saya pengen tanya sama hadirin, ada nggak yang begitu pulang dari masjid, disambut istri di pagar rumah lalu dipeluk sama istri, dia katakan kangen banget sama antum, ada seperti itu? Nggak, kan setengah jam yang lalu baru ketemu, tapi kalau kita pulang dari suatu negeri, 3 tahun nggak ketemu, kira-kira ditungguin di mana? Di bandara, disambut dengan hangat, dipeluk sama istri kita, air mata bercucuran, dia tumpahkan rasa rindu dia kepada kita, kenapa? Kan udah lama nggak ketemu. Tapi ada diantara kita pulang dari masjid tadi lalu disambut dengan deraian air mata? Ngga ada.

Hadirin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Ini kaidah kehidupan dan yang ditakutkan, kaidah ini berlaku di dalam ibadah kita, berlaku di bulan ramadan, itu fatal.

Yang pernah Haji atau umroh, coba lihat deh pertama kali injak masjidil haram, saya ingin menjelaskan betapa bahayanya kaidah ini kalau terjadi dalam ibadah. Pertama kali umroh atau haji, masuk masjidil haram, melihat Ka’bah pertama kali kira-kira apa yang dilakukan? Melihat Ka’bah pertama kali dengan mata kepala sendiri apa yang dilakukan? Nangis, itu mau perempuan mau laki-laki, mau jenggotnya segini, nangis hadirin, kalau masih punya iman. Paling tidak mata berkaca-kaca, terharu, itu biasanya manasik di tanah air udah lupa. Dan terkadang ada sebagian jamaah tuh enggak mau pulang ke hotel. Ngapain? Mandangin Ka’bah dari banyak sisi, thawaf 7x sholat, thawaf lagi sholat, hari pertama. Hari kedua, masih thawaf, tapi udah mau pulang ke hotel. Hari ketiga, hari keempat udah mulai berimbang tuh waktu di hotel sama waktu di mesjid. Hari ke-7, hari ke-8 itu thawafnya pindah biasanya, kalau nggak di pasar sheng, zamzam tower atau di hilton, khomsu real khomsu real.

Apa yang berbeda, kenapa hari pertama nggak mau pulang dari masjid, hari ketujuh susah banget diajak ke masjid. Ngga sensitif lagi, karena sudah merasa biasa, nggak semangat lagi, nggak berusaha lagi. Nah yang fatal itu kan perasaan ini muncul ketika ramadhan, dan pada saat kita bertemu dengan ramadhan. Karena merasa sudah ketemu bertahun-tahun biasa aja. Makanya dalam masalah begini mendingan kita nasehatin mualaf yang minggu lalu baru masuk islam, itu kalau baru masuk ramadhan tahun ini luar biasa. Tapi udah merasa pengalaman udah ngeremehin.

Ini yang bisa menjadi bumerang bagi kita, ditambah lagi sebagian umat islam itu hanya membahas Ramadhan dari satu sisi. Kalau kita dengar kata bulan ramadhan, yang terbesit di benak kita apa sih? Bulan ampunan, bulan yang penuh dengan rahmat, bulan yang penuh dengan keberkahan. Tapi tahukah kita, bahwa ramadhan bisa menjadi mimpi buruk bagi kita pada hari kiamat. Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, dalam hadits riwayat Imam muslim:

ٍرَغِمَ أَنْفُ رَجُل

“Celaka seseorang”.

Subhanallah ini mengejutkan, jarang sekali Nabi memvonis orang celaka. Ketika beliau difitnah, beliau dicaci dan dimaki, beliau tidak menyatakan demikian. Tapi untuk kasus ini celaka seseorang. Ini kan menimbulkan tanda tanya besar didalam benak kita, kira-kira kesalahan fatal macam apa yang dilakukan oleh orang ini, sehingga Nabi yang penuh rahmah, Nabi yang begitu baik, terpaksa memvonis dia, mari kita simak hadits lengkapnya:

وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

Amat merugi/hina seseorang yang Ramadhan masuk padanya kemudian Ramadhan pergi sebelum diampuni dosanya.” (HR. al-Tirmidzi, Ahmad, al-Baihaqi, al-Thabrani, dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Jaami’, no. 3510)

Sudah kelewatan orang seperti ini, keterlaluan. Ramadhan yang setiap detik-detiknya itu ampunan Allah, lalu ketika kita keluar dari Ramadhan, dosa kita belum diampuni? Celaka kita.

Ramadhan di mana akses dan sarana ibadah dimudahkan dan dilapangkan oleh Allah. Nabi mengatakan pintu-pintu surga dibuka oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagai simbol bahwa seluruh sarana dan akses itu dimudahkan, namun anda tidak beribadah? Anda nggak sholat, anda nggak puasa, anda nggak tarawih, anda nggak sempet baca Quran, ada nggak infak, sedekah? Celaka anda.

Ramadhan dimana pintu neraka ditutup rapat-rapat oleh Allah, sebagai simbol bahwa sarana dan akses kemaksiatan dipersempit, diminimalisasikan oleh Allah. Gembong gembong setan dibelenggu oleh Allah, namun anda tetap maksiat, anda tetap gibahin orang, anda tetap fitnah orang, anda nggak sholat, anda tetap dengan kehidupan malam anda, anda tetap mabuk, anda tetap taruh judi? Celaka anda, kelewatan itu.

Di bulan lain Nabi nggak pernah bilang begitu, Ramadhan, ini yang dilupakan oleh banyak di antara kita, banyak orang kita itu ketika masuk ramadhan kan nothing to lose, kayak nggak ada beban, artinya kalau saya beribadah pahala, kalau nggak juga nggak masalah tuh, kosong-kosong.

Jika kita tidak memanfaatkan Ramadhan yang akan datang sebentar lagi, habis kita pada hari kiamat, celaka kita. Itu yang perlu kita camkan, ini yang perlu kita renungkan. Oleh karena itu masih ada beberapa hari lagi, apa yang harus kita lakukan, agar Ramadhan tahun ini benar-benar menjadi rahmat bagi kita, benar-benar menjadi berkah untuk kita, dan dosa-dosa kita diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa yang harus kita lakukan? Saya tidak akan membahas hukum fiqih puasa Ramadhan, karena saya rasa sudah sering dibahas dan mungkin ada ustadz-ustadz lain yang membahasnya. Namun kita pada kesempatan kali ini akan berbicara tentang apa yang harus kita lakukan dalam menyambut ramadhan, yang pertama:

1. Pastikan ilmu kita tentang Ramadhan komplit sebelum masuk 1 Ramadhan.

Hari-hari ini, malam ini, besok, senin, selasa, rabu mungkin, baca tentang ramadhan. Hadiri kajian tentang fiqih ramadhan, jika kita belum tahu beberapa hukum tentang ramadhan. Tanya ustadz -ustadz, browsing, googling, kroscek sama ahli ilmu, pastikan kita sudah tahu ilmu tentang Ramadhan.

Bagaimana puasa, bagaimana tarawih, bagaimana berbuka, bagaimana sahur, bgaimana tilawatil Quran ketika ramadhan, hukum-hukum yang berkaitan dengan qiyamul lail, tahajud atau tarawih, infak, sedekah, kasih makan orang yang berbuka dan amalan-amalan lain. Pelajari sekarang, kita tahu bersama dalam shahih Bukhari, babul ilmi, qoblal qoul wal amal, ilmu dulu sebelum berbicara dan beramal. Jadi kalau mau belajar tentang ramadhan, hari hari ini saatnya, bukan pas ramadhan baru buka buku, terlambat mas.

Bapak-bapak, ibu-ibu jika mau safar atau bepergian jauh, traveling naik pesawat, begitu masuk ke pintu pesawat kita melihat pilotnya sedang buka-buka buku panduan menerbangkan pesawat, kira-kira kita masih mau duduk di pesawat itu nggak?.  Dan begitu juga ada orang masuk ramadhan, baru membahas pembatal puasa di malam ke 28, dua hari lagi mau lebaran mas, anda baru baca masalah ini, kemana aja mas?. Baru belajar tentang hal-hal yang mubah di hari ke 15, terlambat ini ramadhan udah setengah lagi. Mau belajar sekarang, al ilmu qoblal qouli Wal amal, ilmu dulu sebelum berbicara dan beramal. Bukankah Allah berfirman dalam surat Al Isra ayat 36:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْم

“Dan janganlah anda mengikuti, melakukan dan mengerjakan sesuatu yang anda tidak tahu ilmunya”.

Tidak boleh kata Allah, nggak boleh ikut-ikutan, di Ramadhan kita nggak boleh ikut-ikutan. Yang lain berhenti 10 menit sebelum shubuh, kita ikut-ikutan. Yang lain ngobrol ketika puasa, kita ikut-ikutan. Yang lain ngabuburit, kita ikut-ikutan, eh tahu dulu ilmunya, jangan ikut-ikutan aja.

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

“Karena pendengaran, penglihatan, dan hati anda akan ditanya Allah Subhanahu wa Ta’ala” [Q.S. Al-Isra’:36]

2. Hari-hari terakhir ini pemanasan, pemanasan, stretching, warming up

Maksudnya apa nih pak ustadz? Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa beribadah itu ibarat mengikuti sebuah pertandingan dan perlombaan, dalam beberapa ayat dalam al-quran contoh Al Baqarah 148, ‘fastabiqul Khairat’, ‘maka berlomba-lombalah dalam mengerjakan kebajikan dan ibadah’.

Makanya sebagian orang menyatakan ramadhan itu ibarat olimpiade bagi para ahli taqwa. Yang isinya berbagai macam varian dan model ibadah, ibarat olimpiade isinya macam-macam cabang perlombaan dan pertandingan olahraga. Dan saya ingin tanya nih, ada tidak atlet ikut pertandingan nggak pakai pemanasan?. Nggak ada.

Jadi, atlit papan atas jika ingin ikut pertandingan itu harus pemanasan, nggak mungkin langsung bertanding. Nah pertanyaan saya, ini ramadhan di depan mata, kira-kira kita ahli Qur’an papan atas bukan? Ahli tarawih papan atas? Ahli puasa papan atas? Ahli dzikir papan atas? Lalu kita masuk ramadhan tanpa persiapan, tanpa pemanasan? Mohon maaf kita akan kalah, nggak bisa, semua harus ada pemanasan.

Simak selengkapnya:

Video Ceramah Tentang Puasa – Persiapan Menyambut Ramadhan

Download mp3 tentang Ceramah Tentang Puasa – Persiapan Menyambut Ramadhan

Klik link Persiapan Menyambut Ramadhan (Ustadz Muhammad Nuzul Dzikry, Lc.)

Catatan Artikel Ceramah Tentang Puasa – Persiapan Menyambut Ramadhan

Diambil dari rekaman ceramah agama dan kajian tematik Rodja TV dengan judul Ceramah Agama: Persiapan Menyambut Ramadhan (Ustadz Muhammad Nuzul Zikry, Lc.)

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: