Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar

Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar

Tulisan tentang “Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar” ini adalah catatan yang kami tulis dari video kajian Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.

A. Mukaddimah Kajian Waktu Seperti Pedang
B. Perhatian Al-Qur’an dan Hadits Terhadap Waktu
C. Contoh Perhatian Para Ulama Terhadap Waktu

D. Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar

Menit ke-36:32 Banyak sekali kisah-kisah para ulama yang tidak mungkin saya bacakan semuanya. Tapi diantaranya tentang seorang ahli hadits atau seorang ulama yang membeli pena dengan Dinar.

1. ‘Isham bin Yusuf Al-Balkhi

Dinar kalau kita konversikan sekarang senilai dengan 4,25 gram emas. Kalau harga emas murni 1 gram = 1 juta, maka harga penanya senilai dengan Rp. 4.250.000,-

Tetapi ‘Isham bin Yusuf Al-Balkhi, seorang ahli hadits dari mazhab Hanafi yang wafat tahun 215 Hijriyah, dia pernah membeli pena dengan harga 1 Dinar untuk menulis apa yang dia dengar tatkala itu karena dia tidak ingin terluputkan dari ilmu tersebut. Kenapa demikian? Karena umur pendek dan ilmu luas, maka seseorang jangan sampai waktunya pergi dan dia tidak memanfaatkan waktu tersebut untuk menuntut ilmu.

2. Muhammad bin Salam Al-Bikandi

Dan ini juga dilakukan oleh Muhammad bin Salam Al-Bikandi. Ketika dia sedang menuntut ilmu di suatu majelis imla’ (gurunya meng-imla’ kemudian seorang menulis). Sementara Sang Guru menyampaikan hadits dan meng-imla’kan. Tiba-tiba penanya Muhammad bin Salam habis sementara Sang Guru masih terus ngomong dan dia tidak bisa mencatat.

Maka dia suruh seseorang untuk membuat pengumuman: “Siapa yang mau menjual penanya 1 Dinar?”

Lihatlah, dia tidak ingin waktunya terbuang. Dia merasa waktu sangat berharga meskipun harus berkorban dengan uang sebanyak itu.

Oleh karenanya kalau kita dapati bagaimana para ahli hadits ketika mereka mencari hadits, mereka buang-buang harta, berjalan, bersafar, membeli buku, membeli pena, banyak uang mereka habis untuk mencari ilmu hadits. Makanya dikatakan:

من طلب الحديث أفلس!

“Barangsiapa mencari ilmu hadits, maka dia akan bangkrut!”

3. Ubaid bin Ya’isy

Seorang muhaddits, Ubaid bin Ya’isy (gurunya Imam Bukhari  dan Imam Muslim), beliau adalah seorang ulama besar. Saking memanfaatkan waktu, dia berkata:

أقمت ثلاثين سنه ما أكلت بيدي بالليل ، كانت أختي تلقمني وأنا اكتب الحديث

“Aku 30 tahun tidak pernah makan dengan tanganku (selalu disuap), aku sambil menulis hadits sedangkan saudari perempuanku menyuapi aku.”

Bayangkan, karena menghemat waktu, selama tiga puluh tahun tidak pernah makan sendiri, selalu disuap oleh saudarinya setiap malam sedangkan dia menulis hadits.

4. Muhammad bin Suhnun Al-Qairawani

Muhammad bin Suhnun Al-Qairawani yang wafat pada 256 Hijriyah, salah seorang ulama besar dari Madzhab Maliki, disebutkan dalam biografinya dalam kitab Tartib al-Madarik, dikatakan bahwa Muhammad bin Suhnun mempunyai budak perempuan yang disebut namanya Ummu Mudam. Suatu hari, Ibnu Suhnun ini berada di sisi sang budak tersebut dan dia sibuk menulis buku sampai malam. Maka tiba waktunya jam makan. Maka budaknya tadi meminta izin untuk menghadirkan makanan. Dia berkata:

أنا مشغول الساعة

“Saya lagi sibuk, nanti saja.”

Tatkala sang budak ini menunggu lama dan tidak makan-makan juga, maka Suhnun sambil asik menulis buku, sang budak karena dia baik maka dia datang untuk menyuapi majikannya tersebut. Sementara Suhnun tidak peduli dan terus sibuk menulis sampai shalat subuh.

Akhirnya ketika selesai shalat subuh, maka dia mohon maaf kepada budaknya dengan mengatakan:

شُغلنا عنك الليلة يا أم مدام! هاتي ما عندك

“Mohon maaf, saya sibuk sehingga tidak perhatikan engkau malam ini wahai budakku. Mana makanannya?”

Budaknya berkata: “Demi Allah, saya sudah menyuapimu dan makanan sudah habis dari tadi.”

Muhammad bin Suhnun tidak sadar saking dia tenggelam dengan ilmu dan menulis sampai lupa kalau sudah disuapi.

5. Imam Muslim

Disebutkan oleh sebagian ahli sejarah tentang sebab kenapa Al-Imam Muslim Rahimahullahu Ta’ala meninggal dunia, yaitu diantaranya demikian. Satu hari Imam Muslim ada majelis mudzakarah dan dia tidak tahu tentang satu hadits. Maka dia pun pulang ke rumahnya, dan itu sudah malam hari. Imam Muslim mencari hadits tersebut karena penasaran. Ketika dia sedang mencari hadits tersebut, dibawakan satu keranjang kurma. Maka sambil mencari hadits, dia juga makan sampai satu keranjang kurma habis.

Ketika dia sudah mendapatkan hadits, ternyata perutnya sakit dan akhirnya beliau meninggal dunia. Mudah-mudahan beliau mati syahid, karena barangsiapa meninggal karena penyakit perutnya maka dia mati syahid.

6. Syaikh Al-Albani

Tentunya masih banyak kisah-kisah para ulama tentang hal ini yang tidak bisa kita bacakan semuanya. Tapi saya sebutkan contoh sederhana tentang ulama yang ada di zaman sekarang, seperti Syaikh Albani Rahimahullahu Ta’ala disebut bahwa kalau beliau sudah di maktabah kemudian beliau naik tangga kemudian beliau ngecek (meneliti) hadits, terkadang beliau tidak turun-turun dalam waktu yang lama. Hal ini karena waktunya tidak ingin terbuang.

7. Syaikh ‘Abdurrazzaq Al-Badr

Kita lihat seperti guru kita Syaikh ‘Abdurrazzaq Hafidzahullahu Ta’ala. Waktu benar-benar tidak ada yang terbuang. Kita sering bersafar dengan beliau, masyaAllah waktunya kalau tidak membaca Al-Qur’an, atau berbicara tentang ilmu, atau mudzakarah ilmu, kadang-kadang bercanda sedikit, sering murojaah, bahkan ketika beliau sedang diobati juga sambil murojaah, beliau ketika menunggu sambil baca Qur’an. Demikian waktu tidak ada yang terbuang meskipun lagi jalan-jalan. Ada sedikit waktu bercanda dan sisanya dia isi waktunya. Demikianlah kehidupan para ulama, sangat jauh dengan kita.

Tidak usah jauh-jauh, saya lihat sebagian teman saya ketika di zaman belajar di Universitas Islam Madinah. Tadi saya katakan ada kawan yang hanya makan sehari sekali. Kemudian ada kawan saya juga, ketika kami naik bisa dari Masjid Nabawi menuju ke kampus dan pulang ba’da isya’, ketika berada di bis, mereka sambil menghafal. Dan yang demikian sangat banyak. Ada yang mudzakarah di bis, tanya masalah agama, ini dilakukan terus sampai tiba di kampus.

Inilah contoh nyata di depan mata kita. Benar bahwa secara umum banyak orang yang membuang-buang waktu mereka, namun ada orang-orang yang benar-benar semangat dengan waktunya agar tidak terbuang-buang. Entah waktunya untuk menuntut ilmu, entah waktunya untuk keluarganya, entah waktunya untuk orang tuanya, entah waktunya untuk berfatwa, entah waktunya untuk menjawab pertanyaan, entah waktunya untuk pribadinya, untuk dia berkhalwat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, entah waktunya untuk orang miskin, waktunya tidak ada yang dia buang. Ada orang seperti ini, tapi tidak banyak.

Jadi intinya, waktu kita adalah modal kita untuk bertemu dengan Allah. Mau kita pasangkan di perdagangan yang menguntungkan atau kita buang-buang begitu saja, atau kita pasang pada perdagangan yang merugikan, terserah kita. Masih ada waktu, maka kita masih bisa beramal dan masih bisa bercocok tanam agar kita bisa menghasilkan dan mendapatkan penghasilan yang terbaik di akhirat kelak.

E. Kiat-Kiat Agar Bisa Hemat Waktu

Baca di sini: Kiat-Kiat Agar Bisa Hemat Waktu

Video Kajian Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar

Sumber Video: Ustadz Firanda Andirja – Waktu Seperti Pedang

Mari turut menyebarkan kajian “Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: