Pidato Tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan – Khutbah Jumat Ramadhan Terbaik

Pidato Tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan – Khutbah Jumat Ramadhan Terbaik

Berikut pembahasan Pidato Tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan – Khutbah Jumat Ramadhan Terbaik yang disampaikan Ustadz Abu Yahya Badrusalam Hafizahullahu Ta’ala.

Download file pdf khutbah ini via Telegram klik https://t.me/ngajiID/3

Transkrip Pidato Tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan – Khutbah Jumat Ramadhan Terbaik

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Ummatal Islam,

Sesungguhnya datangnya bulan Ramadhan adalah merupakan sesuatu yang menggembirakan hati kaum Mukminin. Karena di bulan tersebut merupakan kesempatan besar untuk memperbaiki diri, merupakan kesempatan besar untuk mensucikan hati. Dengan berada di bulan Ramadhan seorang hamba berusaha untuk membiasakan kebaikan-kebaikan, senantiasa diatas ketaatan, diatas puasa, diatas membaca al-quran, diatas sholat malam, demikian pula kebaikan dan ketaatan-ketaatan yang lainnya.

Ummatal Islam,

Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan puasa untuk menimbulkan ketakwaan, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa“. (QS. Al-Baqarah[2]: 183)

Itulah tujuan dari pensyari’atan puasa, agar menimbulkan ketakwaan kepada Allah. Ketika kita di bulan Ramadhan, Allah menempa kita dengan puasa, menahan diri daripada lapar dan dahaga, sehingga kita pun terbiasa diatas kesabaran didalam menaati Allah, terbiasa diatas kesabaran dalam meninggalkan kemaksiatan-Nya.

Ketika kita telah berusaha mengoptimalkan kesabaran kita di bulan Ramadhan, maka itu adalah merupakan perkara yang terbesar dan sebab terbesar akan keberhasilan menuju ketakwaan di dalam diri seorang hamba.

Ummatal Islam,

Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan dari bulan Ramadhan ini untuk merahmati hamba-hambaNya. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam Hadits yang Shahih yang dikeluarkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلِكَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ

“Dan Allah memiliki hamba-hamba yang Allah merdekakan dia disetiap malam bulan Ramadhan”. (HR. Tirmidzi)

Disetiap malam bulan Ramadhan, Allah memerdekakan hamba-hamba-Nya dari api neraka. Sungguh sesuatu yang sangat besar, yang tetunya Allah berikan kepada hamba-hambaNya, kesempatan emas untuk dimerdekakan dari api neraka adalah merupakan tujuan setiap Mukmin, bahkan cita-cita terbesar dan keinginan yang terbesar dari seorang Mukmin.

Oleh karena itulah para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dengan datangnya bulan Ramadhan, mereka bersukacita,

يهنئ بعضهم بعضا

“Memberikan selamat satu sama lainnya dengan kedatangan bulan yang mulia ini”

Ummatal Islam,

Nun di sana, ada orang-orang yang dengan datangnya bulan Ramadhan ternyata hatinya begitu berat. Ia merasa berat dengan datangnya bulan Ramadhan, karena keinginan dia yang terbesar adalah dunia, keinginan yang terbesar dia ialah syahawat, keinginan dia yang terbesar adalah perut dan kemaluanNya, sehingga bagi dia Ramadhan sesuatu yang berat dimatanya. Maka apabila ketika hati kita menginginkan syahawat itu lebih besar daripada kehidupan akhirat, pastilah puasa Ramadhan itu beban bagi hidupannya.

Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi, kita ingin ketika datangnya bulan yang mulia ini, hati kita bergembira. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَاتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَاتُهُ فَهُوَ الْمُؤْمِنُ

“Siapa yang merasa bergembira dengan amalan soleh dia dan siapa yang merasa bersedih hati dengan amalan keburukan dia, maka tanda bahwa ia adalah seorang Mukmin” (HR. Tirmidzi)

Itulah tanda seorang Mukmin. Dia bergembira dengan kebaikan-kebaikan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan bergembira dengan syahawat, bukan bergembira dengan hawa nafsu, bukan bergembira dengan kehidupan dunia belaka.

Ummatal Islam,

Maka dari itu marilah kita bergembira dengan melihat bulan Ramadhan ini sebagai sebuah kesempatan emas untuk memperbaiki diri kita dan jiwa kita, membersihkan dan mensucikan hati kita, agar kita bersungguh-sungguh meniti jalan menuju surga.

Ummatal Islam,

Nun di sana juga ada orang-orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan perkara yang tidak disyariatkan, diantaranya banyak kaum Muslimin berbondong-bondong pergi ke kuburan, padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تَتَّخِذُوا قَبْرِي عِيدًا

“Jangan kamu jadikan kuburanku sebagai I’ed” (HR Ahmad No. 8804, Abu Dawud No. 2042 dengan sanad yang shahih).

Apa yang dimaksud dengan “I’ed”? Yaitu sesuatu yang berulang, baik setiap sebulan sekali atau setahun sekali atau seminggu sekali dan berkumpul-kumpul disana. Oleh karena itu Al Imam Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir Syarah Jamius Shaghir berkata: ‘Diambil faidah dari hadits tersebut bahwasanya berkumpul-kumpulnya orang-orang di kuburan-kuburan diwaktu yang telah dikhususkan, baik sebulan sekali atau setahun sekali, bahwa itu perkara yang dilarang dalam syariat’.

Namun anehnya ini menjadi sebuah kebiasaan yang dianggap katanya adat istiadat yang perlu dilumrahi, padahal Rasulullah telah melarangnya ya Ummatal Islam. Tidak layak setiap yang mengaku dirinya pengikut Rasul, untuk membuat-buat ibadah yang ternyata ibadah itu dilarang oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Benar, bahwa ziarah kubur disarankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

زوروا القبور ؛فإنها تذكركم الآخرة

“Berziarah kuburlah karena itu mengingatkan kalian kepada kehidupan akhirat”. (HR. Ibnu Maajah no.1569)

Namun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kita untuk mengkhususkan suatu waktu untuk berziarah kubur dalam haditsnya tersebut. Maka ketika dikhususkan berziarah kubur sebelum Ramadhan atau setelah Idul fitr, berarti kita sudah mengkhususkan waktu tersebut dan menjadikan kuburan sebagai I’ed, dimana di sana kaum Muslimin pun berkumpul.

Saudaraku, kewajiban kita adalah untuk tunduk kepada perintah Allah dan RasulNya dan menjauhi larangan-laranganNya.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّـهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ

Tidak layak bagi seorang Mukmin atau Mukminah apabila Allah dan RasulNya telah memberikan keputusan, ia mencari alternatif yang lain selain itu“. (QS. Al-Ahzab[33]: 36)

Tidak layak saudaraku, karena kewajiban seorang Mukmin adalah taat kepada Allah dan RasulNya.

أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم

Pidato Tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan – Khutbah Jumat Ramadhan Terbaik

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ummatal Islam,

Disana pun juga ada yang menyebarkan sebuah hadits yang tidak ada asalnya. Katanya Rasulullah naik mimbar lalu berkata amin amin amin, ketika ditanya apa yang kau aminkan, kata Rasulullah: “Jibril datang kepadaku dan berkata Hai Muhammad, abaikan puasa orang yang belum minta maaf kepada tetangganya, kepada orang tuanya, kepada istrinya”.

Subhanallah, ini adalah hadits yang dibuat-buat, saudaraku. Didustakan atas nama Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sehingga sebagian masyarakat punya keyakinan bahwa maaf-maafan sebelum Ramadhan itu disyariatkan. Padahal saudaraku, mengkhususkan maaf-maafan diwaktu yang tidak ada dalilnya secara syariat. Itu adalah perkara yang mengada-ngada dalam syariat. Apabila kita mempunyai salah kepada seseorang segera minta maaf kapanpun juga, tidak perlu kita untuk menunggu sebelum bulan Ramadhan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلمَةٌ لأَخِيه ، مِنْ عِرضِهِ أَوْ مِنْ شَيْءٍ ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ

“Barang siapa yang ada sangkut paut kezaliman dengan saudaranya, baik berkaitan dengan kehormatan atau lainnya, maka mintalah dihalalkan daripadanya pada hari ini”. (HR. Bukhari)

Maka saudaraku, budaya maaf-maafan sebelum Ramadhan, tidak berdasarkan dalil yang shahih, tidak dari Al-Qur’an dan tidak pula dari sunnah Rasullullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka janganlah menetapkan suatu hukum hanya dengan sebuah riwayat yang ternyata dibuat-buat, karena itu termasuk bid’ah dalam agama.

Lafadz yang shahih adalah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم صَعِدَ الْمِنْبَرَ ، فَقَالَ : آمِينَ ، آمِينَ ، آمِينَ ، فَقِيلَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنَّكَ حِينَ صَعِدْتَ الْمِنْبَرَ قُلْتَ : آمِينَ ، آمِينَ ، آمِينَ ؟ قَالَ : إِنَّ جِبْرِيلَ آتَانِي فَقَالَ : مَنْ أَدْرَكَ شَهْرَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغَفَرْ لَهُ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ آمِينَ فَقُلْتُ : آمِينَ ، وَمَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ ، أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُبِرَّهُمَا فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ : آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ ، وَمَنْ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبَعْدَهُ اللَّهُ , قُلْ : آمِينَ , قُلْتُ : آمِينَ.

Artinya: “Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menaiki mimbar, lalu beliau bersabda: “Amin, amin, amin,” lalu beliau ditanya: “Sesungguhnya engkau ketika naik ke atas mimbar, mengucapkan: “Amin, amin, amin?”, beliau menjawab: “Sesungguhnya Jibril ‘Alaihissalam telah mendatangiku, ia berkata: “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan dan tidak diampuni dosanya, akhirnya ia masuk ke dalam neraka dan dijauhkanAllah (dari surga), katakanlah: “Amin”, lalu akupun mengucapkan: “Amin”, Ia berkata: “Barangsiapa yang mendapati kedua orang tunya atau salah satunya tetapi ia tidak berbakti kepada keduanya, maka tidak diampuni dosanya, dan ia masuk ke dalam neraka dan dijauhkan Allah (dari surga), katakanlah: “Amin”, lalu akupun mengucapkan: “Amin”, ia berkata: “Barangsiapa yang disebutkan namamu didepanya dan ia tidak bershalawat atasmu lalu ia meninggal dan masuk ke dalam neraka dan dijauhkanAllah (dari surga), katakanlah: “Amin”, lalu akupun mengucapkan: “Amin.” (HR. Imam Ahmad dan yang lainnya)

Sebagian lagi punya keyakinan adalah mandi sebelum Ramadhan, padahal itu tidak disyariatkan oleh Rasulullah, tidak pula para Sahabat. Tidak ada istilah mandi sebelum Ramadhan. Jangan kita membuat syariat yang tidak berdasarkan kepada wahyu, karena syariat kita bukan berdasarkan ra’yu dan pendapat manusia, tapi syariat kita berdasarkan wahyu dari Allah dan RasulNya.

إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إنك سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعوَات
اللهُمَّ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوابُ الرَّحِيم
اللهُمَّ تَقَبَّل اَعْمَالُنَا يَارَبَّ العَالَمِين
اللهُمَّ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوابُ الرَّحِيم
اللهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
اللهم أجرني من النار

عباد الله:

إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾
فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر.

Catatan Artikel Pidato Tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan – Khutbah Jumat Ramadhan Terbaik

Khutbah Jumat yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor pada Jumat, 22 Sya’ban 1438 H / 19 Mei 2017 M.

Lihat juga: https://www.ngaji.id/khutbah-jumat-semangat-beribadah-di-bulan-syaban/

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0