Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah

Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah

Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.

Lihat sebelumnya: Tidak Ada Ilah Yang Berhak Disembah Kecuali Allah – Tafsir Surat Muhammad Ayat 19

Kajian Tentang Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah

Menit ke-1:41 Bismillahirrahmanirrahim.. Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, juga kepada keluarganya dan seluruh sahabatnya.

Kaum muslimin dan muslimat, pendengar yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, pembahasan kita masih berlanjut tentang penjelasan ayat:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ…

Ketahuilah, bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah.” (QS. Muhammad[47]: 19)

Perintah فَاعْلَمْ (ketahuilah) menunjukkan wajibnya untuk mempelajari hal ini. Juga menunjukkan bahwasanya ini adalah kewajiban besar dan yang paling agung. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mulai dengan perintah ini dengan “ketahuilah”. Dan mengetahui bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah mengandung makna bahwasanya kita harus mengetahui arti dari kalimat ini serta dua rukun yang dikandung oleh kalimat ini; rukun peniadaan dan rukun penetapan.

Juga seorang muslim harus mempelajari dan mengetahui syarat-syarat dari kalimat Laa Ilaaha Illallah yang mana apabila seseorang mengucapkan kalimat ini dan tidak memenuhi syaratnya maka tidak akan diterima.

Laa Ilaaha Illallah mengandung makna yang besar dan kedudukannya sangat tinggi dalam agama ini. Juga Laa Ilaaha Illallah ini seperti perkara-perkara agama yang lain. Seperti shalat tidak ada yang diterima kecuali dengan syarat-syarat, ibadah haji tidak akan diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya, puasa juga tidak akan diterima kecuali dengan melaksanakan syarat-syaratnya yang telah dijelaskan di dalam kitab-kitab fikih.

Juga Laa Ilaaha Illallah tidak akan diterima kecuali seorang muslim melaksanakan syarat-syarat dari kalimat Laa Ilaaha Illallah yang telah dijelaskan oleh para ulama yang mereka simpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Menit ke-4:40 Pernah ditanyakan kepada Wahab bin Munabbih yang beliau salah satu ulama di kalangan tabi’in. Dikatakan kepada beliau: “Bukankah Laa Ilaaha Illallah adalah kunci surga?” Beliau menjawab: “Tentu, akan tetapi tidak ada kunci kecuali ada gigi-giginya. Apabila engkau membawa kunci yang ada gigi-giginya, maka akan dibuka untukmu. Dan apabila kunci tersebut tidak ada gigi-giginya, maka tidak akan dibuka.” Yang beliau maksud dengan gigi kunci di sini adalah syarat-syarat dari Laa Ilaaha Illallah.

Juga pernah ditanyakan kepada Al-Hasan Al-Bashri yang juga salah satu ulama dari kalangan tabi’in: “Bukankah orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah akan masuk surga?” Beliau menjawab: “Siapa yang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban Laa Ilaaha Illallah, maka dia akan masuk surga.” Yang beliau maksud dengan hak dan kewajiban Laa Ilaaha Illallah di sini adalah syarat-syarat kalimat ini.

Menit ke-6:37 Para ulama Rahimahumullah ketika mereka meneliti ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam menjelaskan sebab diterimanya seorang yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah, mereka mendapatkan bahwasanya Laa Ilaaha Illallah mempunyai 7 syarat yang tidak akan diterima kecuali syarat-syarat tersebut terpenuhi.

Syarat-syarat tersebut yaitu:

  1. Ilmu tentang makna dari kalimat ini juga ilmu tentang rukun (peniadaan dan penetapan) yang menghilangkan kebodohan seseorang.
  2. Keyakinan yang menghilangkan keragu-raguan.
  3. Keikhlasan yang menghilangkan kesyirikan dan riya’.
  4. Kejujuran yang menghilangkan kebohongan.
  5. Penerimaan yang menghilangkan penolakan.
  6. Ketundukan yang menghilangkan sifat meninggalkan.
  7. Kecintaan yang menghilangkan kebencian.

Menit ke-9:09 Syarat-syarat yang tujuh ini tidak akan diterima seseorang yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah kecuali dia mendatangkan atau melaksanakan dan memenuhi 7 syarat tersebut. Dan tidaklah yang dimaksud dengan syarat-syarat ini sekedar untuk diketahui saja. Akan tetapi yang dimaksud adalah syarat-syarat ini harus betul-betul direalisasikan dan diamalkan.

Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan bahwa betapa banyak orang yang ketika diminta untuk menyebutkan syarat-syarat ini dia dapat menyebutkannya dengan sangat cepat karena dia sudah sangat sangat hafal, akan tetapi ia tidak mengamalkannya. Dan betapa banyak orang awam yang ketika diminta untuk menyebutkan syarat-syarat ini dia tidak mengetahui dan tidak mampu untuk menjawabnya, akan tetapi dia telah mengamalkan semua syarat-syarat tersebut.

Maka yang dimaksud di sini adalah seorang diminta untuk melaksanakan syarat-syarat ini dan mengamalkannya agar seseorang dikatakan sebagai muslim yang hakiki.

Dalil Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah

1. Ilmu

Menit ke-10:24 Adapun dalil dari syarat ilmu atau mengetahui dari makna Laa Ilaaha Illallah adalah Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ…

Ketahuilah, bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah.” (QS. Muhammad[47]: 19)

Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

…إِلَّا مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿٨٦﴾

Kecuali orang yang bersaksi dengan kebenaran dan mereka mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 86)

Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang meninggal dunia dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, maka ia akan masuk surga.” (HR. Muslim)

2. Yakin

Menit-11:46 Dalil dari syarat yakin, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّـهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا

“Sesungguhnya orang-orang yang betul-betul beriman adalah mereka yang beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian mereka tidak ragu.” (QS. Al-Hujurat[49]: 15)

Artinya mereka yakin dan tidak ragu sama sekali.

Juga dalam shahih Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Aku bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah (sembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwasanya aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan dua persaksian ini dengan tidak ada keraguan sama sekali kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Muslim)

3. Ikhlas

Menit ke-12:46 Dalil dari syarat ikhlas adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengikhlaskan agama kepadaNya.” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)

4. Jujur

Menit ke-13:33 Adapun dalil dari syarat kejujuran ketika mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ ﴿١﴾

Apabila datang kepadamu (Wahai Nabi Muhammad) orang-orang munafik dan mereka mengatakan: ‘Kami bersaksi bahwasanya sesungguhnya engkau adalah Rasulullah.’ Dan Allah mengetahui bahwa engkau adalah RasulNya; dan Allah bersaksi sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah pembohong.” (QS. Al-Munafiqun[63]: 1)

Yaitu mereka bohong dalam persaksian mereka dan tidak jujur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

5. Cinta

Menit-14:18 Adapun dalil dari mahabbah (kecintaan), yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ

Dan di antara manusia ada yang menjadikan sekutu-sekutu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mereka cinta kepada mereka sebagaimana mereka cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)

6. Ketundukan

Menit ke-15:14 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Adapun syarat ketundukan, dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ

Kembalilah kepada Rabb kalian dan berserah dirilah kepadaNya.” (QS. Az-Zumar[39]: 54)

7. Penerimaan

Dan dari syarat penerimaan, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ يَسْتَكْبِرُونَ ﴿٣٥﴾ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ ﴿٣٦﴾

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah,’ mereka menyombongkan diri. Dan mereka mengatakan: ‘Apakah kami meninggalkan sesembahan-sesembahan kami kepada seorang penyair yang gila?’” (QS. Ash-Shaffat[37]: 36)

Ini adalah 7 syarat untuk kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah yang apabila yang apabila seorang hamba tidak melaksanakan syarat-syarat ini maka tidak akan diterima darinya ucapan Laa Ilaaha Illallah.

Antara tauhid dan istighfar

Menit ke-17:41 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita kembali lagi pada ayat yang kita pernah bacakan, yaitu:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ…

Ketahuilah, bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan meminta ampunlah atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad[47]: 19)

Istighfar (meminta ampun) adalah amalan yang dikerjakan dengan lisan. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di sini setelah perintah untuk bertauhid. Dan perhatikan dalam ayat ini faeidah yang sangat agung, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala menggabungkan antara tauhid dan istighfar.

Tauhid dan istighfar adalah dua perkara yang paling besar yang menyebabkan seseorang diampuni dosa-dosanya. Dalam hadits Qudsi, hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan selainnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meriwayatkan dari Rabb, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata dalam hadits Qudsi:

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعوْتَني وَرَجوْتَني غَفَرْتُ لَكَ عَلى مَا كَانَ مِنكَ وَلاَ أُبَالِي

“Wahai anak Adam, selama engkau berdoa kepadaKu dan berharap kepadaKu, maka Aku akan mengampuni dosa-dosamu sebanyak apapun.”

يَا ابْنَ آدمَ، لَوْ بَلغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السماءِ، ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَني غَفَرتُ لَكَ

“Wahai anak Adam, seandainya dosamu sampai ke langit kemudian engkau memohon ampun kepadaKu, maka Aku akan mengampuni.”

يَا ابْنَ آدَم، إِنَّكَ لَو أَتَيْتَني بِقُرابٍ الأَرْضِ خَطَايا، ثُمَّ لَقِيْتَني لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئاً، لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Wahai anak Adam, seandainya engkau datang dengan sepenuh bumi dosa-dosa, kemudian engkau bertemu denganKu dan engkau tidak mensekutukan Aku dengan satu apapun, maka Aku akan mendatangkan untukmu sepenuh bumi ampunan.” (HR. Tirmidzi dan yang lainnya)

Dalam hadits yang agung ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sebab-sebab diampuni dosa, yaitu doa dan berharap serta istighfar dan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tauhid merupakan pondasi diterimanya semua amalan. Dan orang yang meminta ampun dan tidak mempunyai tauhid, maka tidak akan diampuni dosanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ…

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa selainnya bagi siapa yang Allah kehendaki.” (QS. An-Nisa[4]: 48)

Sebab terbesar diampuni dosa-dosa

Menit ke-21:30 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Istighfar (memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) perkara yang sangat agung dan sangat besar dan sebab terbesar diampuninya dosa-dosa. Oleh karena itu banyak kita dapatkan dzikir-dzikir dan doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengandung tauhid dan istighfar sekaligus. Seperti doa Nabi Yunus ‘Alaihis Salam ketika beliau menggabungkan di antara dua hal ini dengan doanya:

…لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ﴿٨٧﴾

Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Anbiya[21]: 87)

Juga seperti doa penghulu istighfar:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي، إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku dan aku adalah hambaMu, aku di atas perjanjianku selama aku mampu, aku berlindung diri dari keburukan apa yang aku kerjakan, aku mengakui nikmat-nikmatMu kepadaku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR. Bukhari An-Nasa’i, Ahmad dan yang lainnya)

Di sini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggabungkan antara tauhid dan istighfar.

Juga dari doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِي لاَ إلَهَ إلاَّ هُوَ، الحَيُّ القَيُّومُ، وَأتُوبُ إلَيهِ

“Aku memohon ampun kepada Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia, Yang Maha Hidup dan senantiasa mengurus makhlukNya, dan aku bertaubat kepadaNya.” (HR. Tirmidzi)

Juga dalam hadits-hadits yang sangat banyak, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggabungkan dua perkara ini, antara tauhid dan istighfar. Karena dua hal ini adalah sebab seorang ampuni dosanya. Maka sangat pantas bagi seorang muslim untuk memperhatikan hal ini.

Istighfar untuk saudara-saudara kita

Menit ke-24:52 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Maka sangat pantas bagi kita untuk memperhatikan masalah tauhid ini, juga memperhatikan masalah istighfar untuk diri kita dan untuk saudara-saudara kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Minta ampunlah atas dosa-dosamu, juga untuk orang beriman dari kaum laki-laki dan kaum perempuan.” (QS. Muhammad[47]: 19)

Dan di sini ada dalil penting dan utamanya istighfar terhadap orang-orang yang beriman. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwasanya hanya hal ini adalah sifat dari para Nabi dan orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ…

Dan orang-orang yang datang setelah mereka, mereka mengatakan: ‘Wahai Rabb kami, ampunilah kami untuk saudara-saudara kami yang telah mendahului kami menuju keimanan.’” (QS. Al-Hasyr[59]: 10)

Dan permohonan ampun kita untuk kaum mukminin adalah perkaranya sangat besar dan pahalanya sangat agung. Telah datang dari hadits dari riwayat Thabrani yang dihasankan sanadnya oleh sebagian ulama, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من استغفر للمسلمين والمسلمات كان له بكل واحد منهم حسنة

“Barangsiapa yang memohon ampun kepada kaum muslimin dan muslimat, maka untuknya untuk setiap muslim satu kebaikan.” (HR. Thabrani)

Yaitu apabila engkau memohon ampun kepada dirimu sendiri dan seluruh kaum muslimin, maka untukmu bagi setiap muslim itu satu kebaikan dari yang terdahulu maupun yang akan datang. Dan inilah pahala yang sangat banyak bahkan berjuta-juta pahala, bukan hanya beribu-ribu pahala yang akan didapatkan ketika seseorang berdoa untuk kaum muslimin dan muslimat.

Menit ke-27:29 Maka mohon ampun untuk diri Anda sendiri dan untuk kaum mukminin, ini adalah di antara doa-doa yang sangat agung yang menunjukkan akan keagungan doa ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggabungkan antara perintah bertauhid dengan perintah untuk memohon ampun kepada kaum muslimin dan muslimat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ ﴿١٩﴾

Ketahuilah, bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan meminta ampunlah atas dosa-dosamu, juga bagi orang beriman dari kaum laki-laki maupun perempuan. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan disiang hari dan dimalam hari.” (QS. Muhammad[47]: 19)

Allah Maha Mengetahui

Menit ke-29:30 Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan disiang hari dan dimalam hari.” (QS. Muhammad[47]: 19). Ini juga merupakan bukti-bukti tauhid dan dalil-dalil tentang perkara-perkara yang dapat menguatkan hubungan seorang hamba dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala di segala waktu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاللَّـهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan segala yang kalian lakukan tidak ada satupun yang luput dari penglihatan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik ketika seorang pergi di pagi hari untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya atau dia pergi ke sana dan ke sini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui apa yang ia kerjakan. Juga ketika seorang kembali ke tempat tidurnya atau dia tidur di kamarnya sendiri, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui. Bahkan ketika dia berada di tempat yang sangat gelap sekalipun Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui. Allah berfirman:

وَاللَّـهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui terhadap apa yang dikerjakan oleh hamba-hambaNya.”

Oleh karena itu di antara perkara-perkara yang membantu seorang untuk menyempurnakan imannya dan menguatkan agamanya serta menguatkan hubungannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dengan dia mengetahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui dimanapun dia berada dan Allah mengetahui kemana dia pergi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ ﴿١٤﴾

Tidakkah Allah mengetahui apa yang Ia ciptakan dan Dia Maha Lembut dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk[67]: 14)

Juga Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ اللَّـهَ يَرَىٰ ﴿١٤﴾

Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah Maha Melihat?” (QS. Al-Alaq[96]: 14)

Menit ke-32:41 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Pengetahuan seorang hamba bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui dan Maha Melihat apa yang ia kerjakan, ini adalah nasihat yang terbesar dan terkuat bagi seorang hamba. Oleh karena itu Imam Syaikh Asy-Syinqithi Rahimahullah ketika menyebutkan dalam tafsirnya, beliau mengatakan bahwasanya para ulama sepakat bahwasannya nasihat terbesar yaitu ketika engkau mengetahui bahwasanya Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat apa yang engkau kerjakan. Dan ini adalah kesepakatan para ulama, bahwasanya ini adalah nasihat yang terbesar dan terkuat.

Oleh karena itu kita dapatkan bahwasanya kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberikan ajakan kepada kebaikan dan mengancam kepada adzab, kita dapati bahwasanya kebanyakan akhir dari ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata:

وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”

وَاللَّـهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”

وَاللَّـهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.

Dan semacam ayat-ayat ini kita dapatkan dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an, juga dalam ayat yang kita kaji pada hari ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menutup ayat ini dengan firmanNya:

وَاللَّـهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan di siang hari dan di malam hari.”

Yaitu di segala keadaan, baik ketika pagi hari, ketika sore hari, ketika malam hari, ketika siang hari dan di segela waktu dan segala tempat, Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat, tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini adalah perkara yang dapat membantu seorang hamba untuk menguatkan imannya, menyempurnakan agamanya dan menguatkan hubungan ia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Menit ke-35:53 Pengarang kitab ini Rahimahullah, beliau mengatakan:

فبدأ بالعلم، قبل القول والعمل.

Beliau memulai dengan ilmu, sebelum berkata dan berbuat.

Dari ayat ini Imam Bukhari Rahimahullah mengambil pendalilan bahwasanya wajibnya kita memulai ilmu sebelum berkata dan berbuat.

Kemudian Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah ketika memberi komentar pada potongan perkataan ini, beliau mengatakan bahwasanya pengarang kitab ini Rahimahullah mengambil dalil dengan ayat yang mulia ini tentang wajibnya memiliki ilmu sebelum berkata dan berbuat sebagaimana Imam Al-Bukhari Rahimahullah juga berdalil dengan ayat ini. Yang mana Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan NabiNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk dua perkara ini; perkara ilmu dan kemudian beramal. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai perintah berilmu dengan firmanNya فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan amal dalam firmanNya وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ (dan minta ampunlah atas dosa-dosamu.)

Ini menunjukkan bahwa kedudukan ilmu didahulukan sebelum beramal. Dan ilmu adalah syarat sahnya perkataan dan perbuatan. Perkataan dan perbuatan tidak akan dianggap sah kecuali dibangun diatas ilmu karena ilmulah yang akan membenarkan niat dan membenarkan amalan.

Menit ke-38:59 Kemudian kita tutup kajian kita pada siang hari ini dengan perkataan Ibnu Rajab Rahimahullah dalam kitabnya Al-Ulum wal Hikam ketika beliau menyebutkan sebab ketiga dari sebab-sebab diterimanya ampunan dan tauhid. Yaitu sebab terbesar, yang mana apabila seseorang kehilangan sebab ini, maka ia akan kehilangan sebab diterimanya istighfar. Yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ

Setelah beliau menyebutkan ayat ini, beliau berkata bahwasanya barangsiapa yang sempurna kalimat tauhid dalam hatinya, maka hal tersebut akan mengeluarkan semua selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, semua kecintaan, semua pengagungan, semua ketakutan, semua harap dan semua tawakal kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ketika itu tauhid akan membakar dan menghapuskan semua dosa-dosanya dan semua kesalahan-kesalahan walaupun dosa-dosa tersebut sebanyak buih di lautan.

Bahkan bisa jadi hal tersebut akan merubahnya menjadi kebaikan-kebaikan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwasanya kebaikan itu akan merubah keburukan menjadi kebaikan, karena tauhid adalah penyebab terbesar diterimanya suatu amalan dan diampuninya dosa-dosa.

Bahkan seandainya diletakkan tauhid ini di gunung-gunung dosa dan kesalahan, maka tauhid ini akan merubahnya menjadi kebaikan sebagaimana tertera dalam kitab musnad dan dari selainnya dari Ummu Hani, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ لَا تَتْرُكُ ذَنْبًا وَلَا يَسْبِقُهَا عَمَل

“Barangsiapa yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah, maka tidak akan meninggalkan dosa sama sekali dan tidak ada yang dapat melampauinya dari amalan.” (HR. Ibnu Majah)

Selesai perkataan beliau Rahimahullah dan kita cukupkan kajian kitab pada siang hari ini, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberi kita taufik menuju segala kebaikan.

Selanjutnya: Tiga Perkara Penting Berkaitan dengan Tauhid

Baca dari awal yuk: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah

Mp3 Kajian Tentang Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah

Sumber audio: radiorodja.com

Mari turut menyebarkan catatan kajian “Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: