Kultum Singkat Ramadhan: Wasiat Para Salaf Beserta Hadits Menjaga Lisan

Kultum Singkat Ramadhan: Wasiat Para Salaf Beserta Hadits Menjaga Lisan

Kultum Singkat Ramadhan: Bulan Pembebasan Dari Neraka
Materi Kultum Ramadhan: Apa Itu I’tikaf?
Materi Ceramah Singkat Tentang Sedekah Yang Paling Utama

Berikut pembahasan Kultum Singkat Ramadhan: Wasiat Para Salaf Beserta Hadits Menjaga Lisan yang disampaikan Ustadz Afifi Abdul Wadud Hafidzahullahu Ta’ala.

Transkrip Kultum Singkat Ramadhan: Wasiat Para Salaf Beserta Hadits Menjaga Lisan

Pemirsa yang dirahmati Allah Ta’ala,

Kita akan melihat bagaimana para Salaf (orang-orang shalih terdahulu) dalam masalah menjaga lisan. Ini pekerjaan yang sangat berat, sangat sulit, karena lisan ini barangnya kecil tetapi hasilnya bisa sangat luar biasa. Dan sesungguhnya lisan ini asalnya merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang Allah katakan:

وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ ﴿٩﴾

lidah dan dua buah bibir.” (QS. Al-Balad[90]: 9)

Allah memberikan kita lisan dan dua bibir yang dengan lisan ini masyaAllah, kebaikan besar akan terwujud. Bukankah manusia dia mengenal tauhid, dia mengenal sunnah, dia mengenal jalan Islam, dia bisa menjauhi syirik, mengenal bahayanya syirik, bahayanya bid’ah, bahayanya maksiat, membedakan jalan yang haq dengan yang batil, itu semuanya adalah karena lisan? Yaitu adanya para pendakwah, adanya para guru, adanya para ulama, yang dengan lisannya menyampaikan al-haq, sehingga kita mengenal kebenaran melalui mereka. Sehingga lisan memiliki manfaat yang sangat besar.

Akan tetapi jika lisan tidak terkendali, maka justru lisan ini akan menjadi malapetaka besar. Sehingga orang terjerumus dalam perbuatan syirik, terjerumus dalam perbuatan kekafiran, kemunafikan, bid’ah dan maksiat. Itu semuanya adalah gara-gara lisan. Yaitu dimana lisan menjelaskan dan menyihir manusia sampai orang tertipu hingga mereka mulai tenggelam dalam berbagai macam perbuatan penyimpangan-penyimpangan agama.

Agama kita Islam, ajaran Al-Qur’an dan Sunnah sangat perhatian besar berkaitan dengan masalah menjaga lisan. Dan diantar rusaknya puasa kita ini adalah juga gara-gara lisan. Dimana orang tidak mampu menjaga lisan yang buruk, tidak mampu menjaga omongan yang buruk, sehingga puasanya tidak bermakna dan tidak mendapatkan pahala sama sekali. Bukankah kita telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau mengatakan:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

“Berapa banyak orang mereka berpuasa dan dia tidak mendapatkan bagian puasanya kecuali hanya lapar dan haus.” (HR. Thabrani)

Padahal puasa ini memiliki keutamaan yang sangat besar. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam katakan:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ

“Setiap amal anak Adam dilipat menjadi 10 sampai 700 kali lipat.”

Lalu tentang puasa apa kata Allah Subhanahu wa Ta’ala?

إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Kecuali puasa, puasa itu untukKu aan Aku sendiri yang akan mengganjar puasa itu.”

Sehingga puasa ini adalah amalan yang istimewa. Pahalanya sangat luar biasa. Tapi kok sampai ada orang yang berpuasa ternyata tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus. Apa sebabnya? Sebabnya adalah kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْل فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang dia dengan puasanya, dia tidak meninggalkan perkataan dusta, perkataan buruk, perkataan jelek dan perbuatan-perbuatan kejelekan, Allah tidak membutuhkan dalam hal dia meninggalkan makan dan minum.”

Dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus karena dia tinggalkan makan minum. Sehingga Nabi pun katakan:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ

“Puasa bukan sekedar dengan meninggalkan makan dan minum. Akan tetapi puasa itu adalah dengan cara meninggalkan lagwu (segala hal yang sia-sia, segala hal yang tidak ada gunanya, apalagi yang haram), demikian pula meninggalkan rofats (omongan pornografi yang bisa membangkitkan syahwat)” (HR. Ibnu Majah)

Ini adalah hakikat puasa yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh karena itulah kita akan lihat bagaimana wasiat para Salaf kita dalam hal menjaga lisan ini.

Wasiat Para Salaf  dalam Hal Menjaga Lisan

Kita akan sampaikan disini beberapa riwayat yang berkaitan dengan حِفْظُ اللِّسَانِ (menjaga lisan), khususnya di bulan Ramadhan saat kita sedang menunaikan ibadah puasa. Di antara sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلا يَرْفُثْ ، وَلا يَجْهَلْ ، فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ

“Barangsiapa salah satu di antara kalian di pagi hari dalam kondisi berpuasa, maka jangan berkata jorok dan jangan bersikap bodoh. Kalau ada seseorang yang menghardiknya atau menghinanya maka katakan kepadanya, sesungguhnya saya sedang puasa, sesungguhnya saya sedang puasa.” (HR. Muslim)

Penjelasan:

Apabila seorang sedang berpuasa pada harinya, jangan berbuat rofats (segala ungkapan yang berkaitan dengan pornografi, yang membangkitkan syahwat, ungkapan-ungkapan yang menunjukkan tentang unsur pornografi), dan jangan pula berbuat bodoh baik dalam omongan maupun perbuatan-perbuatan yang menunjukkan kebodohan dia yang tidak tahu ilmu tentang agama, yakni perbuatan-perbuatan jelek, buruk, yang bertentangan dengan agama. Kalau ada orang yang mencacinya atau mengajak berkelahi, katakanlah, “aku puasa, aku puasa.

Para ulama menerangkan kepada kita bahwa kalimat إِنِّي صَائِمٌ yaitu orang menegaskan kepada dirinya bahwa dia sedang berpuasa dan tidak melayani segala ajakan-ajakan buruk, ajakan-ajakan jelek, tidak akan ngomong yang buruk, tidak akan melakukan perbuatan yang jelek, dia tidak akan terprovokasi, dia sedang puasa. Sehingga dia mengatakan, “Saya sedang puasa, saya tidak boleh melakukan perbuatan yang bodoh.”

Umar Radhiyallahu ‘Anhu, beliau mengatakan:

ليس الصيام من الطعام والشراب وحده ولكنه من الكذب والباطل واللغو والحلف

“Puasa bukan semata-mata hanya meninggalkan makan dan minum. Akan tetapi puasa itu harus meninggalkan dusta, meninggalkan perbuatan sia-sia, kebatilan-kebatilan”

Pada waktu puasa, hal ini harus lebih ditinggalkan. Dusta, kebatilan, perbuatan lagwu, diluar Ramadhan wajib kita tinggalkan. Tapi di bulan Ramadhan, penekanannya lebih lagi. Sebagaimana Allah ketika bicara masalah haji.

فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

Jangan rofats, jangan fusuq, jangan jidal didalam masa mengerjakan haji” (QS. Al-Baqarah[2]: 197)

Diluar haji, hal ini sudah tidak diperbolehkan. Tapi dalam haji, lebih ditekankan lagi. Demikian juga ketika dikatakan untuk meninggalkan dusta, kebatilan, perbuatan lagwu dan sebagainya itu, ini semuanya di luar Ramadhan sudah tidak diperbolehkan. Tapi ketika Ramadhan, ketika sedang berpuasa, ini hendaknya lebih ditinggalkan lagi.

Demikian pula Ali bin Abi Thalib, beliau mengatakan:

أن الصيام ليس من الطعام والشراب ولكن من الكذب والباطل واللغو

“Sesungguhnya puasa itu bukan hanya dengan meninggalkan makan dan minum semata akan tetapi puasa itu dengan meninggalkan kebatilan dan kesia-siaan”

Oleh karena itulah Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhuma -semoga Allah meridhai dia dan ayahnya- beliau mengatakan:

إذا صمت فليصم سمعك وبصرك ولسانك عن الكذب والمآثم ودع أذى الخادم وليكن عليك وقار وسكينة يوم صيامك ولا تجعل يوم فطرك ويوم صيامك سواء .

Apabila kamu sedang berpuasa, hendaklah berpuasa pula pendengaran Anda, penglihatan Anda, lisan Anda. Berpuasa dari perbuatan-perbuatan dusta. Sehingga waktu kita berpuasa bukan sekedar meninggalkan makan dan minum. Tapi hendaknya dia puasakan dari memandang segala hal yang haram, telinga dia hendaknya dia puasakan dari mendengarkan segala hal yang haram. Demikian pula lisan dia, dia betul-betul tahan, jangan mengucapkan kalimat-kalimat yang haram.

Dan beliaupun berpesan untuk meninggalkan pula perbuatan menyakiti pembantu, menyakiti tetangga, jadikan Anda menjadi lebih berwibawa di waktu puasa Anda. Sehingga Anda tampil tenang, Anda tampil berwibawa dengan banyak diam, banyak meninggalkan dosa, karena kewibawaan itu diantaranya dengan cara demikian.

Dan beliau katakan, “Jangan kamu samakan antara hari ketika Anda berpuasa dengan hari Anda berbuka.” Jadikan hari berpuasa Anda betul-betul lebih menampakan kehebatan Anda sebagai orang yang berwibawa, meninggalkan yang haram, diam dari segala perbuatan yang tidak bermanfaat.

Demikian wasiat para Salaf kita, dan tentu masih sangat banyak. Oleh karena itulah mudah-mudahan Allah memudahkan kita di bulan Ramadhan dengan menjaga lisan kita. Inilah faktor yang bisa menjadikan puasa kita rusak karena tidak meninggalkan perbuatan-perbuatan yang sia-sia dan haram berkaitan dengan lidah dan lisan kita.

Dan berapa banyak orang ditelungkupkan ke neraka karena hasil panen lisan mereka?

Video Kultum Singkat Ramadhan: Wasiat Para Salaf Beserta Hadits Menjaga Lisan

Video 1:

Video 2:

Sumber video kultum singkat ini diambil dari Muslim.Or.Id.

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: