Kultum Singkat Tentang Tujuh Tips Meraih Predikat Pemaaf

Arti Ujub Menurut Para Ulama dan Sahabat
Bacaan Niat Puasa Senin Kamis dan Niat Puasa Ramadhan Yang Benar
Ceramah Singkat: Penyejuk Hati

Kultum Singkat Tentang Tujuh Tips Meraih Predikat Pemaaf ini disampaikan oleh Ustadz Abu Isa Abdullah bin Salam Hafidzahullah.

Transkrip Kultum Singkat Tentang Tujuh Tips Meraih Predikat Pemaaf

Assalammu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatu.

Innalhamdalillahi wa Sholatu wa Sallamu ‘ala Rosullillahi wa ‘ala alihi wa ashabihi wa mantabi’ahum bi ihsanin ila yaumiddin.

Amma ba’ad.

Kita sebagai makhluk sosial yang bergaul dengan sesama, tentu saja dalam kehidupan kita sehari-hari, terkadang atau bahkan sering, kita mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya, atau sikap-sikap yang tidak semestinya kita dapatkan. Mungkin dari Tetangga, teman sejawat, dan siapa saja yang kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin ketika kita dalam perjalanan, dimana terkadang mereka membuat kerugian kepada kita.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin sampaikan tentang beberapa sikap-sikap, agar kita bisa meraih predikat sebagai seorang pemaaf.

Agama kita sangat menganjurkan untuk kita bisa memaafkan orang lain. Dan Allah telah menyediakan surga yang luasnya meliputi langit dan bumi, di antaranya adalah untuk orang yang memaafkan.

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

Dan dia mudah memaafkan kesalahan manusia.” (QS. Ali-Imran[3]: 134)

Namun dari sisi prakteknya, bahwa bersabar atas gangguan dan kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan orang lain ini tidak mudah, akan lebih mudah bagi kita kalau kemudian kita mendapatkan kerugian disebabkan karena musibah yang sifatnya samawiyah, seperti mungkin akibat banjir, gempa bumi, atau gunung meletus dan sebagainya, derita sakit yang diderita akibat musibah ini akan mudah bagi kita untuk bersabar. Tetapi kalau kemudian akibat gangguan, kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan sesama kita, ini sulit untuk kemudian kita bersabar. Maka mudah-mudahan dengan mengingat tentang tujuh sikap yang semestinya tertanam dalam jiwa kita, maka itu akan memudahkan bagi kita untuk kemudian kita bisa bersabar dan memaafkan kesalahan orang lain kepada kita.

1. Allah yang menciptakan perbuatan hamba

Yang pertama, kita sikapi bahwa perbuatan orang kepada kita adalah bagian dari takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah yang menciptakan perbuatan hamba.

وَاللَّـهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ ﴿٩٦﴾

Allah yang menciptakan kalian dan juga perbuatan kalian.” (QS. Ash-Shaffat[37]: 96)

Maka kita pandang bahwa mereka berbuat sesuatu yang tidak baik kepada kita adalah atas takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita sebagai hamba, maka bersabar dan menerima apa yang ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita pandang bahwa mereka hanya sekedar alat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan hal itu terjadi. Maka hakekatnya, Allah lah yang telah menimpakan musibah itu kepada kita, melalui orang yang berbuat aniaya kepada kita tersebut.

2. Ingatlah dosa kita

Kemudian yang kedua, ingatlah bahwa kita itu banyak berdosa, maka sesungguhnya itu semua terjadi karena dosa-dosa kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka berbuat aniaya kepada kita, karena dosa kita,

وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa[4]: 79)

Maka karena kita banyak berdosa, wajar kalau kemudian ada orang yang menganiaya kita. Allah lah yang telah menjadikan mereka, untuk kemudian terjadinya penganiyayaan pada kita, disebabkan karena dosa-dosa kita.

3. Pahala sabar

Kemudian yang ketiga, tanamkan dalam diri kita bahwa bersabar dan memaafkan itu mendatangkan pahala yang sangat besar. Diantaranya firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.”(QS. Al-Baqarah[2]: 153)

…إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ ﴿١٠﴾

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas.” (Az-Zumar[39]: 10).

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

Barangsiapa yang memaafkan lagi berbuat islah, maka ganjarannya menjadi tanggungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Asy-syuro: 40).

4. Balasan sesuai dengan model amalnya

Kemudian yang keempat, hendaklah senantiasa kita tanamkan dalam jiwa kita tentang sebuah prinsip, Al jaza Min jinsil amal, balasan sesuai dengan model amalnya. Dimana ketika kita sadar bahwa kita adalah orang yang banyak berdosa kepada Allah, baik disebabkan karena lisan kita, atau hati kita, atau anggota badan kita, baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari, maka tentunya kita amat sangat butuh ampunan Allah.

Maka dengan modal kita memberikan maaf kepada orang-orang yang telah salah kepada kita, orang-orang yang bersifat buruk kepada kita, maka kita berharap dengan demikian Allah pun akan memaafkan kita. Ketika kita dengan mudah memaafkan orang lain, maka Allah pun akan mudah memaafkan kita. Karena balasan itu sesuai dengan model amalnya.

5. Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Kemudian yang kelima, bahwa meninggalkan untuk tidak membalas perbuatan aniaya orang lain kepada kita, merupakan sunnah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kita semua yakin bahwa tidak ada orang yang lebih mulia, lebih bagus harga dirinya, lebih terhormat daripada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi tidak pernah sekalipun dia membalas penganiayaan orang kepadanya karena kepentingan pribadi, karena untuk membela diri, membela kepentingan sendiri. Maka tentunya kita yang secara kehormatan dan harga diri, jauh dibandingkan Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi Sallam, lebih pantas lagi untuk  memaafkan orang-orang yang berbuat tidak baik kepada kita.

Maka memaafkan orang-orang yang berbuat tidak baik kepada kita adalah bagian dari sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membalas perbuatan tidak baik tersebut adalah bukan bagian dari sunnah, yang ada adalah senantiasa memaafkan dan tidak pernah membalas demi kepentingan pribadi.

6. Mengendalikan jiwa sebuah kebaikan yang besar

Kemudian yang selanjutnya, bahwa jika kita mampu untuk mengendalikan jiwa kita, mengalahkan hawa nafsu kita untuk membalas, maka itu sebuah kebaikan yang besar. Dimana apabila kita mampu menguasai jiwa kita, dorongan nafsu kita , untuk membalas orang-orang yang berbuat aniaya kepada kita meskipun kita mampu untuk melakukannya, maka untuk mengendalikan hawa nafsu kita dalam perkara-perkara yang lainnya itu akan lebih mudah. Maka kebaikan yang satu ini, akan melahirkan kebaikan demi kebaikan, karena demikianlah Sunnattullahnya, bahwa kebaikan menarik kebaikan yang lainnya.

7. Membalas akan menyeret kita berbuat aniaya

Kemudian yang terakhir, bahwa perbuatan membalas itu akan menyeret kita berbuat aniaya. Kita harus diingat bahwa perbuatan membalas itu akan membuat kita menganiaya orang yang telah menganiaya kita. Karena sulit seseorang untuk bisa membalas dengan balasan yang pas, jadi hampir semua orang yang balas, maka dia membalas dengan lebih. Sehingga yang tadinya dia diatas kedzoliman orang lain, dan orang yang diatas keadaan seperti inj berharap pertolongan Allah, tetapi dengan dia membalas kemudian berlebih, maka sekarang posisinya dia yang dzholim, dan itulah kerugian yang sangat besar. Maka cukuplah kekhawatiran kalau justru kemudian kita berbalik menjadi orang yang dzholim, menjadi upaya untuk mencegah yang cukup efektif untuk kita tidak membalas. Biarlah kita menjadi posisi yang terdzholimi, kemudian bersabar, yang dengan itu justru kemudian kita bisa meraih kebaikan kebaikan yang amat sangat banyak.

Mudah-mudahan beberapa sikap-sikap ini akan sangat membantu kita, untuk kemudian kita bisa dengan mudah memaafkan orang-orang yang telah berbuat salah kepada kita, yang telah berbuat jahat kepada kita, demi kita meraih ganjaran yang sangat besar dari Allah Ta’ala dan juga surganya Allah Ta’ala, melalui modal mudah memaafkan siapa saja yang berbuat salah kepada kita.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Video Kultum Singkat Tentang Tujuh Tips Meraih Predikat Pemaaf

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: