Navigasi Catatan:
Hikmah Tatkala Kita Berdosa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di antaranya menyebutkan tentang hikmah dari ujian yang berupa dosa. Dosa saja (disebut) ujian, dan ujian itu ada hikmahnya. Padahal kita ketahui, dosa itu jelas-jelas adalah hal yang buruk. Tetapi ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan kepada hambaNya yang beriman, dengan hikmahNya yang sempurna dan disikapi dengan benar oleh hamba ini, ternyata mengandung hikmah yang besar untuk perbaikan bagi dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah الَطِيفُ Yang Maha Halus (kebaikanNya) sampai kepada hambaNya dari cara atau dari arah yang dianggap hamba tersebut mungkin disangka sebagai sesuatu yang bukan merupakan kebaikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hal tersebut;
لَوْ لَمْ تُذْنِبُونَ, لخِفْتُ عَلَيكُم مَا هُوَ اَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ : الأُجْبُ الأُجْبُ
“Seandainya kalian tidak diuji dengan dosa, maka niscaya aku khawatir kalian ditimpa dengan yang lebih parah daripada dosa itu, yaitu bangga (kagum) terhadap diri sendiri (kesombongan).” HR. Al Baihaqi, Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala
Bayangkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan kelalaian menimpa hambaNya ternyata untuk tujuan yang lebih besar. Meskipun asalnya buruk, tapi bisa mendatangkan kebaikan yang lebih besar.
Ini menimpa kebanyakan orang. Saat ini orang-orang yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mana dia belajar sunnah, dia bisa mengamalkan dengan sunnah, dia belajar tauhid, dia akan memandang orang-orang di sekitarnya dengan pandangan remeh. Apalagi ketika dirinya merasa dia sudah senior, banyak ilmu, ketika diingatkan kesalahannya, dia bilang “sudah tahu, sudah mengkhatamkan banyak pengajian.” Bahkan ibadah-ibadah yang seharusnya dia berusaha mengusahakan dirinya untuk berlomba-lomba untuk mengerjakannya seperti panutan kita -para shahabat radhiyallahu ‘anhum– dianggap “Itu hanya amalan sunnah. Yang penting saya sudah menyempurnakan kewajiban-kewajiban saya. Yang penting saya telah berbuat ini dan itu.” Dia merasa aman.
Ini penyakit hati yang besar, yang menghalangi dia dari ketakwaan yang hakiki. Kesombongan yang menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala berlepas diri darinya. Na’udzubillahi min dzalik. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala timpakan kepada hamba tersebut dosa agar dia tahu bahwa ternyata dia banyak kekurangan, ternyata imannya lemah, ternyata jika bukan karena pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dia akan binasa, ternyata tipu daya syaithan itu kuat jika dia tidak berlindung kepada perlindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Kuat maka dia akan celaka dan binasa.
Ini akan menjadikan dia tahu dirinya sehingga dia akan merendahkan diri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah hakikatnya takwa. Inilah hakikat penghambaan diri ketika hamba mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelemahan dirinya untuk kemudian dia selalu memohon dan bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Kaya, Yang Maha Kuat, lagi Maha Perkasa.
Komentar