Khutbah Idul Fitri: Cita-Cita Penduduk Mahsyar

Khutbah Idul Fitri: Cita-Cita Penduduk Mahsyar

Berikut khutbah idul fitri “Cita-Cita Penduduk Mahsyar” yang disampaikan oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc Hafizhahullahu Ta’ala.

Cita-cita Penduduk Mahsyar

Gemuruh takbir membahana, memecah heningnya suasana. Menggetarkan bumi, membumbung ke angkasa. Didengar para malaikat, disaksikan Yang Maha Kuasa. Kegembiraan hadir, keceriaan di mana-mana. Wajah yang berseri setelah letih menghambakan diri sebagai balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala Penguasa langit dan bumi. Harapan yang tiada putus dan henti kepada Allah Ilahi rabbi. Jadikan keceriaan ini kami nikmati ketika nanti bertemu dengan-Mu kelak. Surga-Mu adalah harapan. Ampunan-Mu yang selalu kami idamkan. Jauhkan kami dari neraka Jahannam, penghancur segala kenikmatan dan harapan.

الله اكبر, الله اكبر, الله اكبر ولله الحمد

Maha Suci kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, Maha Mulia Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mempertemukan kita dengan ‘Idul Fithr. Ramadhan telah pergi dengan segala amal shalih yang kita lakukan di dalamnya. Kita akan sangat merindukan shaf-shaf shalat Tarawih. Kita akan sangat merindukan melihat kaum muslimin duduk membaca Al-Qur’an pagi, siang, sore, dan malam.

Pun kita selalu akan merindukan wajah-wajah yang ceria ketika berbuka bersama dan saling berbagi, serta duduk di majelis-majelis taklim untuk menimba ilmu dari Allah Tabaraka wa Ta’ala melalui sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ma’asyiral muslimin wa muslimat rahimani wa rahimakumullah,

Alhamdulillah Maha Suci Allah Tabaraka wa Ta’ala yang telah memberikan kepada kita rahmat dan nikmat yang tiada tara. Memberikan kepada kita anugerah dan karunia yang tiada henti. Sehingga pada hari ini kita bisa menikmati keceriaan karena ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keceriaan bukanlah karena akan kembali makan dan minum. Akan tetapi keceriaan setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik dan hidayah untuk menghambakan diri sebulan penuh kepada-Nya.

Alhamdulillah tsumma alhamdulillah. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita menghambakan diri kita kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita ruku’ dan sujud kepada-Nya. Merahmati kita dengan rahmat yang tiada tara. Menerangkan kepada kita di dalam Al-Qur’an; semua yang akan memberikan kepada kita manfaat di dunia dan di akhirat. Menerangkan kepada kita di dalam Al-Qur’an; semua yang akan memberikan kita marabahaya dan mudharat di dunia dan di akhirat.

Ma’asyiral muslimin wa muslimat rahimani wa rahimakumullah,

Kita akan pergi meninggalkan dunia itu pasti. Satu persatu di antara kita akan menemui ajal yang telah Allah Tabaraka wa Ta’ala tentukan untuknya. Dan di akhirat nanti akan banyak hal yang kita hadapi dan temui. Di akhirat nanti akan banyak hal yang kita hadapi, yang semua itu membutuhkan amal shalih kita di permukaan bumi sebagai bekal menghadap Allah Tabaraka wa Ta’ala. Sebagai bakal dalam kehidupan yang tiada henti dan tiada batas pada kehidupan yang abadi di akhirat.

Allah Tabaraka wa Ta’ala memperingatkan kita di dalam Al-Qur’an akan cita-cita penduduk Mahsyar. Cita-cita orang yang ada di akhirat, yang telah meninggalkan dunia, dan telah bertemu dengan hari yang hakiki. Semua ini Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menceritakannya kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala sampaikan kepada kita agar kita membuat persiapan dan bekal yang akhirnya akan memberikan kepada kita kebaikan di negeri itu.

Ma’asyiral muslimin,

Apabila kita membaca kitabullahi ‘Azza wa Jalla, maka niscaya kita akan lebih banyak menemukan Allah Subhanahu wa Ta’ala membicarakan akhirat dari pada dunia. Kita akan lebih banyak menemukan Allah Subhanahu wa Ta’ala memperhatikan dan membicarakan kepada kita tentang akhirat di banding kehidupan dunia. Karena memang di sanalah kita akan hidup sebenarnya. Dunia adalah persinggahan.

Berikut khatib akan membacakan beberapa ayat yang menerangkan kepada kita apa yang diinginkan oleh orang yang ada di akhirat. Apa yang diinginkan oleh penduduk Mahsyar ketika bertemu dengan hari akhirat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala, para malaikat, surga serta neraka. Ketika bertemu dengan hari hisab dan bertemu dengan hari di mana dia berhadapan dengan marabahaya yang berkepanjangan.

Pertama, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مَا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُۥ مَعَهُۥ لَٱفْتَدَوْا۟ بِهِۦ مِن سُوٓءِ ٱلْعَذَابِ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۚ

“Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat.” (QS. Az-Zumar[39]: 47)

Ini cita-cita dan keinginan penduduk Mahsyar. Di sana ada saya, kita, dan seluruh manusia. Mulai dari Nabi Adam ‘alaihissalam sampai orang yang paling terakhir meninggal di permukaan bumi, bercita-cita untuk menginfakkan seluruh hartanya. Bercita-cita untuk mendermakan seluruh kekayaannya untuk mendapatkan penjagaan dan pengamanan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat.

Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin memberikan pesan kepada kita bahwa lakukanlah sekarang ketika Allah Tabaraka wa Ta’ala masih memberikan kesempatan kepada kita untuk berinfaq dan berderma. Kekayaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan, harta yang Dia anugerahkan kepada kita, gunakan untuk membentengi diri kita dari neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hanya sekarang dan di sini di bumi itu bisa kita lakukan. Di sana walaupun kita memiliki kekayaan sepenuh bumi, kita tidak akan bisa melakukan itu. Maka gunakanlah kekayaan Anda untuk membuat tameng dan benteng dari neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan terlalu kita terhanyut oleh apa yang kita miliki dengan cita-cita yang terlalu panjang di dunia ini. Karena dunia ini akan segera berakhir dan kita tinggalkan.

Berapa pun kekayaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita, maksimalkan untuk bisa membuat benteng kita dari neraka Allah Tabaraka wa Ta’ala. Bahkan lebih dari pada itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan;

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَىٰ بِهِ ۗ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 91)

Maka, janganlah gemerlap dunia membuat kita justru membawa kita kepada murka Ilahi di permukaan bumi. Karena emas sepenuh bumi di akhirat tidak ada arti, tidak ada gunanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima dari kita, Anda, dan dari saya seandainya (na’udzubillahi min dzalik) kita adalah penduduk neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima dari kita walau kita akan infakkan kekayaan berupa emas sepenuh bumi.

Maka jangan tergiur oleh dunia dan harta. Jangan tergiur oleh kekayaan yang telah Allah Tabaraka wa Ta’ala berikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan itu agar kita gunakan untuk membentengi diri kita dari neraka-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan kepada kita cita-cita penduduk Mahsyar yang berikutnya;

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul’.” (QS. Al-Ahzab[33]: 66)

Ini merupakan cita-cita penduduk akhirat. Cita-cita orang-orang yang ada di neraka; Andai Allah Subhanahu wa Ta’ala mau memberikan mereka kesempatan untuk kembali ke dunia, dia akan mau menjadi hamba yang taat dan setia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.  Namun itu tidak akan ada artinya. Karena ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya hanya berarti apabila kita lakukan di permukaan bumi, di dunia ini. Sementara di akhirat setelah neraka dan surga ada di depan mata, semua keinginan untuk taat itu sudah tidak ada kesempatan lagi.

Maka gunakanlah hidup ini untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Sebelum kita menyesal dan ingin taat akan tetapi kesempatan untuk taat itu sudah tiada arti. Kesempatan untuk taat itu sudah tidak ada lagi, sudah berhenti. Karena sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah memerintahkan kepada kita ketaatan di permukaan bumi.

Ma’asyiral muslimin,

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”.” (QS. As-Sajdah[32]: 12)

Maka jadilah orang shalih sebelum ada keinginan di akhirat untuk menjadi orang shalih akan tetapi sudah tidak ada lagi kesempatan untuk menjadi orang shalih. Ini yang diidam-idamkan penduduk Mahsyar. Andai mereka kembali ke dunia, mereka akan mengisi waktu dan menghiasi hidupnya dengan amal shalih di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan yang Rasul-Nya ajarkan.

Bahkan mereka berkata;

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا غَيْرَ ٱلَّذِى كُنَّا نَعْمَلُ ۚ

“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan’.” (QS. Fathir[35]: 37)

Ini adalah cita-cita penduduk Mahsyar. Cita-cita orang yang ada di akhirat. Dia ingin mengisi seluruh hidupnya dengan keshalihan. Maka ketika kesempatan untuk menjadi orang shalih itu masih ada dan belum tertutup, jadilah orang shalih. Jadilah orang-orang yang didambakan dan dicita-citakan oleh penduduk Mahsyar. Sebelum kemudian kita yang mencita-citakannya dan kemudian itu hanyalah isapan jempol belaka yang tidak pernah ada kenyataan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan semua ini kepada kita agar kemudian kita jadikan ibrah, pelajaran, dan panduan agar kita mengisi umur kita di dunia sebelum akhirnya kita menyesal di kemudian hari.

Berikutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

يَوَدُّ ٱلْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِى مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍۭ بِبَنِيهِ. وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ. وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيهِ . وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ.

“Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.” (QS. Al-Ma’arij[70]: 11-14)

Jawaban Allah Subhanahu wa Ta’ala;

كَلَّا ۖ إِنَّهَا لَظَىٰ.

“Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak,” (QS. Al-Ma’arij[70]: 15)

Itu tidak adil. Anak diadzab, orang tua yang diselamatkan. Saudara diadzab, saudaranya yang lain diselamatkan. Istri diadzab, kemudian suaminya diselamatkan. Itu semua tidak mungkin. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan membagi dosa yang diperbuat oleh seorang insan kepada orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan;

كَلَّا ۖ إِنَّهَا لَظَىٰ . نَزَّاعَةً لِلشَّوَىٰ

“Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala,” (QS. Al-Ma’arij[70]: 15-16)

Karena semua manusia akan bertanggung jawab dengan pekerjaan dan amalannya masing-masing. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

“dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. Al-An’am[6]: 164, Fathir[35]: 18, Al-Isra'[17]: 15) , dan Az-Zumar[39]: 7)

Ma’asyiral muslimin wa muslimat,

Jangan jadikan anak-anak kita sebagai sumber maksiat kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saudara atau pun istri kita, jangan jadikan mereka sarana yang karena mereka kita bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena di akhirat nanti, kasih sayang kita di dunia ini akan berubah. Kita justru ingin menumbalkan mereka di neraka untuk menyelamatkan diri kita.

Oleh karena itu, jadikan mereka sarana untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan justru sarana untuk berbuat maksiat kepada-Nya. Lihatlah beberapa ayat di atas. Betapa banyaknya manusia yang berbuat maksiat karena anak atau karena harta. Demi Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan harta dan anak kepada kita agar dengan mereka kita berbuat maksiat dan ingkar kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita agar kita jadikan sarana/ tangga menuju ampunan dan surga-Nya.

Oleh karena itu, berhati-hatilah hidup di permukaan bumi. Karena sesungguhnya semua yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sampaikan ini pasti akan terjadi di akhirat. Hanya saja, akankah kita adalah orangnya atau bukan, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui. Akankah kita orangnya yang mengidam-idamkan ini saat semuanya tidak berarti. Apakah kita orangnya? Kita tidak tahu.

Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar apa yang dicita-citakan oleh penduduk Mahsyar dan neraka bukanlah kita orangnya. Mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan di dalam Al-Qur’an;

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ . إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ.

“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku.” (QS. Al-Haqqah[69]: 19-20)

Ini yang kita inginkan. Teriakan kegembiraan, ketaatan, dan kemenangan di Padang Mahsyar dari orang-orang yang mendapat catatan amalnya di sebelah kanannya.  Ini yang kita harapkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka jadilah orang-orang yang yakin akan dihisab. Sehingga setiap perkataan, langkah, tatapan mata, pendengaran selalu kita hisab di permukaan bumi agar ringan hisab kita di yaumil mahsyar. ‘Umar bin Al Khaththab berkata;

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ. وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا.

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab di hari Hisab. Dan hisab di hari kiamat akan menjadi ringan bagi orang-orang yang menghisab dirinya di dunia.” (HR. At Tirmidzi No. 2459)[1]

Surga dan neraka, di dunia ini kita membuatnya. Di sini kita akan menentukannya dengan amalan kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita kemampuan untuk memilih jalan shalih atau jalan thalih (keburukan). Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita kemampuan untuk berjalan di jalannya neraka atau berjalan di jalannya surga.

Ketika kita yang memilih jalan neraka, jangan salahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena kita yang memilihnya. Dunia yang singkat dia lah penentu nasib kita di akhirat.

Ma’asyiral muslimin wa muslimat,

Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita ruku’ dan sujud kepada-Nya di Bulan Ramadhan, Dia-lah Allah yang kita sujud dan rukuk di Bulan Syawwal dan Shafar. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita ingin mendapatkan ridha-Nya dengan membaca kitab-Nya di Ramadhan. Dia-lah Allah yang ada di Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Tidak ada yang berbeda. Yang berbeda itu biasanya kita. Kita berbeda di dalam Ramadhan dengan di luar Ramadhan. Ketaatan kita di bulan Ramadhan tidak sama dengan ketaatan kita di bulan Syawwal dan Shafar.

Oleh karena itu, istiqamahlah. Jadikanlah ketaatan-ketaatan kita di Ramadhan akan menjadi sifat yang akan kita bawa di Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Shafar sampai Ramadhan yang akan datang. Walau tidak sehebat Ramadhan, karena Ramadhan itu Allah Tabaraka wa Ta’ala spesialkan. Tapi paling tidak, jangan lupa untuk mengerjakan dua raka’at shalat malam. Jangan lupa membaca Al-Qur’an setiap hari, berinfaq, dan bersedekah. Dan jangan berhenti menghadiri majelis-majelis taklim. Serta jangan lupakan puasa-puasa sunnah. Karena Ramadhan telah melatih kita untuk mengerjakan ketaatan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ada di Ramadhan juga Allah yang ada di Syawwal, Shafar, Sya’ban, Rajab, dan yang lainnya.

Maka, beradalah pada jalan istiqamah, wahai hamba-hamba Allah. Semoga Allah Tabaraka wa Ta’ala mempertemukan kita kelak dengan-Nya dengan hati yang penuh gembira. Seperti gembiranya kita di hari ini dengan ketaatan.

Video Khutbah Idul Fitri: Cita-Cita Penduduk Mahsyar

Sumber MP3: Channel Maududi Abdullah

Mari turut menyebarkan transkrip khutbah idul fitri “Cita-Cita Penduduk Mahsyar” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Catatan:
[1] https://sunnah.com/tirmidhi:2459

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: