Khutbah Jumat Saat Musibah: Pertolongan Tergantung Besarnya Ujian

Khutbah Jumat Saat Musibah: Pertolongan Tergantung Besarnya Ujian

Khutbah Jumat saat musibah tentang Pertolongan Tergantung Besarnya Ujian ini disampaikan oleh Ustadz Muhamad Nuzul Dzikri Hafidzahullah.

Khutbah Pertama – Pertolongan Tergantung Besarnya Ujian

Ma’asyiral muslimin, tidak ada kata yang pantas untuk kita ucapkan di pembukaan khutbah Jumat kali ini kecuali kalimat meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar Allah senantiasa menolong kita. Kalimat pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar Allah memberkahi kita, memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan memberikan kita ketakwaan di dunia sehingga kita bisa bahagia di dunia maupun di akhirat.

Sebagaimana marilah kita membuka khutbah singkat ini dengan memuji dan memuja Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita, nikmat yang kita tidak mungkin bisa hitung, tidak bisa kita kalkulasikan,

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

Dan apabila kalian ingin menghitung-hitung nikmat Allah, kalian tidak akan bisa menghitungnya.” (QS. An-Nahl[16]: 18)

Ayat ini berlaku dalam kondisi normal maupun dalam kondisi pandemi: “Dan jika kalian ingin menghitung nikmat Allah, kalian tidak akan bisa menghitungnya.”

Oleh karena itu bersyukurlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena bagi yang bersyukur, dia akan mendapatkan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Aku akan tambah nikmat tersebut.”

Namun bagi yang melupakan nikmat tersebut dan lupa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia mendapatkan ancaman:

إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Ketahuilah adzabKu sangat pedih.” (QS. Ibrahim[14]: 7)

Ma’asyiral muslimin yang semoga Allah memuliakan..

Sebagaimana marilah kita mengucapkan shalawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi kita. Rasul kita, Sayyidina Muhammadin Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah berjalan dibawah naungan sunnah beliau sampai hari kiamat kelak.

Ma’asyiral muslimin yang semoga Allah muliakan..

Dalam kondisi pada hari-hari ini, semua sepakat bahwa kondisi ini tidak mudah bagi kita. Dan bagi banyak orang semakin memburuk, semakin memburuk dan semakin memburuk. Maka ada sebuah konsep yang harus kita camkan, ada sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang harus kita baca, kita dengar, kita resapi dan menjadi pegangan kita di antara pegagan-pegagan yang lain ketika kita mendapatkan kondisi tidak normal, kondisi sulit, kondisi berat, kondisi penuh ujian dan masalah seperti hari-hari ini.

Ma’asyiral muslimin yang Allah muliakan..

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau berbicara tentang musibah di dunia, beliau berbicara tentang ujian dan kesulitan, beliau menyampaikan:

إنَّ المعونةَ تأتي العبدَ من اللهِ على قدرِ المَؤونةِ

“Sesungguhnya pertolongan datang kepada hamba dari Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tergantung mu’nah-nya seorang hamba tersebut.”

Apa itu mu’nah, hadirin? Mu’nah berarti kebutuhan, sebagaimana mu’nah juga berarti syiddah (kesulitan dan ujian seorang hamba).

Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin menjelaskan kepada kita bahwa pertolongan Allah akan berikan kepada kita, pertolongan Allah akan kirim kepada kita, pertolongan Allah akan kasih kepada kita, sesuai dengan kebutuhan kita dan sesuai dengan kesulitan kita, sesuai dengan masalah-masalah hidup kita, sesuai dengan krisis yang kita hadapi.

إنَّ المعونةَ تأتي العبدَ من اللهِ على قدرِ المَؤونةِ

“Sesungguhnya pertolongan itu Allah akan berikan kepada seorang hamba sesuai dengan kesulitan dan masalah yang sedang ia hadapi.”

Dalam riwayat yang lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

تنزِلُ المعونَةُ مِنَ السماءِ علَى قَدْرِ المؤْنَةِ

“Pertolongan Allah akan turunkan dari langit kepada seorang hamba sesuai dengan tingkat kesulitan dan masalahnya.”

Oleh karena itu ma’asyiral muslimin yang Allah muliakan, apabila masalah yang kita alami bisa kita deskripsikan dengan angka, lalu keluar angka 70%, maka pertolongan pastilah 70%. Apabila masalah yang kita hadapi hari-hari ini 80%, maka pertolongan akan datang 80%, pertolongan tidak akan datang 79,9% lalu 0,1% ketinggalan.

Karena itulah ma’asyiral muslimin yang Allah muliakan,

Ketika sedang terkena musibah, ketika terkena masalah dan ujian, maka kita harus benar-benar mencamkan bahwa ujian dan pertolongan berjalan paralel, ujian dan pertolongan berjalan bersama garis lurus. Tidak mungkin ujian meninggal pertolongan, tidak mungkin masalah meninggalkan pertolongan. Karena Allah-lah yang memberikan kita ujian, sebagaimana Allah juga yang memberikan kita pertolongan.

Ma’asyiral muslimin yang Allah muliakan,

Intinya adalah kemana iman terhadap hadits ini? Kemana keyakinan kita? Karena hadits ini hanya untuk orang-orang yang percaya kepada Allah dan RasulNya, hadits ini hanya untuk orang-orang yang punya keyakinan kepada Rabbnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ إِنْ خَيْرًا فَخَيْرً وَإِنْ شَرًا فَشَرً

“Aku tergantung prasangka hambaKu terhadap diriKu/Aku tergantung keyakinan hambaKu terhadap diriKu. Kalau keyakinan dan prasangkanya baik, maka akan baik yang akan terjadi,” apabila kita yakin pertolongan itu akan datang, maka Allah akan datangkan pertolongan.

Dan sebaliknya: وَإِنْ شَرًا فَشَرً “Kalau ternyata kita su’udzon kepada Allah, buruk sangka kepada Allah, pesimis ketika menghadapi hari-hari ini, maka yang akan datang adalah masalah-masalah berikutnya dan tidak ada solusi sama sekali.” Kalau buruk sangka, maka yang terjadi adalah keburukan.

Ma’asyiral muslimin yang Allah muliakan,

Pertolongan itu datang sesuai dengan tingkat kesulitan. Tapi siapa yang mau kembali kepada Rabbul ‘Alamin? Siapa yang bersegera sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Siapa di antara kita yang yakin bahwa pertolongannya bukan di perusahaannya, bukan di makhluk A, bukan di makhluk B, bukan di manusia A, bukan di manusia C.

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ

Dan di atas langitlah rezeki kalian dan apa yang dijanjikan untuk kalian.” (QS. Az-Zariyat[51]: 22)

Siapa di antara kita yang ketika ada masalah langsung mengingat Rabbul ‘alamin? Begitu ada masalah yang dia ingat adalah bukan masalahnya, tapi pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa di antara kita yang langsung mengambil air wudhu lalu sujud dua rakaat karena dia yakin kepada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ

Minta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat.” (QS. Al-Baqarah[2]: 45)

Hadirin yang Allah muliakan, ketika Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa pertolongan akan Allah turunkan dari langit sesuai dengan tingkat kesulitan dan tingkat masalah yang kita hadapi, bukankah itu pesan besar bahwa yang memberikan pertolongan bukan makhluk, yang memberikan pertolongan adalah Rabbul makhluk atau Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu kemana kita dalam konsep ini? Kenapa yang ada dibenak kita adalah hubungi si A, hubungi si B, pergi ke sana dan pergi ke sini, seluruh arah kita tuju kecuali arah kepada Rabbul ‘alamin Subhanahu wa Ta’ala?

Buktinya tidak ada kekhusyukan dalam shalat kita, buktinya tidak ada tambahan rakaat dalam malam-malam ini. Mana air mata taubat kepada Rabbul ‘alamin? Mana rintihan: ربي تب علي (Rabbi tub ‘laiyya).

Pertolongan datang dari Allah, maka mintalah kepada Rabbul ‘alamin, perbanyaklah ibadah, perbanyaklah istighfar, perbanyaklah taubat, pertolongan datang dari langit, jamaah. Bukan dari teman atau kolega atau klien kita yang kaya-raya tersebut. Pertolongan datang dari yang punya alam semesta, maka kenapa konsentrasi kita fokus pada perusahaan kita? Apakah saya dipecat atau tidak?

Itu yang bikin kita rusak. Karena kita salah meminta pertolongan, karena kita meminta pertolongan kepada pihak yang tidak bisa kasih kita pertolongan, urus diri dia sendiri saja sibuk dan ribetnya minta ampun dalam kondisi pandemi seperti ini, lalu kita ngemis-ngemis kepada orang-orang itu? Dan di waktu yang sama kita lupa mengemis kepada Rabbul ‘alamin.

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 189)

Kemana ayat itu di dalam hati kita?

Hadirin yang Allah muliakan, hidup dan ujian tidak bisa dipisahkan. Kalau Allah tidak uji kita dengan pandemi, Allah akan uji kita dengan varian ujian yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Baqarah:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم

Apakah kalian berfikir akan masuk surga dan kalian belum mengalami ujian-ujian yang dialami oleh umat-umat sebelum kalian?

مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا

Mereka mendapatkan kesulitan/kesengsaraan dan mereka digoncang-goncang/mereka mengalami ujian seperti mengalami gempa bumi dalam kehidupan mereka.”

Diguncang ke atas, ke bawah, kanan, kiri, digoncang-goncang oleh Allah. Sampai Rasulullah dan orang-orang beriman pada saat itu bertanya kepada diri mereka:

مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ

Kapan pertolongan Allah itu datang?

Lalu Allah merespon:

أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Ketahuilah pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah[2]: 214)

Pertolongan Allah itu dekat, namun kita terburu-buru. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

ولكنكم قوم تستعجلون

“Tapi kalian adalah kaum yang selalu ingin terburu-buru.”

Ibadah tidak ditingkatkan, tapi ingin keluar dari masalah tersebut.

Para ulama mengatakan:

ترجو النجاة ولم تسلك مسالكها إن السفينة لا تجري على اليبس

“Anda ingin sukses tapi Anda tidak melewati dan menapaki jalan kesuksesan? Perahu itu tidak berjalan di atas daratan.”

Pertolongan datang dari Allah, itu sabda Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika kita masih percaya dengan Nabi kita. Itu sabda Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang Allah firmankan dalam surat An-Najm ayat 3:

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤﴾

“Nabi tidak berbicara dengan hawa nafsunya, tapi wahyu yang Allah wahyukan kepada beliau.”

Dan di antara wahyu tersebut, pertolongan didatangkan dan diturunkan sesuai dengan tingkat kesulitan. Kalau tingkat kesulitan 70% maka pertolongan 70%, tingkat kesulitan 80% maka pertolongan 80%, tingkat kesulitan 90% maka pertolongan 90%, tingkat kesulitan 99% maka pertolongan datang 99%.

فاعتبروا يا أولي الألباب

“Maka ambil pelajaran wahai orang-orang yang mampu berpikir jernih.”

Khutbah Kedua – Pertolongan Tergantung Besarnya Ujian

Ma’asyiral muslimin yang Allah muliakan,

Hadits di atas belum selesai, hadits di atas belum berakhir. Karena mungkin ada di antara kita yang bertanya: “bukankah pertolongan seringkali tidak datang bersamaan dengan datangnya masalah dan ujian?” Dan itu yang saya alami sendiri.

Ma’asyiral muslimin,

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan haditsnya dengan mengatakan:

وإنَّ الصبرَ يأتي العبدَ على قدرِ المصيبةِ

“Dan kesabaran Allah datangkan kepada seorang hamba sesuai dengan beratnya musibah.”

Betul. Masalah datang dibulan Januari misalnya atau dibulan Februari atau di bulan Maret, lalu sampai sekarang pertolongan yang clear itu belum terlihat, tapi Allah memberikan solusi, Allah berikan kesabaran yang membuat kita bisa menjalani hari-hari berat tersebut sampai benar-benar semuanya diselesaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan kesabaran yang Allah berikan sesuai dengan beratnya musibah yang kita rasakan, kesabaran yang Allah berikan sesuai dengan rasa sakit yang kita rasakan, kesabaran yang Allah berikan sesuai dengan kekuatan yang kita butuhkan.

وإنَّ الصبرَ يأتي العبدَ على قدرِ المصيبةِ

“Sabar akan didatangkan kepada hamba sesuai dengan beratnya musibah.”

Ini menunjukkan bahwa tidak ada alasan dan tidak ada pintu masuk untuk pesimistis, tidak ada alasan dan tidak ada pintu masuk untuk lemah, untuk galau, untuk putus asa, karena semua diberikan dan didatangkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari langit

Maka tidak ada alasan untuk tidak PD (percaya diri) dengan diri kita sendiri, tidak ada alasan mengatakan: “Saya nggak mampu, saya nggak sanggup.” Betul, siapa yang sanggup di antara kita? Sedangkan Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 28:

وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا

Manusia diciptakan dalam kondisi lemah.” (QS. An-Nisa'[4]: 28)

Tapi yang perlu kita ingat, ini diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini bukan tentang kekuatan kita, tapi pertolongan yang Allah berikan kepada kita. Ini bukan tentang kemampuan sabar yang lahir dari dalam diri kita semata, tapi kemampuan sabar yang Allah berikan kepada kita.

Maka tidak ada alasan membuka pintu kepada setan sehingga setan melemahkan kita. Merasa kita lemah, merasa kita down, merasa kita tidak mampu menghadapi ini semua. Karena ini bukan tentang kemampuan kita, kita memang lemah, itu dan sudah konfirm dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi kita dikasih kekuatan untuk sabar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah tidak mungkin bohong, Allah tidak mungkin keliru, Allah tidak mungkin mempermainkan kita.

الم ﴿١﴾ ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾

Alif laam miim. Kitab ini tidak ada keraguan sama sekali sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah[2]: 1-2)

Dan Allah menyatakan demikian. Bahwa kesabaran akan didatangkan sesuai dengan beratnya musibah. Artinya tidak ada alasan untuk pesimis, seberat apapun masalah yang kita hadapi.

Dan jangan pernah buka pintu kepada setan, jangan pernah buka pintu kepada setan. Karena seluruh pesimisme itu datang dari setan. Allah berfirman tentang setan di dalam Al-Baqarah ayat 268:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاءِ

“Setan selalu menjanjikan kalian kefakiran, kefakiran, kefakiran dan terus kefakiran. Lalu dia akan mengajak anda melakukan kekejian.”

Semua pesimis, semua kelemahan, semua keputusasaan, itu datang dari setan. Makanya ketika salah satu ulama terbaik dunia pada hari ini, Syaikh Muhammad bin Muhammad Mukhtar Syinqithi ditanya tentang masalah ini, beliau katakan: “Seluruh pesimisme, seluruh rasa lemah, seluruh ketidakpercayaan diri, seluruh pertanyaan dalam diri kita: ‘Bisakah saya melampaui ini semua? Bisakah saya menghadapi ini semua?’ itu dari setan.”

Separah apapun kondisi kita, walaupun itu gara-gara ulah kita, walaupun itu gara-gara dosa-dosa kita, karena bisa jadi kita mengatakan: “Tapi Pak Ustadz, saya terjatuh ke dalam jurang ini karena dosa-dosa saya sendiri, karena kesalahan fatal yang saya lakukan, karena maksiat.”

Memang betul maksiat akan menjerumuskan kita, tapi apakah itu kartu mati? tapi apakah itu membuat kita putus asa? Makanya jamaah sekalian, di dalam ayat di atas (Al-Baqarah 268), setelah Allah mengatakan setan membuat engkau merasa fakir terus dan menjanjikan kefakiran, kefakiran, dan terus kefakiran, Allah lanjutkan:

وَاللَّـهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا

Dan Allah menjanjikan ampunan dan karunia dariNya

Itu menunjukkan kalaupun kita dapat masalah karena kesalahan kita sendiri, jangan pernah putus asa, jangan pernah pesimis, karena Allah menawarkan ampunan buat kalian. Yang menawarkan jalan buntu hanya setan, sedangkan Rabb kita menawarkan ampunan dan karunia.

Maka jalan mana yang akan kita pilih? uucapan mana yang kita percaya? bisikan-bisikan mana yang kita ikuti?

Oleh karena itu jamaah sekalian,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٦﴾

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah[94]: 5-6)

Dan Allah juga katakan:

سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Allah jadikan setelah kesulitan kemudahan.” (QS. At-Talaq[65]: 7)

Oleh karena itu, marilah kita meyakini sabda Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tanamkan optimisme di dalam diri kita. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

ﻳُﻌْﺠِﺒُﻨِﻲ ﺍﻟْﻔَﺄْﻝُ

“Aku sangat kagum dengan optimisme.” (HR. Muslim)

Umat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah umat yang penuh rasa optimis. Karena Nabinya senang dengan optimisme. Dan beratnya ujian, bukankah tanda cintanya Allah kepada kita? Bukankah cintanya Allah kepada kita ditunjukkan dengan Allah menguji kita?

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ

“Allah itu kalau cinta kepada seorang hamba/sebuah kaum, Allah akan uji kaum dan hamba tersebut.” (HR. Tirmidzi)

Oleh karena itu, semangatlah, optimislah dan kembalilah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena pertolongan datang dariNya, bukan dari makhluk. Dan hendaknya kita perbaiki shalat kita, puasa kita, dikir kita, doa-doa kita, dan jaga hubungan kita dengan Allah, dan katakan tidak pada maksiat, walaupun kondisi memang tidak mudah dan cukup sulit. Karena sekali lagi, maksiat yang akan menghancurkan kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat.

Video Khutbah Jumat saat musibah: Pertolongan Tergantung Besarnya Ujian

Silahkan dibagikan, semoga bermanfaat dan menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: