Khutbah Jumat Singkat: Jumatan Berkualitas

Khutbah Jumat Singkat: Jumatan Berkualitas

15 Adab di Majelis Ilmu
Bagaimana Agar Semangat Dalam Menuntut Ilmu
Khutbah Jumat: Tauhid dan Istighfar Merupakan Tiang Agama

Berikut khutbah jumat singkat tentang “Jumatan Berkualitas” yang disampaikan oleh Ustadz Ammi Baits Hafidzahullahu Ta’ala.

Khutbah Pertama Jumatan Berkualitas

Kaum muslimin jamaah jumat yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Salah satu di antara nikmat besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita adalah kita dimudahkan untuk mau mendengarkan tausiyah, mendengarkan ayat-ayat dibacakan, mendengarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dibacakan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Berikanlah peringatan, sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 55)

Al-Qur’an dan sunnah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, andaikan diberikan kepada gunung,

لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ

Maka gunung itu akan tunduk dan dia hancur disebabkan karena takut kepada Allah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 21)

Maka ini juga memberikan pengaruh yang besar bagi hati manusia yang tentu saja tidak lebih keras secara fisik dibandingkan bebatuan.

Dan Alhamdulillah kita dimudahkan oleh Allah untuk mendengarkan tausiyah itu setiap hari jumat, sekalipun barangkali dalam waktu sepekan bapak-bapak punya kesibukan sehingga tidak sempat untuk mendengarkan tausiyah dalam kajian harian.

Selanjutnya, yang perlu untuk kita pikirkan adalah sejauh mana jumatan yang kita hadiri ini memberikan pengaruh bagi kehidupan kita? Ada di antara kita yang sudah hadir jumatan selama 30 tahun, 40 tahun, sesuai dengan usia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita.

Namun selanjutnya kita perlu lihat, sejauh mana jumatan itu memberikan pengaruh dalam kehidupan kita? Apakah hanya sebatas hanya untuk menggugurkan kewajiban? Dan barangkali ini umumnya yang terjadi di tengah kaum muslimin. Sehingga mereka datang kemudian duduk di dalam masjid lalu tidur. Dan dia tidak peduli apakah mau mendengarkan ceramah ataukah tidak.

Jika semacam ini yang terjadi, maka meskipun kita jumatan selama 60 tahun, 70 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun sekali pun, sama sekali tidak akan memberikan pengaruh bagi kita. Namun kalau kemudian orang itu datang dengan niat berangkat dalam rangka untuk menambah ilmu pengetahuan, menambah ilmu agama, maka insyaAllah akan memberikan manfaat baginya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan di akhir surat Qaf:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

Sesungguhnya Al-Qur’an itu merupakan peringatan bagi orang yang memiliki hati...”

Tentu saja bukan maksudnya adalah orang yang memiliki organ jantung, tapi maksudnya adalah orang yang hatinya hidup.

أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ

Dan dia perhatikan dengan baik.”

وَهُوَ شَهِيدٌ

Seolah-olah dia menyaksikan kebenaran yang ada di hadapannya.” (QS. Qaf[50]: 37)

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan, ayat ini menjelaskan tentang syarat ilmu itu bisa memberikan manfaat bagi hamba.

1. Sumber ilmu yang baik

Syarat yang pertama adalah sumber peringatan atau sumber ilmu adalah sumber ilmu yang baik. Dan Allah sebutkan dalam ayat ini dengan Al-Qur’an.

إِنَّ فِي ذَلِكَ

Sesungguhnya dalam Al-Qur’an itu…”

Karena itulah kita dituntut ketika belajar ilmu agama harus memilih guru yang baik. Sebagaimana Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah pernah mengatakan tentang Imam Malik:

رضيت بمالك ايكون حجةً بيني وبين الله تعالى

“Aku ridha untuk menjadikan Imam Malik sebagai hujjah antara diriku dengan Allah Ta’ala.”

Dan ulama di masa silam menyadari bahwa mengambil guru nantinya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu seorang ulama tabi’in, Muhammad bin Sirin mengatakan:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, karena itu perhatikanlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian.”

Murid bisa menyimpang aqidahnya disebabkan karena dia berguru kepada narasumber yang punya penyimpangan aqidah. Sehingga sangat disayangkan ada orang yang telah mencurahkan tenaganya, waktunya, untuk belajar ilmu agama, tapi dia salah karena gurunya adalah orang yang punya penyimpang. Dan kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala من علماء السوء (dari kehadiran ulama-ulama jahat) yang bisa menggiring manusia ke arah neraka.

2. Hatinya terbuka

Syarat yang kedua adalah:

لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ

Hatinya terbuka

Hati terbuka artinya dia punya niat dari awal untuk menerima tausiyah. Seperti yang kita singgung di awal, ada sebagian besar masyarakat yang ketika dia hadir jumatan tujuan besarnya hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban, dia sama sekali tidak punya keinginan untuk menambah ilmu pengetahuan agama, hatinya ditutup rapat dari awal. Kalau seperti ini yang terjadi, maka bagaimana mungkin tausiyah itu bisa mengendap dalam hatinya?

Sehingga kalau orang tidak punya niat sama sekali untuk membuka diri, untuk kemudian terbuka terhadap agama, maka ilmu agama tidak akan merasa pada dirinya.

Jama’ah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Ada satu fenomena yang kita bisa saksikan di masyarakat. Kita begitu terbuka dalam masalah berita, tapi tertutup dengan ilmu agama. MasyaAllah, untuk berita kita selalu mengejar, sehingga tidak hanya cukup berita melalui HP, kita juga menghadirkan berita melalui radio, melalui televisi, sehari-hari kita isi waktu kita dengan membaca dan mendengarkan berita.

Padahal kalau kita bandingkan, mana yang lebih dibutuhkan oleh manusia, ilmu agama ataukah berita? Tentu saja semuanya sepakat akan menjawab pengetahuan agama lebih kita butuhkan dibandingkan berita.

Anda bisa bayangkan andaikan waktu yang kita gunakan untuk membaca berita kita gunakan untuk membaca tafsir Al-Qur’an, atau kita gunakan untuk membaca Riyadhus Shalihin (Arab: رياض الصالحين) yang isinya kumpulan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tentu akan ada tambahan ilmu yang bermanfaat.

Lebih dari itu, jamaah.. Bahwasanya orang yang melakukan dzikrullah, salah satunya adalah dengan membaca Al-Qur’an atau membaca Tafsir Al-Qur’an, maka itu akan bisa menjadi penenang hati. Sangat berbeda ketika kita membaca berita. Kami sangat yakin, kita ketika membaca berita pasti selesai itu sakit hati. Apalagi muncul ketegangan dalam dunia politik. Sehingga kita lihat pengaruh buruknya, orang yang selesai membaca berita, entah dia komentar apa atau dia sakit hati. Sehingga berita ini sebenarnya adalah menambah penyakit bagi hati kita.

Makanya para ulama mengatakan:

ذكر المخلوق داء وذكر الخالق دواؤه

“Sering menyebut makhluk (isinya berita) adalah sumber penyakit dan sering menyebut Khaliq itulah obatnya.”

Karena itu kami mengajak kepada para jamaah, mari kita sayangi waktu kita, kita gunakan waktu yang singkat ini tidak habis untuk membaca berita, tapi kita manfaatkan untuk lebih banyak membaca ilmu agama.

Khutbah kedua Jumatan Berkualitas

Jamaah yang dimuliakan Allah,

3. Mendengarkan dengan seksama

Syarat yang ketiga, kata Ibnul Qayyim:

أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ

“dia mendengarkan dengan seksama”

Artinya dia pasang pendengarannya sebaik mungkin. Makanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang keras setiap tindakan ketika jumatan yang bisa menyebabkan orang tidak konsentrasi. Seperti di antaranya bermain kerikil, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Siapa yang mainan kerikil, maka gugur pahala jumatannya.” (HR. Muslim)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga melarang bicara dengan orang lain. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

“Kalau kamu mengatakan kepada temanmu pada hari jumat: Diam! Padahal imam sedang berkhutbah, maka sungguh kamu telah menggugurkan pahala jumatanmu.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Agar mereka terkondisi untuk fokus mendengarkan apa yang disampaikan oleh khatib, waktu jumatan tidak lama, kurang lebih hanya 10/15 menit, dalam kondisi pandemi lebih singkat. Sehingga sangat disayangkan kalau waktu yang singkat ini terkadang masih kita gunakan untuk sesuatu yang sia-sia.

4. Menyaksikan

Kemudian yang keempat:

وَهُوَ شَهِيدٌ

“Dan dia menyaksikan (fokus/konsentrasi dengan apa yang dia dengar).”

Kadang ada orang yang fisiknya di masjid tapi batinnya di warung, mungkin barangkali dia dalam kondisi lapar atau dia punya kegiatan lain yang masih terpikirkan dalam ingatannya sehingga fisiknya di masjid tetapi batinnya ada di tempat yang lain, maka dia tidak konsentrasi.

Sehingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kita sebelum jumatan agar ada persiapan, mandi biar lebih segar, gunakan minyak wangi biar tidak mengganggu samping kanan kirinya dan mengeluarkan bau yang harum dan seterusnya. Semua itu -jamaah yang dimuliakan Allah- punya tujuan besar, yaitu agar tausiyah yang disampaikan setiap pekan ini tidak hanya sebatas menjadi kalimat yang sia-sia dan tidak memberikan bekas bagi kita. Namun tausiyah yang disampaikan oleh para khatib setiap jumat -kalaupun kita tidak punya waktu untuk kajian dalam waktu sepekan- minimal inilah kesempatan terakhir. Jangan sampai jumatan kita sia-siakan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan jumatan kita jumatan yang lebih berkualitas, tidak hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban, tapi kita juga mendapatkan manfaat yang lebih besar dari itu.

Video Khutbah Jumat Tentang Jumatan Berkualitas

Sumber audio:

Mari turut menyebarkan link download kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: