Berikut pembahasan Kultum Singkat Ramadhan: Antara Puasa dan Korupsi yang disampaikan Ustadz Abdullah Zaen Hafidzahullahu Ta’ala.
Navigasi Catatan:
Transkrip Kultum Singkat Ramadhan: Antara Puasa dan Korupsi
Bismillahirahmannirrahim
Alhamdulillahi robbal’alamin wa sholatu wa shallamu’ala nabiyyin Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shobihi ‘ajmain. amma ba’du
Berbicara tentang hikmah dari puasa di bulan Ramadhan, tentu sudut pandang orang tentang hikmah dari puasa di bulan Ramadhan bermacam-macam. Hal tersebut tergantung tingkat pendidikan mereka, tingkat pemahaman mereka dan juga tergantung pula keimanan dan ketakwaan seseorang.
Misalnya hikmah Ramadhan menurut para penjual kelapa muda dadakan, biasanya banyak penjual kelapa muda yang di pinggir-pinggir jalan. Kita akan dapatkan mereka terutama menjelang buka puasa. Apa hikmahnya bulan Ramadhan buat mereka? Hikmahnya adalah “kami bisa nambah penghasilan yang…Masya Allah!.. cukup menggiurkan, sehingga kami bisa beli baju baru buat anak dan istri itu. Itulah kira-kira hikmah menurut para penjual kelapa muda.
Kalau hikmah menurut para pegawai apa? Di antara mereka mengatakan bahwa jam kerja menjadi lebih sedikit. Kita berangkat lebih siang dan pulang lebih gasik (lebih awal dari biasanya). Itu kira-kira mungkin menurut sebagian para pegawai tentang hikmah dari puasa di bulan Ramadhan.
Kalau anak-anak sekolah mungkin juga nggak jauh beda dengan para pegawai. Mereka juga sama, berangkatnya agak siang pulangnya agak gasik. Terus kalau penjahat mungkin dia juga menganggap ada hikmahnya. Jam kerja dia itu bisa dipindah ke malam hari karena siang harinya mungkin dia lemas karena dia berpuasa. Itupun kalau dia berpuasa.
Hikmah-hikmah yang tadi disebutkan di atas tentunya adalah hikmah yang dalam tanda kutip bersifat duniawi. Hanya kepentingan duniawi yang dipikirkan oleh orang-orang tersebut. Adapun orang-orang yang beriman tentu dia tidak berpikiran sesempit itu. Dia tidak hanya menjadikan kepentingan duniawi sebagai hikmah dari sebuah amalan, akan tetapi orang-orang yang beriman akan menjadikan Al-Quran dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hikmah dari amalan yang dia lakukan. Dimana hal itu bersumber dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sering kita dengar, sering diulang-ulang oleh para khotib di bulan Ramadhan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS. Al Baqarah[2]: 183)
Hikmah puasa menurut orang-orang yang beriman adalah untuk menggapai ketaqwaan. Nah, ketaqwaan itu sifatnya sangat luas. Kata para ulama, taqwa itu adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya, termasuk di antaranya adalah larangan yang sangat jelas yaitu korupsi.
Aneh memang di zaman kita ini, banyak sekali korupsi dilakukan bukan hanya oleh orang-orang yang jauh dari agama, tetapi korupsi ini telah mewabah ke dalam diri orang orang yang dekat dengan agama, bahkan di-ustadz-kan oleh masyarakatnya. Tentu ini sesuatu yang sangat memprihatinkan.
Kalau kita tanya mereka, orang-orang yang ber-korupsi, baik yang dekat dengan agama maupun yang tidak dekat dengan agama, “kalian puasa ngga sih di bulan Ramadhan? Tentu mereka akan mengatakan,”Iya, kami berpuasa!” Bahkan mungkin mereka marah ketika ditanya apakah mereka puasa atau enggak. Jawabannya pasti, “Jelas kami puasa, emang kami bukan Muslim!” Tapi apakah puasa yang dia lakukan itu telah membuahkan ketakwaan? Kalau misalnya dia puasa atau sudah puasa, tapi masih korupsi berarti ada sesuatu yang keliru dalam puasanya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah hadits Qudsi bahwanya Allah berfirman :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فإنهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Seluruh amalan bani Adam itu adalah milik dia kecuali puasa, adapun sesungguhnya puasa itu adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan pahala atas puasa tersebut.” (HR. Muslim)
Nabi menyampaikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjelaskan tentang sebuah keistimewaan yang dimiliki oleh ibadah puasa yang itu tidak dimiliki oleh ibadah yang lainnya. Apa itu? Allah Subhanahu wa Ta’ala mengistimewakan puasa dengan mengatakan “puasa itu untukKu dan Akulah yang akan memberikan secara langsung pahala atas puasa itu.”
Kemudian yang jadi pertanyaan, apa sih perbedaannya antara puasa dengan ibadah-ibadah yang lainnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan seterusnya?
Yang membedakan antara puasa dengan ibadah lainnya adalah di dalam ibadah puasa terdapat kejujuran seorang insan yang sangat mendominasi dirinya. Sekarang kalau misalnya orang berpuasa atau tidak berpuasa yang tahu siapa? Ya yang tahu adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dirinya sendiri. Mungkin saja ada orang yang tidak puasa, misalnya dia kesiangan kemudian dia bangun jam 6.30, tentunya waktu sudah habis dan terlanjur dia makan nasi goreng sampai kenyang. Kemudian sisa-sisa minyaknya dia bersihkan sampai tidak tersisa sedikitpun tanda-tanda orang baru makan. Setelahnya dia berangkat ke kantor menampakan diri. Berangkat dalam keadaan lemas, matanya agak kuyu seakan-akan dia berpuasa. Apakah teman-teman di kantornya tahu? Tidak tahu!!
Jadi didalam ibadah puasa, kejujuran seorang hamba itu sangat dominan manakala dia menjalankan ibadah tersebut. Adapun shalat, orang bisa melihatnya. Apalagi berhaji, orang bisa melihatnya dan seterusnya. Tapi puasa, ketika seorang insan puasa, tidak makan dan tidak minum sementara dia mampu untuk makan dan minum manakala tidak dilihat orang orang lain. Sebenarnya disini kita sedang digembleng oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita itu jujur dan ikhlas di dalam menjalankan ibadah kepada Allah.
Seandainya seorang hamba mempraktikkan kejujuran ini bukan hanya ketika dia berpuasa saja, tapi ketika dia menjalankan amanah, ketika dia menjalankan pekerjaan, ketika dia menjalankan tugas, berarti orang tersebut dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencapai sebuah hikmah yang sangat agung dari berpuasa.
Oleh sebab itu kalau misalnya Anda sudah berpuasa tapi anda masih korupsi, berarti puasa Anda ini belum benar. Dan korupsi ini bukan hanya berlaku dalam masalah uang saja. Termasuk dalam masalah waktu. Jadi korupsi itu bukan hanya masalah uang atau materi saja, waktu juga.
Kalau kita cermati, puasa seperti halnya ibadah-ibadah yang lainnya. Yaitu ada start ada finish. Shalat, ada waktu awalnya dan ada waktu akhirnya. Haji juga sama, waktunya yang sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Zakat juga ada, dilakukan pertahun dan ada aturannya. Begitu pula puasa, puasa juga ada start dan finish, ada awalnya dan ada akhirnya. Awalnya dimulai puasa dengan terbitnya fajar shadiq dan diakhiri dengan terbenamnya matahari. Seorang hamba nggak boleh menambah waktu puasa tersebut. Misalnya dia ingin pahalanya lebih banyak, dia ingin puasanya sampai Isya’, makanan sudah ada di hadapan dia. Namun dia ingin menambah amalannya lebih banyak lagi. Maka ini Nggak bisa! Karena puasa itu sudah diatur waktunya.
Jadi di sini seorang insan berusaha untuk tepat waktu dalam puasanya. Awalnya dia tepat, bukanya juga demikian. Sebenarnya ini merupakan sarana untuk mendidik kita agar kita bisa tepat waktu. Didalam pekerjaan kita, kita pun juga tepat waktu. Ketika kita sudah terbiasa untuk tepat waktu di dalam berpuasa kita, kita terbiasa untuk awal waktunya, kita tidak mundur, akhir waktunya juga tidak mundur, kemudian juga di dalam buka puasa kita seperti itu pula, ketika sahur juga seperti itu, seharusnya ketika bekerja juga seperti itu.
Sekarang kenyataannya tidak, kan? Banyak orang-orang yang berpuasa, amat disayangkan ketika mereka berpuasa tepat waktu namun ketika masuk kerja nggak tepat waktu. Seharusnya masuk masuk jam 7, dia berangkatnya jam 8. Seharusnya pulangnya jam 2, dia pulangnya jam 12. Korupsi waktu dia! Tapi anehnya, giliran dia minta hak, dia ingin mendapatkan gaji! Anehnya, dia nggak mau di-korting gajinya! Ketika masuk waktu untuk bekerja, dia minta dikorting, ketika mendapatkan gaji nggak mau di-korting. Itu kan curang!
Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata dalam Surat al-Muthaffifin : 1-3
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
“Celakalah orang-orang yang berbuat curang!”
Siapakah mereka yang curang ?
الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi.
Orang-orang yang curang adalah orang-orang yang apabila menimbang buat orang lain dia berbuat curang tapi ketika dia minta ditimbang oleh orang lain, dia ingin jujur. Nggak adil dia!
وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
Ketika sama orang lain dia berbuat buruk ketika untuk kepentingan dirinya sendiri dia nggak mau diburuki. Ngga boleh seperti itu, itu kecurangan!
Maka puasa sebenarnya adalah salah satu ibadah yang bisa mengikis perilaku-perilaku negatif seorang insan dan itulah orang-orang yang telah berhasil dalam puasanya. Jadi ada korelasi yang sangat erat antara puasa dengan upaya untuk mengikis keinginan untuk menyelewengkan tugas. Entah itu berbentuk korupsi yang bersifat materi atau korupsi yang bersifat waktu dan yang semisalnya.
Wallahu’alam bi showab.. Wassalamualaikum
Video Kultum Singkat Ramadhan: Antara Puasa dan Korupsi
Catatan Kultum Singkat Ramadhan: Antara Puasa dan Korupsi
Materi ceramah singkat ini diambil dari video rekaman Yufid TV dengan judul asli Video Ceramah Kultum Ramadhan 2013: Antara Puasa dan Korupsi – Ustadz Abdullah Zaen, MA. (umn-012)
Komentar