Kultum Singkat Tentang Orang Tua Pemadam Kebakaran

Materi 35 – ‘Ujub dengan Penampilan
Materi 71 – Tawadhu’ Terhadap Anak Kecil
Materi 34 – ‘Ujub dengan Nasab Anak Keturunan

Kultum Singkat Tentang Orang Tua Pemadam Kebakaran ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, Lc. M.A. Hafidzahullah

Transkrip Kultum Singkat Tentang Orang Tua Pemadam Kebakaran

Bismillahhirahmannirrahim Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin wa Sholatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi waashabihi ajma’in. Amma ba’du.

Bapak-bapak dan ibu-ibu, kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati, “orang tua pemadam kebakaran”. Apakah anda termasuk tipe orang tua pemadam kebakaran? dan siapakah mereka?

Kalau kita cermati, pemadam kebakaran, mereka itu sibuk manakala ada kebakaran. Ketika ada kebakaran, mobil sekian puluh dikerahkan, mereka bekerja mati-matian, keringat bercucuran, itulah ketika ada kebakaran. Ketika tidak ada kebakaran, apa yang mereka lakukan? santai di kantor, menunggu sampai ada pemberitahuan akan adanya kebakaran, itulah tipe pemadam kebakaran.

Terus orang tua yang punya tipe seperti pemadam kebakaran, kayak apa? Orang tua yang punya tipe seperti pemadam kebakaran adalah orang tua yang ketika anaknya melakukan ulah, maka dia akan marah, dia akan bergerak, akan berbicara, dia akan menasehati anaknya tidak ada habisnya. Tetapi ketika anaknya melakukan kebaikan, dia diam-diam saja dan santai, seakan tidak ada apa-apa. Itulah orang tua tipe pemadam kebakaran.

Terus kenapa kalau misalnya ada orang tua yang punya tipe seperti itu? sebelum itu ditanya, kita jawab anda punya anak? anak anda laki-laki semua? bagaimana? sering berkelahi? wajar antara kakak dan adik sering berkelahi, laki-laki apalagi, terus apa yang anda lakukan ketika anak anda sedang berkelahi, sedang rebutan mainan, sedang rebutan makanan, apa yang anda lakukan? Mungkin ada orang tua yang mengatakan, saya marahi, bahkan saya pukul, oke itu yang anda lakukan ketika anak tidak akur. Lantas apa yang anda lakukan ketika anak sedang akur? lagi main bareng, si adik mau meminjamkan mainannya kepada si kakak, si kakak mau berbagi makanan kepada si adik, inilah berarti anda itu orang tua bertipe pemadam kebakaran.

Kalau misalnya seperti itu, ketahuilah wahai para orangtua, tipe yang seperti itu biasanya tidak menyelesaikan masalah, justru akan mengakibatkan anak semakin menjadi-jadi dalam tingkah polahnya. Kenapa kok bisa? iya kan anak merasa dia mendapatkan perhatian dari orang tuanya manakala dia berulah, dan ketika dia tidak berulah, orang tuanya tidak peduli sama dia, orang tuanya diam saja, tidak mengapresiasi kebaikannya. Akhirnya anak paham bahwa saya berulah seakan diperhatikan sama orang tuanya, orang tua saya akan berbicara sama saya kalau kayak gitu. Akhirnya menjadi kontraproduktif, kita pengin anak kita menjadi baik, justru dengan cara yang keliru anak kita malah semakin tidak baik, dan ini yang kerugian pertama.

Kerugian yang kedua adalah, anak kita menjadi tidak faham mana sebenarnya yang baik. Ketika dia melakukan kebaikan, ketika dia sedang akur dengan kakaknya atau dengan adiknya, dibiarkan saja, anak tak paham apakah ini baik atau buruk, karena tidak ada pujian, tidak ada hukuman, akhirnya barometer kebaikan dan keburukan agak buram di mata dia.

Dengan seperti ini apakah kita mengajarkan kalau anak melakukan kesalahan dibiarkan, sebagaimana kita membiarkan anak melakukan kebaikan? maaf bukan itu yang saya maksud, bukan itu yang saya tuju, tidak!.

Islam mengenal adanya amar ma’ruf nahi mungkar, memerintahkan kepada yang baik, mencegah dari kemungkaran. Ketika melihat kemungkaran di rumah kita, kita perlu menegur. Tapi kebanyakan dari kita adalah menegur ketika ketika anak sudah melakukan kesalahan, apakah kita pernah berpikir bagaimana caranya kita menegur anak sebelum dia melakukan kesalahan? Orang mengatakan, pencegahan lebih baik daripada pengobatan, sebelum dia sakit kita cegah lebih dahulu, itulah yang kita inginkan. Apa keuntungannya kalau kita mengingatkan anak sebelum dia melakukan kesalahan? keuntungannya kalau anak belum melakukan kesalahan, kondisi emosional dia sedang stabil. Ketika dia sedang stabil seperti itu, dia lebih mudah untuk menerima apa yang kita sampaikan. Ketika dia sedang stabil, kita sampaikan, kita nasehatin, dia cenderung menerima.

Beda ketika dia sedang melakukan kesalahan, ketika dia sudah melakukan kesalahan akan labil, ada perasaan khawatir, ada perasaan takut, ada perasaan malu, ada perasaan minder karena melakukan kesalahan. Ketika dia sedang labil seperti itu anak kita sangat rentan untuk ditegur, makanya biasanya ketika anak kita kondisinya emosionalnya sedang stabil, kemudian kita ingatkan, biasanya lebih mudah diterima oleh anak daripada ketika kondisi emosionalnya sedang labil.

Sumber permasalahannya dimana? adanya kenapa kok sebagian orang tua itu punya perilaku seperti pemadam kebakaran? Sumber permasalahannya ada di dalam anggapan bahwa ketika anak melakukan kebaikan itu wajar, sudah sewajarnya anak melakukan kebaikan, karena itu wajar maka tidak perlu diapresiasi. Sumbernya disini, padahal sebenarnya tidak demikian. Ketika anak melakukan kebaikan perlu kita apresiasi, misalnya ketika kita punya dua anak laki-laki sama perempuan, atau perempuan sama perempuan, atau laki-laki sama laki-laki, biasanya bertengkar, suatu saat kita melihat anak kita akur, kita puji dia, “Masya Allah begini dong anaknya Bapak sama Ibu, Masya Allah, akur, rukun, ini lho dalam islam tuh kayak gini yang diperintahkan, sesama Muslim saja kita diperintahkan untuk berbuat baik apalagi sesama saudara yang muslim, sama kakak sama adek, gini lho yang diajarkan sama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”. Kalau perlu dibawakan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوْقِرْ كَبِيْرَنَا

“Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak menghormati orang yang besar.” (HR. Tirmidzi, Shahih Jami’ 2/5445 Ash Shahihah 2190)

Jadi sumber permasalahannya adalah ketika orang tua menganggap bahwa perilaku baik itu biasa, dan tidak perlu diapresiasi, dan ini keliru. Orang-orang yang seperti ini, orang-orang yang punya perilaku dan anggapan seperti ini, itu seperti seorang hamba yang menyikapi Allah Subhanahu wa Ta’ala akan berbuat baik. Beribadah kepada Allah ketika lagi susah saja, ketika lagi senang dia biasa -tidak ibadah-, lagi dapat nikmat, lagi sehat, ya biasa aja -tidak ibadah kepada Allah-. Kemudian giliran lagi ditimpa musibah, dan dia sakit, giliran dia jatuh pailit, giliran dia lagi rugi, giliran dia dapat musibah, ia mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini kan mirip, mirip keadaannya dengan seperti itu. Orang-orang ini sebenarnya tidak paham, antara sebab dan akibat, ketahuilah bahwasanya munculnya perilaku-perilaku negatif dari diri anak kita, itu adalah akibat dari tidak di apresiasinya perilaku baik sang anak. Dan ketahuilah, bahwa musibah-musibah yang menimpa kita, akibat kita tidak bersyukur manakala kita mendapatkan nikmat dari Allah Jalla wa ‘Ala.

Makanya Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpesan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim, dan hadits ini dinilai Shahih oleh Imam Albani, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة

“Ingatlah Allah, kenalilah Allah ketika kalian sedang dalam keadaan lapang, niscaya Allah akan mengingat kalian saat di dalam keadaan susah.”

Maka wahai para orang tua, jadilah orang tua yang mengapresiasi pada anak, jangan cuma jadi orang tua yang memperhatikan sisi buruk sang anak.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat untuk kita sekalian.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Video Kultum Singkat Tentang Orang Tua Pemadam Kebakaran

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: