Muhadharah Kubra Ke-1: Menggapai Surga Dengan Ilmu

Muhadharah Kubra Ke-1: Menggapai Surga Dengan Ilmu

Materi 63 – Hamba Tawadhu’ akan Terkenal di Hari Kiamat dengan Memakai Baju Keimanan Terindah
Materi 49 – Hakikat Tawakal
Materi 45 – Tawakal untuk Perdamaian, Ibadah, dan Menghadapi Musibah

“Muhadharah Kubra Ke-1: Menggapai Surga Dengan Ilmu” ini adalah transkrip kajian yang dibawakan oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.s Hafizhahullahu Ta’ala.

Muhadharah Kubra Ke-1 – Menggapai Surga Dengan Ilmu

Kenikmatan yang Lebih Baik dan Lebih Langgeng

Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pada malam hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan di majelis yang kita berharap semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas menghadiri majelis ini.

Dalam rangka melaksanakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Az-Zariyat[51]: 55)

Materi pada pertemuan kali ini adalah menggapai surga Allah ‘Azza wa Jalla dengan menuntut ilmu agama. Sebagaimana masing-masing dari kita menginginkan kenikmatan. Semakin besar dan lama kenikmatan tersebut kita rasakan, tentunya semakin sempurna kenikmatan tersebut.

Dan ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan kenikmatan yang lebih baik, lebih kekal, dan lama seorang hamba rasakan, yaitu kenikmatan di akhirat , di surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

بَلۡ تُؤۡثِرُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا (١٦) وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰٓ (١٧)

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la[87]: 16-17)

Dia (surga) lebih baik dari pada kenikmatan-kenikmatan yang manusia rasakan di dunia. Dan ternyata lebih lama dan lebih langgeng, bahkan selamanya penduduk surga rasakan di dalam surga.

Kesuksesan yang sebenarnya adalah ketika seseorang bisa masuk ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bisa merasakan kenikmatan yang lebih baik dan langgeng tersebut. Inilah kesuksesan yang harus kita cari.

Kesuksesan yang Sebenarnya

Adapun kesuksesan yang ada di dunia itu hanyalah sesuatu yang melalaikan, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ

“Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 185)

Dalam pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang yang sukses dan beruntung yang sebenarnya itu adalah yang selamat dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Bukan orang yang berhasil mengumpulkan uang yang banyak atau sukses karirnya di dunia. Yang sukses di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah yang bisa sukses selamat dari adzab-Nya lalu masuk ke dalam surga-Nya.

Adapun kehidupan dunia kata Allah ‘Azza wa Jalla adalah

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid[57]: 20)

Jabatan yang melalaikan, harta dunia yang melalaikan, dan keluarga yang juga melalaikan. Kesuksesan yang sebenarnya adalah bisa masuk ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kenikmatan yang Tidak Terbayangkan

Betapa banyak ayat dalam Al Qur’an ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kemudian disebutkan bahwa itu adalah keuntungan yang besar.

ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus[10]: 64)

Dan kenikmatan yang ada di dalam surga adalah kenikmatan yang tidak terbayangkan. Bagaimanapun seseorang membayangkan bagaimana kenikmatan yang ada di sana, maka dia tidak akan mungkin bisa membayangkan yang sebenarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyembunyikan kenikmatan yang ada di sana. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla;

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّآ أُخْفِىَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah[32]: 17)

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“Aku telah sediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih; kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbetik di dalam hati manusia.” (HR. Bukhari)

Kita masing-masing dengan mata kita telah banyak melihat berbagai kenikmatan yang mungkin belum pernah orang lain lihat. Dan juga, banyak kenikmatan yang telah orang lain lihat namun kita sendiri belum pernah melihatnya. Sedangkan apa yang ada di dalam surga adalah kenikmatan-kenikmatan yang kita bersama belum pernah melihatnya. Seandainya seseorang tidak melihat, mungkin ia pernah mendengar kenikmatan yang ada di tempat yang nun jauh di sana.

Maka kenikmatan yang ada di dalam surga, kita tidak pernah mendengarkan kenikmatan tersebut. Itu adalah kenikmatan yang besar. Belum pernah manusia melihatnya dan belum pernah manusia mendengarnya. Bahkan tidak pernah terbetik di dalam hati manusia. Sejak manusia pertama sampai manusia terakhir yang mereka sudah membayangkan dan terbetik di dalam hatinya berbagai kenikmatan. Maka ketahuilah bahwa kenikmatan-kenikmatan yang ada di sana itu tidak pernah terbetik di dalam hati manusia.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan dalam haditsnya;

فاقْرأُوا إنْ شِئْتُمْ : فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ

“Bacalah firman Allah Ta’ala, ‘Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang mata’. (QS. As-Sajdah[32]: 17)” (HR. Bukhari)

Ini menunjukkan tentang begaimana besarnya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan bagi orang-orang beriman di dalam surga.

Di Antara Kenikmatan Surga

1. Melihat Allah

Kenikmatan surga yang paling besar adalah melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

“Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (QS. Qaf[50]: 35)

Maksud dari tambahan di sini adalah melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya yang lain;

لِّلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ ٱلۡحُسۡنَىٰ وَزِيَادَةٞۖ

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS. Yunus[10]: 26)

2. Kenikmatan Makanan dan Berkumpul Dengan Keluarga

Kenikmatan surga selanjutnya adalah kenikmatan buah-buahan, makanan, minuman, istana, pelayan, istri-istri, dan berkumpul bersama keluarga yang juga beriman. Serta kenikmatan-kenikmatan yang lain yang tidak bisa kita sebutkan pada muhadharah yang singkat ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡهَا مِن ثَمَرَةٖ رِّزۡقٗا قَالُواْ هَٰذَا ٱلَّذِي رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَٰبِهٗاۖ

“Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu (di dunia)”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa.” (QS. Al-Baqarah[2]: 25)  (QS. Al Baqarah: 25)

Apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan tentang kenikmatan seperti buah-buahan, makanan dan minuman, istana, pelayan, dan yang lainnya, itu hanyalah penyebutan namanya saja yang sama. Sedangkan hakikatnya berbeda dengan yang ada di dunia. Berkata ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu:

ليس في الدنيا مما في الجنة إلا الأسماء

“Tidak ada apapun yang ada di dunia dibandingkan dengan apa yang ada di akhirat kecuali hanya namanya saja.”

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwasanya di sana ada sungai-sungai, maka itu hanya namanya saja yang sama. Adapun hakikatnya jelas berbeda. Sungai yang ada di surga itu berbeda dengan surga yang ada di dunia.

Di antara hal yang menunjukkan tentang dahsyatnya kenikmatan yang ada di surga yaitu di dalam sebuah hadits;

Akan didatangkan seorang muslim (penduduk surga) yang paling sengsara di dunia ini. Kemudian dia dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan, dan ditanya,

يا ابن آدمَ هل رأيتَ بؤساً قط؟ هل مَرَّ بك من شدة قط؟ فيقولُ: لا والله يا ربِّ ما رأيتُ بؤساً ولا مرّ بِي مِنْ شدةٍ قَطُّ

‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan keburukan sekali saja? Apakah engkau pernah merasakan kesulitan sekali saja?’ Ia menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb-ku! Aku tidak pernah merasakan keburukan sama sekali dan aku tidak pernah melihatnya tidak pula mengalaminya.” (HR. Muslim no. 2807)

Padahal dia baru sekali saja dicelupkan ke dalam surga. Namun ternyata kesusahan yang sangat yang dia rasakan di dunia, langsung hilang dan terlupakan dengan dia mengatakan tidak pernah merasakan kesusahan.

Mahalnya Surga

Para ikhwan dan akhawat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan,

Itulah gambaran surga yang begitu nikmat. Dan ternyata surga bukanlah sesuatu yang murah dan mudah untuk mendapatkannya. Surga adalah barang dagangan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat mahal. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ غَالِيَةٌ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ الْجَنَّةُ

“Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, barang dagangan Allah itu adalah surga.” (Hadits shahih riwayat At Tirmidzi dan Hakim)

Yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jual kepada orang-orang yang beriman adalah nikmat yang sangat banyak, besar, dan selama-lamanya. Dan tentunya dia adalah nikmat yang sangat mahal.

Surga Dikelilingi Sesuatu yang Dibenci

Ditambah lagi, surga yang penuh oleh kenikmatan tadi yang akan selama-lamanya penduduk surga rasakan, ternyata dia terkelilingi oleh sesuatu yang dibenci oleh hawa nafsu manusia. Dan masing-masing dari kita memiliki hawa nafsu. Surga yang sedemikian mahalnya, sekelilingnya tertutupi oleh segala sesuatu yang manusia benci. Dan ini ujian tersendiri.

Kalau kita ingin masuk dan sampai ke surga, maka kita harus melawan dan harus bisa menundukkan hawa nafsu kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ، وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ

“Neraka ditutupi (dikelilingi) dengan sesuatu yang diinginkan hawa nafsu (syahwat), dan surga ditutupi (dikelilingi) dengan sesuatu yang dibenci (hawa nafsu).” (Muttafaqun ‘alaih)

Syahwat mengelilingi neraka karena dia sesuai dengan hawa nafsu manusia. Betapa banyak orang yang mengikuti syahwatnya, tapi akhirnya di dalam sana akibatnya adalah adzab.

Adapun surga, dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu manusia. Sehingga jika dia ingin masuk ke dalam surga, dia harus bisa mengendalikan hawa nafsunya. Sehingga dia bisa bersabar meskipun itu adalah sesuatu yang hawa nafsunya benci. Hal itu (bersabar) harus kita lakukan agar bisa menembus benteng tadi dan kita bisa sampai kepada surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan orang yang berakal akan melihat jauh ke depan. Apa akhir dari perkara ini jika ini adalah perkara yang baik. Dan itulah yang merupakan kenikmatan yang kekal dan dahsyat. Maka orang yang berakal akan mendahulukan kenikmatan tersebut. Serta dia akan meninggalkan hawa nafsunya.

Allah Mudahkan Masuk Surga bagi Penuntut Ilmu

Para ikhwan dan akhawat sekalian,

Surga yang sedemikian mahalnya dan dikelilingi oleh sesuatu yang dibenci hawa nafsu, yang itu merupakan kesulitan tersendiri, ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan kemudahan untuk mendapatkannya bagi orang-orang yang mau menuntut ilmu agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Dan barang siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu di dalamnya, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Alhamdulillah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan jalan keluar di sana. Ternyata untuk mudah masuk ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat mahal tadi yang dikelilingi rintangan, dimudahkan untuk para penuntut ilmu berdasar hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.

Dia menempuh sebuah jalan dan يَلْتَمِسُ . يَلْتَمِسُ yaitu mencari. Dia mencari ilmu di dalamnya. Mencari berarti dia benar-benar datang untuk mencari ilmu agama dan mengetahui apa yang ada di dalam agama ini, bertanya, mencatat, dan berusaha untuk memahami. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan dia, dengan sebab dia mau menempuh jalan menuntut ilmu tadi, ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mengapa Bisa Demikian?

Apa hubungan antara ilmu dengan (dimudahkannya) masuk surga? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kalian disebabkan amal-amal yang dahulu kalian kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 72)

Ayat ini dan ayat lain yang serupa maknanya, menunjukkan bahwa amalan shalih (yang dikerjakan ketika di dunia) adalah sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Dan surga bukan sebagai pengganti dari amalan yang kita kerjakan.

Amalan yang kita kerjakan di dunia untuk mengganti nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dunia saja tidak akan cukup. Maka bagaimana bisa amalan tersebut mengganti nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surga yang kekal, tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati manusia?

Maka jelaslah bahwa surga bukan pengganti dari amalan yang kita kerjakan. Amalan kita tidak bisa mengganti surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ. قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لاَ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ

“Salah seorang dari kalian amalannya tidak akan memasukkan dirinya ke dalam Surga.” Para Shahabat bertanya, “Bukan pula engkau ya Rasulullah?” Jawab Nabi, “Tidak pula aku. Kecuali Allah memberikan aku karunia dan juga rahmat-Nya.” (HR. Bukhari)

Dari perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, artinya adalah bukanlah amalan yang memasukkan ke surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Melainkan karena karunia dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Amalan Yang Merupakan Sebab Masuk Surga

Sekarang kalau kita telah mengetahui amalan adalah sebab yang memasukkan seseorang ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala, amalan apakah yang bisa menjadi sebab masuknya seseorang ke dalam surga? Apakah sembarang amalan?

Jawabannya adalah amalan yang merupakan sebab masuknya seseorang ke dalam surga adalah amalan dia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala terima. Karena amalan itu ada yang diterima ada yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lalu amalan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala terima itu yang bagaimana? Yaitu amalan yang memenuhi dua syarat. Kalau satu di antara dua syarat ini tidak ada, atau bahkan keduanya tidak ada, maka tidak akan Allah Subhanahu wa Ta’ala terima. Yakni ikhlas dan mutaba’ah.

1. Ikhlas

Ikhlas dia mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ikhlas berkaitan dengan hati seseorang, sedangkan mutaba’ah berkaitan dengan zahir seseorang. Untuk diterima amal seseorang harus baik batinnya dan juga baik zahirnya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺗَﺒَﺎﺭَﻙَ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃَﻧَﺎ ﺃَﻏْﻨَﻰ ﺍﻟﺸُّﺮَﻛَﺎﺀِ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙِ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﺃَﺷْﺮَﻙَ ﻓِﻴﻪِ ﻣَﻌِﻲ ﻏَﻴْﺮِﻱ ﺗَﺮَﻛْﺘُﻪُ ﻭَﺷِﺮْﻛَﻪُ

“Aku adalah Dzat yang paling tidak butuh terhadap sekutu. Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan dia menyekutukan Aku di dalam amalan tersebut, maka Aku akan meninggalkan dia dan sekutunya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Para ulama menjelaskan bahwa “meninggalkan” maknanya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menerima amalan tersebut dan tidak memberinya pahala. Mengapa demikian? Karena ia tidak ikhlas dalam beramal. Yang Allah Subhanahu wa Ta’ala inginkan adalah seseorang beramal hanya untuk mengharapkan pahala dari-Nya. Maka jika tidak ikhlas, tidak akan Allah Subhanahu wa Ta’ala terima.

2. Mutaba’ah

Adapun mutaba’ah, dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang terkenal :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Amalan yang tidak ada dalilnya, maka amalan tersebut tertolak yaitu tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala terima. Meskipun mungkin dia ikhlas melakukannya. Akan tetapi karena dia tidak mutaba’ah, tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akhirnya amalan dia tertolak. 

Dari sini para ulama menyimpulkan bahwa amalan bisa Allah Subhanahu wa Ta’ala terima jika memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah.

3. Menuntut Ilmu Agama

Bagaimana cara agar kita dapat beramal dengan ikhlas lillahi Ta’ala dan mutaba’ah, benar-benar mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam beramal? Maka cara yang pertama dan paling utama adalah dengan menuntut ilmu agama. Dengan menuntut ilmu agama, maka kita akan mendapatkan keikhlasan dan mengetahui lebih jauh tentang sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bagaimana kita bisa ikhlas kalau kita tidak mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebaik-baiknya? Dan bagaimana kita bisa mutaba’ah, mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau kita malas untuk menuntut ilmu agama?

Di antara faedah menuntut ilmu agama adalah agar kita meraih keikhlasan dan agar kita benar-benar bisa mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mungkin ada sebagian dari kita yang di awal menuntut ilmu agama, dia tidak ikhlas. Dia menginginkan demikian dan demikian. Akan tetapi jika ia terus istiqamah dalam menuntut ilmu agama, lama-kelamaan ilmu tersebut akan menuntun dia untuk mengikhlaskan amalannya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dia akan belajar tentang nama-nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia akan mempelajari bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui apa yang ada di dalam dada-dada manusia. Pun dia akan mengetahui bahwasanya tidak ada manfaatnya seseorang meminta pujian dari manusia. Dia akan membaca ayat dan hadits yang mengharuskan dia untuk ikhlas.

Sebagian ulama salaf mengatakan:

طلبنا العلم لغير الله فأبى إلا أن يكون لله

“Kami dahulu di awal menuntut ilmu, bukan karena Allah. Tetapi lalu kami ketahui ilmu tersebut enggan kecuali kami berniat karena Allah.”

Mungkin di awal mereka menuntut ilmu hanya untuk bersaing dengan temannya, bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi mereka terus belajar. Dan setelah mendalami ilmu, mereka bisa belajar bagaimana mengikhlaskan amalan ini hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jadi kalau memang kita ingin ikhlas, dan itu adalah syarat diterimanya amalan, maka kita harus menuntut ilmu. Kita belajar tentang aqidah, nama dan sifat Allah, tauhid, kesyirikan, dan lainnya.

Demikian pula dengan mutaba’ah. Kita bisa benar-benar wudhu dan shalat yang sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau kita mempelajari bagaimana beliau berwudhu dan melakukan shalat. Mempelajari hadits-hadits dan ayat-ayat tentang wudhu dan shalat.

Maka kesimpulannya adalah kita bisa memenuhi kedua syarat tadi, yaitu ikhlas dan mutaba’ah, caranya adalah dengan menuntut ilmu agama.

Tempuhlah Jalan

Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama menempuh jalan ilmu ini agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita untuk masuk ke dalam surga-Nya. Kalau kita menempuh jalan ini, maka in syaa Allah kita akan sampai kepada keikhlasan dan mutaba’ah di dalam beramal shalih. Dan jalan yang ditempuh yang dalam hadits tadi sebutkan;

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا…

“Dan barang siapa yang menempuh sebuah jalan…”

Para ulama menjelaskan bahwa ini ada dua makna, yaitu;

1. Jalan Hakiki

Jalan dalam arti kata yang sebenarnya. Yaitu dia berjalan kaki atau menaiki kendaraan untuk menuju ke tempat ia menuntut ilmu agama. Maka ini termasuk di dalam hadits.

2. Jalan Maknawi

Jalan dalam arti; cara untuk mendapatkan ilmu agama tanpa harus melakukan perjalanan fisik. Mungkin saja seseorang di rumahnya atau di depan handphonenya, atau komputernya. Dan dia menempuh sebuah cara di situ untuk mendapat ilmu agama. Maka ini juga termasuk ke dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut.

Aturan Di Jalan Ilmu

Dan yang perlu kita ketahui dan perhatikan di sini adalah kalau kita memang sudah meniatkan diri kita untuk menempuh jalan ilmu ini, yang dengannya kita ingin memenuhi dua syarat diterimanya amal shalih dan menjadi sebab diterimanya seseorang masuk ke dalam surga, maka kita harus memperhatikan aturan yang ada di jalan ilmu ini. Di antaranya:

1. Sedikit Demi Sedikit

Ilmu tidak didapatkan secara langsung oleh seseorang. Tetapi ia ditempuh dan dicari sedikit demi sedikit.

2. Dahulukan Yang Lebih Penting

Hendaknya kita mendahulukan ilmu-ilmu yang wajib seorang muslim ketahui. Berupa ilmu tauhid, aqidah, dan kewajiban fardhu ’ain yang harus dia laksanakan sebagai seorang muslim.

3. Carilah Guru Ahlussunnah

Karena ilmu ini didapatkan dengan cara talaqqi. Kita harus belajar dari seorang guru. Bukan kita belajar secara otodidak dalam mempelajari ilmu ini.

4. Bersabar

Bersabar dalam menuntut ilmu. Karena sesuatu yang akan kita cari ini adalah mahal, yaitu surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kita diharuskan untuk bersabar dalam menempuh jalan ini. Para ulama terdahulu mampu bersabar dalam menuntut ilmu karena mengetahui bahwa ilmu ini menjadi sebab mudahnya mereka untuk mendapatkan surga.

5. Mengamalkan

Kembali kepada niat awal menuntut ilmu untuk mengamalkan ilmu tersebut. Karena kita telah mengetahui bahwa amal shalih yang kita kerjakan adalah sebab masuk ke dalam surga. Amal shalih yang terpenuhi dua syarat.

Dan aturan-aturan lain yang telah dibahas oleh para ulama di dalam kitab-kitab khusus yang membahas seputar adab-adab para penuntut ilmu.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita semua untuk masuk ke dalam surga-Nya. Dan menjadikan kita istiqamah di atas Islam dan di atas sunnah ini sampai kita meninggal dunia. Mungkin itu yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini.

Video Muhadharah Kubra Ke-1: Menggapai Surga Dengan Ilmu

Sumber video: HSI Abdullahroy

Mari turut menyebarkan kultum tentang “Muhadharah Kubra Ke-1: Menggapai Surga Dengan Ilmu” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: