Tidak Boros dan Tidak Pelit dalam Berinfak

Tidak Boros dan Tidak Pelit dalam Berinfak

Artikel tentang tidak boros dan tidak pula pelit dalam berinfak ini  merupakan sifat ‘Ibadurrahman yang keempat. Disarikan dari ceramah agama Sifat-Sifat ‘Ibadurrahman Kitab karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr Hafidzahullahu Ta’ala.

Artikel sebelumnya: Takut dan Khawatir dengan Siksa Neraka Jahanam

Pembahasan Artikel Tentang Tidak Boros dan Tidak Pelit dalam Berinfak

Pertengahan dalam berinfak, dalam membelanjakan harta, tidak boros dan tidak pula pelit. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا ﴿٦٧﴾

Dan ‘Ibadurrahman adalah orang-orang jika mengeluarkan harta mereka tidak boros dan tidak pelit namun diantara dua hal tersebut mereka berada.” (QS. Al-Furqan[25]: 67)

Maka diantara sifat dan karakter ‘Ibadurrahman adalah pertengahan dalam masalah membelanjakan harta, tidak boros dan tidak pelit. Karena mereka mempunyai kesadaran penuh bahwasannya Allah akan memintai pertanggungjawaban kepada mereka pada hari kiamat nanti tentang nikmat harta yang telah Allah berikan kepadanya. Sebagaimana shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi, beliau bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ

“Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya (waktunya) untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan.”

Allah akan tanya tentang umur. Untuk apa tahun yang telah Allah berikan? Bulan, pekan, hari, jam yang Allah berikan kepadanya, apakah dihabiskan untuk hal yang manfaat ataukah untuk hal-hal yang sia-sia? Maka kita harus menyiapkan jawaban untuk ini.

Allah akan tanya tentang ilmu. Tentang apa yang telah dia lakukan dengan ilmu. Dan pertanyaan ini tidak khusus untuk Ustadz, untuk Kyai dan semacam itu, namun setiap Muslim. Karena setiap Muslim mendapatkan ilmu, boleh jadi lewat pengajian, lewat khutbah Jum’at, lewat bacaan yang dia baca, maka Allah akan tanyakan ilmu yang telah sampai kepadanya, sejauh mana diamalkan?

Allah akan tanya tentang hartanya. Dan khusus tentang harta, pertanyaannya ada dua. Lain dengan hal-hal yang lain, pertanyaannya hanya satu. Dari manakah dia mendapatkannya dan dalam hal apakah dia belanjakan?

Allah akan tanya tentang raganya. Untuk apa dia rusakkan? Tangan yang dulu gagah, tua, kemudian gemetaran, itu rusaknya dipakai untuk apa? Kaki yang gagah, yang dulu bisa lompat jauh, setelah tua tidak bisa lagi lompat jauh, maka rusaknya karena apa?

Dan termasuk جِسْمِهِ di sini adalah organ dalam. Paru-parunya, maka Allah tanyakan, dulu dikasih paru-paru yang sehat kemudian mati karena kanker paru-paru, itu paru-parunya rusak karena apa? Punya ginjal yang sehat kemudian rusak, maka itu habis untuk apa? Dan seterusnya.

Maka mereka tidak boros dan tidak pelit dalam membelanjakan harta. Mereka tidaklah menghambur-hamburkan dalam membelanjakan harta sehingga mereka melampaui batasan yang Allah bolehkan berkenaan dengan kebutuhan mereka, baik kebutuhan yang wajib ataupun yang dianjurkan.

Kebalikan boros adalah pelit. Maka mereka antusias untuk membelanjakan harta dalam hal-hal yang “harus” karena itu menjadi kebutuhan. Itulah hal-hal yang menegakkan kehidupan mereka dan itulah hal yang menjadi bekal dan penolong serta pembantu untuk baiknya keadaan akhirat mereka.

Inilah kewajiban setiap Muslim. Hendaknya pertengahan dalam setiap perkara, tidak berlebih-berlebihan dan tidak seenaknya baik dalam masalah membelanjakan harta ataukah dalam bab-bab yang lain. Baik itu masalah agama ataupun masalah dunia.

فعن كَعْبِ بن فَرُّوخ ، عن قتادة ، عن مُطَرِّف بن عبد الله قال : « خير هذه الأمور أَوسَاطُها ، والحَسَنةُ بين السَّيِّئَتَين »

“Dari Ka’ab bin Farrukh dari Qatadah, dari Mutharrif bin ‘Abdillah: ‘Umumnya perkara yang terbaik adalah yang pertengahan dan kebaikan itu diantara dua kejelekan.'”

Lalu Ka’ab bin Farrukh bertanya kepada Qatadah, “Apa yang dimaksud kebaikan adalah diantara kedua kejelekan?”

Qatadah menjawab dengan membacakan dalil:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا

Dan ‘Ibadurrahman adalah orang-orang jika mengeluarkan harta mereka tidak boros dan tidak pelit

Catatan Artikel Tidak Boros dan Tidak Pelit dalam Berinfak

  • Disampaikan: Ustadz Aris Munandar Hafidzahullah
  • Ditulis pada: Sabtu Malam, 9 Rajab 1440 H di Cileungsi, Bogor
  • Link video kajian: https://youtu.be/nrylQivcduQ (menit 35:05-40:50)

Komentar

WORDPRESS: 1
  • comment-avatar

    […] Artikel sebelumnya: Tidak Boros dan Tidak Pelit dalam Berinfak […]

  • DISQUS: 0