8# Rasulullah Tidak Pernah Membalas Dendam Untuk Dirinya Sendiri

8# Rasulullah Tidak Pernah Membalas Dendam Untuk Dirinya Sendiri

Berikut pembahasan 20 kaidah bersabar8# Rasulullah Tidak Pernah Membalas Dendam Untuk Dirinya Sendiri” yang disampaikan Ustadz DR. Abdullah Roy Hafidzahullahu Ta’ala.

Transkrip Kaidah Bersabar: Rasulullah Tidak Pernah Membalas Dendam Untuk Dirinya Sendiri

Menit ke-53:07 Kemudian kata beliau yang ke-8:

أن انتقامَه واستيفاءَه وانتصارَه لنفسِه، وانتصارَه لها، فإن رسول الله صلى الله عليه وسلم ما انتقمَ لنفسِه قَطُّ

Sesungguhnya apa yang dia lakukan berupa balas dendam dan dia menolong dirinya sendiri, maka hendaklah dia mengetahui bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah membalas dendam untuk dirinya sendiri.

Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila dicela oleh orang lain, maka beliau tidak membalas dendam untuk dirinya sendiri.

Kata Syaikhul Islam:

فإذا كان هذا خيرَ خلق الله وأكرمَهم على الله لم يَنتقِمْ لنفسِه، مع أن أَذَاه أَذَى الله، ويتعلّقُ به حقوق الدين، ونفسه أشرف الأنفُس وأزكاها وأبرُّها، وأبعدُها من كلّ خُلُقٍ مذمومٍ، وأحقُّها بكل خُلُقٍ جميلٍ، ومع هذا فلم يكن يَنتقِم لها، فكيف يَنتقِمُ أحدنا لنفسِه التي هو أعلم بها وبما فيها من الشرور والعيوب

Apabila ini (yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dan beliau adalah manusia yang paling afdhal, yang paling mulia di sisi Allah, beliau tidak pernah membalas dendam untuk dirinya sendiri. Padahal mencela beliau adalah mencela Allah dan ini berkaitan dengan hak-hak agama. Dan jiwa atau diri beliau adalah manusia yang paling mulia, paling suci, paling baik, paling jauh dari akhlak yang buruk, dan beliau adalah orang yang paling berhak dengan seluruh akhlak-akhlak yang mulia.

Artinya bahwa diri beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah diri yang paling mulia, jiwa beliau adalah jiwa yang paling mulia, itu saja beliau tidak pernah membalas celaan orang lain padahal diri beliau adalah diri yang paling mulia.

Oleh karena itu kata Syaikhul Islam, maka bagaimana salah seorang di antara kita? Kita tahu siapa jiwa kita dan apa yang ada di dalam diri. Diri yang penuh dengan dosa, penuh kekurangan, banyak aib, derajat jiwa dan diri kita jauh dibawah diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kalau jiwa yang mulia, diri yang mulia, seperti diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saja ketika dicela tidak membalas celaan tersebut, lalu bagaimana dengan kita yang memang kita ketahui bahwasanya jiwa kita adalah jiwa yang kotor, jiwa yang derajatnya lebih rendah daripada derajat jiwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka kita malu kepada diri kita sendiri. Rasulullah saja, orang yang mulia, itu saja tidak mencela atau tidak membalas apabila beliau dicela dan tidak membalas dendam karena diri beliau sendiri. Lalu bagaimana dengan orang yang mengetahui tentang aib dan kejelekan dirinya?

Kemudian Syaikhul Islam mengatakan:

بل الرجل العارف لا تُساوِي نفسُه عنده أن ينتقم لها، ولا قدرَ لها عنده يُوجِبُ عليه انتصارَه لها.

Oleh karena itu seorang hamba yang paham, maka dia menganggap dirinya yang hina ini tidak pantas untuk dibela dan pastas kalau dicela oleh orang lain. Karena memang dia banyak dosanya, banyak kekurangannya, kalau manusia mencela, maka lumrah. Rasulullah saja yang maksum dicela oleh orang lain dan beliau tidak membalas. Kalau kita banyak dosanya lalu dicela oleh orang lain, maka lumrah. Dia merasa tidak pantas untuk membela jiwa ini.

ولا قدرَ لها عنده يُوجِبُ عليه انتصارَه لها.

Maka dia menganggap bahwa dirinya sendiri ini karena banyak dosa, sehingga tidak perlu ada di sana sesuatu yang mewajibkan kita untuk menolong jiwanya ini/untuk membalas dendam bagi jiwanya ini.

Menit ke-58:19 9# Jika Dicela di Jalan Allah, Maka Pahalanya Atas Allah

Video Kaidah-Kaidah Bersabar

Lihat di sini yuk: Mukadimah 20 Cara Menjadi Orang Yang Sabar dan Tidak Pemarah

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: