Apa Itu Takwa? – Muhadhoroh Kubro Ke 3 – Bekal Menuju Akhirat
๐ค Pemateri : Ustadz Dr. Abdullah Roy, Lc.,M.A
๐ก Tempat : Studio Pandeglang
๐ Hari : Senin 24 Dzulhijjah 1442 H / 2 Agustus 2021
๐ฐ Jam : 20:00โโโโโ – Selesai
Sebelumnya: Muhadhoroh Kubro Ke 3 – Bekal Menuju Akhirat
Navigasi Catatan:
Apa itu takwa?
Menit ke-36:10 Setelah kita tahu ternyata bekal menuju akhirat adalah takwa kepada Allah, lalu apa yang dimaksud dengan takwa? Sehingga kita bisa memperbanyak bekal ini selama masih hidup.
Secara bahasa, yang dimaksud dengan takwa adalah menjaga diri dari sesuatu yang mengganggu, dari sesuatu yang menyakiti, dari kata ููุงูุฉ (penjagaan).
Adapun secara syariat, maka para ulama berbeda-beda dalam mengartikan atau mendefinisikan takwa ini. Semoga setelah kita sebutkan nanti bisa menghafalnya, jangan sampai kita tidak paham tentang apa itu takwa kepada Allah, padahal sering kita dengar Khatib setiap hari Jumat mengatakan: “Marilah kita bertakwa kepada Allah,” dan Ustadz sering menasehatkan kepada kita tentang takwa kepada Allah.
Coba kita pahami dan renungi pengertian takwa yang disampaikan oleh seorang tabi’in yang wafat sebelum tahun 100 hijriyah (berarti termasuk salaf). Beliau adalah Thalq bin Habib -sebagian ulama mengatakan definisi yang beliau sebutkan ini adalah definisi yang menyeluruh.
Beliau pernah ditanya tentang apa yang dimaksud dengan takwa:
ุตู ููุง ุงูุชููู
“Kabarkan/sifatkan kepada kami apa yang dimaksud dengan takwa.”
Maka beliau mengatakan:
ุงูุชููููููู ุนูู ููู ุจูุทูุงุนูุฉู ุงููููย ุ ุฑูุฌูุงุกู ุฑูุญูู ูุฉู ุงูููู ุ ุนูููู ูููุฑู ู ููู ุงูููู ุ ููุงูุชููููููู ุชูุฑููู ู ูุนูุตูููุฉู ุงูููู ุ ู ูุฎูุงููุฉู ุนูููุงุจู ุงูููู ุ ุนูููู ูููุฑู ู ููู ุงูููู
Menjalankan perintah Allah
ุงูุชููููููู ุนูู ููู ุจูุทูุงุนูุฉู ุงูููู
“Takwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah/menjalankan perintah Allah…”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki perintah, terkadang perintah tersebut ada di dalam Al-Qurโan, terkadang yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam, dan dua-duanya adalah perintah Allah. Misalnya perintah Allah:
ููุฃููููู ููุง ุงูุตููููุงุฉู ููุขุชููุง ุงูุฒููููุงุฉู ููุงุฑูููุนููุง ู ูุนู ุงูุฑููุงููุนูููู
“Dan hendaklah kalian mendirikan shalat, membayar zakat, ruku’ bersama orang-orang yang ruku’ (yaitu shalat berjama’ah).” (QS. Al-Baqarah[2]: 43)
Ada di antara perintah tersebut sampai derajat wajib dan ada di antaranya yang sunnah. Maka takwa adalah melaksanakan ketaatan, menjalankan perintah Allah.
Mengharap rahmat dari Allah
Setelahnya beliau mengatakan:
ุฑูุฌูุงุกู ุฑูุญูู ูุฉู ุงูููู
Menjalankan perintah Allah tersebut karena mengharap rahmat dari Allah, bukan mengharap pujian dari manusia. Berarti dia ikhlas, bukan karena riya’ dan bukan karena sum’ah. Shalat karena Allah, menuntut ilmu karena Allah, berbakti kepada orang tua karena Allah, mentaati suami karena Allah.
Inilah yang dimaksud dengan ketakwaan.
Diatas petunjuk
Kemudian beliau mengatakan:
ุนูููู ูููุฑู ู ููู ุงูููู
“Diatas cahaya dari Allah,”
Artinya melakukan perintah Allah tersebut diatas petunjuk dari Allah. Yaitu maksudnya harus ada dalilnya. Menjalankan perintah, melakukan dzikir, melakukan shalat, melakukan puasa, harus sesuai dengan cahaya dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Taโala. Jangan sampai seseorang melakukan amalan tanpa ada dalilnya. Karena kalau sampai dia melakukan amalan tidak ada dalilnya, berarti belum terpenuhi sehingga bisa dinamakan dengan ketakwaan. Artinya itu bukan ketakwaan namanya.
Orang yang melakukan amalan sedangkan tidak pernah dilakukan amalan tersebut oleh Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam, tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, berarti ini bukan berdasarkan petunjuk dari Allah, dan ini tidak dinamakan dengan ketakwaan.
Kapan dinamakan takwa? Yaitu kalau amal shalih tersebut dilakukan karena ikhlas, mengharap rahmat Allah, mengharap pahala dari Allah, dan sesuai dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tertera di dalam Al-Qur’an dan juga sunnah Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam.ย Ini baru bisa menjadi bekal selama di akhirat.
Adapun hanya sekedar banyak amalannya, tapi kalau tidak ikhlas atau tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam, tapi dia melakukan amalan-amalan yang baru yang tidak diajarkan oleh Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam, maka ini tidak bisa menjadi bekal seseorang di akhirat, bahkan justru malah menjadi bencana, menjadi sebab dia diazab dan disiksa oleh Allah Subhanahu wa Taโala. Mungkin sebabnya adalah karena ketidakikhlasan dia. Karena Allah memerintahkan untuk ikhlas:
ููู ูุง ุฃูู ูุฑููุง ุฅููุง ููููุนูุจูุฏููุง ุงูููููู ู ูุฎูููุตูููู ูููู ุงูุฏููููู…
“Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama hanya untuk Allah.” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)
Disebutkan dalam hadits tiga orang yang kelak akan ia menjadi orang yang pertama kali dinyalakan neraka ini. Disebutkan tentang seorang penuntut ilmu, dan disebutkan orang yang berinfak, orang yang berjihad, tapi ternyata tiga golongan ini justru menjadi orang yang pertama kali dinyalakan api neraka dengan mereka. Disebutkan dalam hadits sebabnya adalah karena mereka tidak ikhlas dalam melakukan seluruh amalan tadi.
Penuntut ilmu tujuannya adalah supaya dikatakan sebagai seorang yang alim. Orang yang infaq tujuannya adalah ingin dikatakan sebagai orang yang dermawan. Berjihad dijalan Allah tujuannya adalah supaya dikatakan sebagai orang yang pemberani dan seterusnya. Karena tidak ikhlas, maka disiksa oleh Allah Subhanahu wa Taโala.
Atau seseorang melakukan amal shalih yang mungkin ikhlas, tapi dia membuat sesuatu yang baru di dalam agama ini. Dia beribadah tetapi tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ini juga menjadi sebab seseorang disiksa oleh Allah di dalam neraka. Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam mengatakan:
ููููู ุจูุฏูุนูุฉู ุถููุงูููุฉู ููููููู ุถููุงูููุฉู ููู ุงููููุงุฑู
“Setiap kebid’ahan adalah kesesatan dan setiap kesesatan maka ini di dalam neraka.” (HR. An-Nasa’i, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Yaitu pelakunya terancam disiksa dan diazab di dalam nerakanya Allah Subhanahu wa Taโala. Tapi ini baru saparuh dari ucapan Thalq bin Habib.
Meninggalkan kemaksiatan
Kemudian beliau mengatakan:
ููุงูุชููููููู ุชูุฑููู ู ูุนูุตูููุฉู ุงูููู
Dan termasuk takwa, selain dia menjalankan perintah, meninggalkan kemaksiatan kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an dan juga hadits menyebutkan larangan-larangan. Allah melarang kita melakukan kesyirikan:
ููููุง ุชูุดูุฑููููุง ุจููู ุดูููุฆูุง
“Dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun.” (QS. An-Nisa'[4]: 36)
Allah melarang kita untukย berzina:
ููููุง ุชูููุฑูุจููุง ุงูุฒููููุง…
“Dan janganlah kamu mendekati zina...” (QS. Al-Isra'[17]: 32)
Allah melarang kita untuk memakan riba:
ููุง ุชูุฃููููููุง ุงูุฑููุจูุง ุฃูุถูุนูุงููุง ู ููุถูุงุนูููุฉู
“Janganlah kalian memakan riba…” (QS. Ali ‘Imran[3]: 130)
Termasuk ketakwaan kepada Allah yang merupakan bekal kita di akhirat adalah meninggalkan kemaksiatan kepada Allah.
Takut siksaan Allah
Kemudian beliau mengatakan:
ู ูุฎูุงููุฉู ุนูููุงุจู ุงูููู
Ketika dia meninggalkan kemaksiatan tadi, yang ada di dalam hatinya adalah karena takut dengan siksaan Allah. Dia ingat bahwasanya Allah Subhanahu wa Taโala ุดูุฏููุฏู ุงููุนูููุงุจู (sangat pedih siksanya). Sehingga dia pun berhenti dari kemaksiatan, sehingga diapun tidak jadi melakukan kemaksiatan. Berarti di sini dia melakukan ketakwaan.
Ketika dia meninggalkan kemaksiatan, niatnya adalah karena takut terhadap azab Allah. Sebagian orang meninggalkan kemaksiatan karena dia tahu bahasanya kalau saya melakukan ini jangan-jangan saya terkena penyakit ini, misalnya. Ana nanti darah tinggi atau gula darahnya naik. Berarti ini meninggalkan kemaksiatan tapi bukan karena takut dengan azab Allah, ini tidak bisa dinamakan dengan ketakwaan.
Diatas cahaya dari Allah
Sama maknanya dengan tadi, yaitu harus ada petunjuk/dalilnya. Jangan sampai seseorang mengharamkanย sesuatu yang dihalalkan oleh Allah. Dia meninggalkan/mengharamkan sesuatu padahal itu dihalalkan oleh Allah. Jangan sampai seorang mengharamkan tanpa ilmu/petunjuk. Karena kalau demikian yang dilakukan, maka tidak dinamakan dengan ketakwaan. Baru dinamakan ketakwaan apabila meninggalkan kemaksiatan, niatnya ikhlas karena Allah, karena takut terhadap azab Allah dan juga berdasarkan dalil.
Bukan berarti di sini kita harus hafal dalilnya, kalau tidak hafal dalilnya maka tidak dinamakan bertakwa, tidak demikian. Minimal kita pernah membaca, pernah mendengar, pernah tahu itu ada dasarnya.
Ini adalah ucapan Thalq bin Habib. Antum bisa melihat ucapan beliau dalam Kitab Al-Mushannaf yang ditulis oleh Ibnu Abi Syaibah.
Inti dari ucapan Thalq bin Habib Rahimahullah tadi, yang dimaksud dengan ketakwaan yang merupakan bekal kita menuju akhirat adalah menjalankan perintah Allah dan juga menjauhi larangan Allah dengan ikhlas dan sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam.
Kalau dia menjalankan perintah Allah, berarti ikhlasnya adalah dengan mengharap rahmat Allah. Dia ingin disayangi oleh Allah, ingin dicintai oleh Allah, ini diberikan pahala oleh Allah Subhanahu wa Taโala, ingin masuk ke dalam surganya Allah. Dan ketika dia menjauhi larangan, maka ikhlasnya adalah kalau dia menjauhi larangan tersebut karena takut terhadap azab Allah.
Sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam diambil dari kata “diatas cahaya dari Allah” yang disebutkan oleh beliau tadi dua kali. Harus ada petunjuknya dari Allah.
Cara Meraih Ketakwaan
Menit ke-50:02 Cara meraih ketakwaan..
Video Muhadhoroh Kubro Ke 3 – Bekal Menuju Akhirat
Sumber video: HSI TV
Komentar