Ceramah Singkat tentang “Apa Itu I’tikaf dan Bagaimana Hukumnya?” ini disampaikan oeh Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullah.
Transkrip Ceramah Apa Itu I’tikaf dan Bagaimana Hukumnya?
BAB TENTANG AL I’TIKAF
Al I’tikaf secara bahasa adalah berdiam diri. Adapun secara syariat maka yang dimaksud dengan i’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Dan i’tikaf ini adalah amalaan yang utama dan hukumnya adalah sunnah muakkadah baik laki-laki maupun wanita. Dan dahulu Nabi senantiasa menjaga i’tikaf khususnya di bulan Ramadhan.
Dan setiap tahun beliau melakukan i’tikaf dan pernah suatu saat atau suatu tahun beliau karena suatu sebab atau suatu udzur tidak melakukan i’tikaf di bulan Ramadhan kemudian beliau menqodhonya atau menggantinya di bulan Syawal. Dan ini menunjukkan bahwasanya i’tikaf adalah sebuah amalan yang sunnah muakkadah. Dianjurkan sekali seseorang yang melakukan i’tikaf khususnya di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.
Lihat juga: Bagaimana I’tikaf Saat Pandemi Covid-19?
Beliau membawakan beberapa hadits, yang pertama adalah: “Dari ‘Aisyah semoga Allah meridhai beliau,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu melakukan i’tikaf di 10 hari yang terkahir di bulan Ramadhan.”
Sampai kapan?
حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ
“Sehingga Allah mewafatkan beliau.”
Menunjukkan bahwasanya setiap tahun beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan i’tkaf kecuali satu tahun saja, dan disitu beliau udzur kemudian beliau menggantinya di 10 hari yang pertama di bulan syawwal.
ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Kemudian setelah itu istri-istri beliau.” (HR. Bukhari Muslim)
Yaitu sepeninggal beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka istri-istri beliau melakukan i’tikaf. Dan ini menunjukkan bahwasanya i’tikaf bukan hanya kekhususan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena masih dilanjutkan i’tikaf ini oleh istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah meninggalnya beliau,
Kemudian yang kedua menunjukkan bahwasanya i’tikaf bukan hanya khusus bagi laki-laki, tapi wanita dan juga kaum muslimat juga di sunnahkan untuk melakukani i’tikaf dengan dua syarat yang disebutkan oleh para ulama:
- yang pertama adalah izin dari wali wanita tersebut baik suaminya ataupun orang tuanya atau wali yang lain,
- kemudian yang kedua adalah tempat yang digunakan untuk i’tikaf bagi wanita tadi adalah tempat yang aman dari fitnah, aman, yang tidak ada mudhorot, tidak ada yang mengganggu tidak ada yang membahayakan bagi wanita tersebut.
Maka apabila sudah terpenuhi 2 syarat tadi diperbolehkan dan disyariatkan bagi wanita tadi untuk melakukan i’tikaf sebagaimana hal ini dilakukan oleh para istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dan di dalam sebuah lafadz:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ، وَإِذَا صَلَّى الغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِي اعْتَكَفَ فِيهِ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ber i’tikaf di setiap Ramadhan, maka apabila beliau sudah shalat subuh, datang di tempat yang beliau khususkan untuk beri’tikaf. Apabila sudah melakukan shalat subuh maka beliau mendatangi tempat beliau, yang beliau khususkan untuk beri’tikaf.” (HR. Bukhari)
Ada sebagian mengatakan bahwasanya mulainya i’tikaf seseorang berdasarkan hadist ini, dimulai setelah shalat subuh, sehingga sebagian berpendapat bahwasanya i’tikaf ini dimulai subuh pada tanggal 21. Ini pendapat sebagian ulama dan pendapat yang lebih kuat (wallahu ta’ala a’lam) i’tikaf dimulai pada malam tanggal 21. Sebelum datangnya waktu maghrib pada malam 21 maka seseorang sudah masuk kedalam masjid. Maka ini bidayah (mulainya seseorang) beri’tikaf.
Adapaun yang ada di dalam hadits ini beliau shalat, apabila beliau shalat subuh kemudian beliau mendatangi tempat i’tikaf beliau, maka ini tidak menunjukkan bahwasanya beliau memulai i’tikaf pada saat itu. Hadits ini cuma menceritakan setelah beliau shalat subuh pada hari tersebut maka beliau mendatangi tempat i’tikafnya secara khusus, karena beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika i’tikaf memiliki tempat yang khusus untuk berdiam diri disitu, dan ini yang sunnah apabila kita melakukan i’tikaf maka kita memiliki tempat yang khusus, bisa dengan sajadah misalnya, kita disitu dan tidak berpindah-pindah dan menjadikan tempat tersebut sebagai mu’takaf kita yaitu sebagai tempat i’tikaf kita.
Jadi beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah mengimami shalat, beliau mendatangi tempat yang khusus bagi beliau untuk i’tikaf dan ini tidak menunjukkan bahwasanya beliau memulai i’tikaf nya pada saat itu. Dan hadits yang sebelumnya yang menunjukkan malam Lailatul Qadar terjadi pada malam tanggal 21, menunjukkan ada kemungkinan malam Lailaitul Qodar terjadi pada malam yang pertama dari 10 malam yang terakhir di bulan Ramadhan. Seandainya salah seorang memulai i’tikaf nya baru shalat subuh, maka ada kemungkinan dia ketinggalan malam Lailatul Qadar, karena ada kemungkinan terjadi malam lailatul qadar pada malam tanggal 21, sehingga pendapat yang lebih kuat (wallahu ta’ala a’lam) adalah pendapat yang mengatakan bahwasanya i’tikaf ini dimulai pada mahrib, malam tanggal 21.
Video Apa Itu I’tikaf dan Bagaimana Hukumnya?
Judul asli: Nasihat Singkat : Di Anjurkannya Ber I’tikaf diBulan Ramadhan – Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
Komentar