Contoh Perhatian Para Ulama Terhadap Waktu

Contoh Perhatian Para Ulama Terhadap Waktu

Khutbah Jumat: Memuliakan Ulama
Khutbah Jumat: Bimbingan Ulama Saat Terjadi Fitnah
Khutbah Jumat: Kekuatan Seorang Pemuda Muslim

Tulisan tentang “Contoh Perhatian Para Ulama Terhadap Waktu” ini adalah catatan yang kami tulis dari video kajian Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.

A. Mukaddimah Kajian Waktu Seperti Pedang
B. Perhatian Al-Qur’an dan Hadits Terhadap Waktu

C. Contoh Perhatian Para Ulama Terhadap Waktu

Menit ke-25:00 Kita akan bacakan bagaimana perhatian para salaf dahulu tentang waktu dan kita bandingkan dengan diri kita yang sangat kurang dan jauh dari bagaimana sikap para salaf terdahulu. Diantaranya, seperti yang diriwayatkan dari salah seorang tabi’in yang zahid, yaitu namanya:

1. Amir bin Abdul Qais

Ada seorang berkata kepada dia sementara dia sedang sangat sibuk: “Saya mau berbicara dan ada keperluan kepadamu.” Karena waktunya sangat berharga, maka Amir bin Abdul Qais berkata:

أَمْسِكْ الشَّمْسَ

“Kau tahan dulu matahari.”

Yaitu artinya: “Kalau kau bisa tahan matahari, saya mau ngomong sama engkau. Zaman berjalan dan tidak berhenti, dan kalau sudah berjalan tidak akan kembali lagi, kalau sudah hilang tidak bisa dikembalikan.”

Dia tidak mau buang-buang waktu. Kalau mau ngomong sama saya, berhentikan waktu dulu baru ngomong sama saya. Jadi, bagaimana mereka dahulu sangat menghargai waktu-waktu mereka.

Sekarang banyak orang yang tidak menghargai waktunya dan dia tidak menghargai orang lain. Contohnya para Youtuber yang membuat klip-klip yang tidak bermanfaat, dengan penampilan yang aneh-aneh, masalah ini, masalah anu, mobil mewah, makanan aneh, apa saja dimasukkan dalam YouTube supaya orang nonton sehingga semakin banyak subscribernya, semakin banyak followersnya. Dia sudah buang-buang waktunya dan dia ingin membuang waktu orang lain. Klip konyol yang mungkin isinya 10 menit, kalau yang nonton 1jt orang, berarti dia sudah buang waktu 1jt orang dan dia akan ditanya oleh Allah pada hari kiamat karena telah membuang 1jt waktu orang. Belum lagi kalau klip-klip yang maksiat. Kita bicara klip yang tidak bermanfaat.

Maka seorang kalau dia buang waktunya, jangan buang waktu orang lain. Maka saya ingatkan kepada diri saya dan kepada ikhwan seluruhnya, kalau masuk kepada kita suatu klip dan kita ingin share, maka pikir-pikir dulu apakah ini pantas tidak mengambil waktu teman saya, kalau tidak pantas maka jangan kita share kepada orang lain, karena kita akan buang waktu dia. Harusnya mungkin dia beristighfar, akhirnya dia baca klip kita yang ternyata tidak ada faidahnya.

Lihatlah bagaimana para salaf dahulu ada yang mengajaknya bicara tapi dia bilang sebentar. Tentunya ini dalam kondisi tertentu. Kita sama kaum muslimin saling membantu, tapi mungkin dia tahu orang ini suka menghabiskan waktu, berbicara tidak teratur, ngalor-ngidul, makanya dibilang: “Tunggu, kau berentikan matahari dulu baru kita ngomong biar waktu saya tidak terbuang.”

2. Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu

Apa kata Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu? Dia berkata:

ما ندمت على شيء ندمي على يوم غربت شمسه نقص فيه أجلي ولم يزد فيه عملي

“Tidaklah aku pernah menyesal kepada sesuatu seperti penyesalanku terhadap suatu hari yang telah terbenam mataharinya, ajalku telah semakin dekat, sementara amalku tidak bertambah.”

Ini dalil bahwasannya bahwa Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu menghisab dirinya hari demi hari. Sehingga kalau satu hari lewat ternyata amalnya tidak bertambah, maka dia sangat menyesal dan tidak pernah menyesal seperti penyesalan tersebut. Kenapa menyesal? Karena ada hari yang lewat sementara amalnya tidak bertambah.

Kita ini jarang menghisab diri kita. Padahal Allah mengatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ…

Ayat ini menyuruh kita untuk hisab, muhasabah, sebelum kita dihisab oleh Allah pada hari kiamat kelak.

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan seseorang hendaknya lihat apa yang dia sudak kerjakan untuk masa depannya di akhir…” (QS. Al-Hasyr[59]: 19)

3. Hammad bin Salamah Al-Bashri

Kemudian diantaranya tentang biografi Hammad bin Salamah Al-Bashri yang meninggal pada tahun 167 Hijriyah. Berkata muridnya, Abdurrahman bin Mahdi Rahimahullah (ini ahlu hadits semuanya):

لو قيل لحماد بن سلمة: إنك تموت غداً ما قدر أن يزيد في العمل شيئاً

“Seandainya dikatakan kepada Hammad bin Salamah: besok kau mati, dia tidak mampu untuk menambah amalnya.” Kenapa demikian? Yaitu karena sudah padat seluruh waktunya, sehingga ketika ingin mendambah lagi tidak bisa, semua sudah terprogram untuk amal shalih.

Musa bin Ismail At-Tabudzaki, salah seorang ahli hadits juga, dia berkata:

إني ما رأيت حماد بن سلمة ضاحكًا، لصدقت، كان مشغولا، إما أن يحدث أو يقرأ أو يسبح أو يصلي، قد قسم النهار على ذلك

“Kalau aku mengatakan Hammad tidak pernah tertawa, saya benar, disa sangat sibuk. Kalau dia tidak menyampaikan hadits, atau dia sedang membaca, atau dia sedang bertasbih, atau dia sedang shalat, dia bagi waktu siang dengan yang itu.”

Adapun jika dikatakan kepada kita bahwa besok kita meninggal, maka banyak yang bisa kita lakukan, karena waktu kita banyak yang tidak bermanfaat.

4. Khalil bin Ahmad Al-Farahidi

Bayangkan bagaimana seorang yang tidak ingin waktunya terbuang bahkan untuk makan. Seperti yang disampaikan tentang Khalil bin Ahmad Al-Farahidi yang punya Kitab al-‘Ain, wafat tahun  170 Hijriyah. Dia berkata:

أثقل الساعات على : ساعة آكل فيها

“Waktu yang paling berat bagiku; waktu aku makan.”

Menurut dia makan buang-buang waktu. Sedangkan kita, kita mencari waktu itu, kapan kita bisa makan? Makanya disebutkan dalam biografi Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, terkadang beliau makan sehari sekali.

Dan kalau kita mau lihat ini, kita mungkin tidak masuk akal. Tapi saya dulu punya teman di Madinah seperti itu, dia makan sekali, cuma makan siang. Dia belajar, dia nulis-nulis syair, Subhanallah. Dan saya tidak bisa bayangan bagaimana mereka begitu senangnya untuk menuntut ilmu, sampai makan itu adalah waktu yang terbuang menurut mereka.

5. Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-Anshari

Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-anshari adalah muridnya Al-Imam Abu Hanifah Rahimahullahu Ta’ala, wafat pada tahun 182 Hijriyah. Lihatlah bagaimana dia dinafas-nafas terakhir masih membahas tentang ilmu. Ketika dia akan meninggal dunia, dia tidak ingin waktunya terbuang-buang, dia ingin waktunya bermanfaat.

Ketika orang-orang datang menjenguknya,  maka dia tetap bermuzakarah tentang ilmu. Berkata muridnya, Ibrahim bin Al-Jarrah Al-Kufi Al-Mishri, dia berkata:

مرض أبو يوسف، فأتيته أعوده، فوجدته مغمى عليه. فلما أفاق قال لي: يا إبراهيم: ما تقول في مسألة؟ قلت وأنت في هذه الحالة؟ قال: لا بأس بذلك، ندرس، لعله ينجو به ناج!

“Abu Yusuf sakit, aku datang untuk menjenguknya, aku dapati dia pingsan, tatkala dia sadar, dia berkata kepadaku: ‘Wahai Ibrahim, apa menurutmu tentang permasalahan fiqih ini ibrahim berkata kepadamu tentang permasalahan fiqih ini?’ ‘Wahai guru, kondisi seperti ini masih bicara fiqih?’ Gurunya berkata: “Tidak mengapa kita belajar, siapa tahu ada yang selamat dengan masalah fiqih ini'”

Kemudian dia berkata:

يا إبراهيم: أيها أفضل في رمي الجمار، أن يرميها ماشيا أو راكبا؟

“Mana yang lebih afdhal dalam melempar Jamarot? Dia melempar Jamarot sambil naik tunggangan atau dia melempar jamarot sambil berjalan kaki?”

Aku (muridnya) menjawab: “Lebih afdhal dia melempar Jamarot naik tunggangan.”

Gurunya berkata: “Kau salah.”

Aku jawab lagi: “Kalau begitu berjalan.”

Kata dia: “Kau salah juga.”

Kata muridnya: “Kalau begitu yang benar apa?”

Maka dia pun mentafsil (memperinci):

أما ما كان يوقف عنده للدعاء، فالأفضل أن يرميه ماشيا، وأما ما كان لا يوقف عنده للدعاء فالأفضل أن يرميه راكبا.

“Adapun yang melempar Jamarot dengan niat berhenti untuk berdoa, maka yang paling afdhal dia melempar Jamarat sambil berjalan kaki supaya bisa berdoa. Adapun orang orang yang tidak ingin berhenti untuk berdoa, maka yang afdhal adalah dia melempar Jamarat sambil naik kendaraan. ”

Muridnya berkata: “Setelah itu aku meninggalkan dia, dan ketika aku baru sampai di pintu rumahnya tiba-tiba dia sudah meninggal dunia.”

Subhanallah.. Bagaimana semangatnya para ulama dahulu menuntut ilmu, sampai di waktu terakhir mereka adalah berdzikir dan berbicara tentang ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

6. Imam Asy-Syafi’i

Oleh karenanya Ibnu Hajar menyampaikan dalam salah satu bukunya bagaimana riwayat dari Al-Muzani menggambarkan tentang semangatnya Imam Asy-Syafi’i tentang ilmu. Ibnu Abi Hatim berakta: “Aku mendengar Al-Muzani berkata, Imam Asy-Syafi’i pernah ditanya: ‘Bagaimana semangatnya menuntut ilmu?'”

Imam Syafi’i berkata:

أسمع بالحرف مما لم أسمعه، فتود أعضائي أن لها أسماعًا تتنعم بما تنعمت به الأذنان

“Kalau aku dengar satu ilmu yang belum aku pernah dengar sebelumnya, maka badanku seluruhnya bersyahwat untuk bisa mendengar (seandainya kakiku, tanganku, badanku, mereka punya telinga juga untuk mendengar), aku berharap mereka mendapatkan kelezatan sebagaimana kedua telingaku mendapatkan kelezatan karena mendengar ilmu yang baru.”

Kemudian ditanya lagi: “Bagaimana semangatmu dengan ilmu wahai Syafi’i?”

Imam Syafi’i berkata:

حرص الجموع المنوع في بلوغ لذته للمال

“Seperti semangat orang yang rakus dengan harta, yang dia mengumpulkan dan dia pelit luar biasa kemudian dia dapat harta, seperti itu rakusnya aku terhadap ilmu.”

Kemudian ditanya lagi: “Bagaimana engkau menuntut ilmu?”

Imam Syafi’i berkata:

طلب المرأة المضلة ولدها ليس لها غيره !!

“Seperti seorang ibu yang sedang kehilangan anaknya dan dia tidak punya anak yang lain dan dia sedang mencari anaknya.”

Betapa semangat ibu tersebut mencari anaknya yang hilang dan dia tidak punya anak kecuali anak tersebut.

Lihatlah bagaimana para ulama semangat dalam menuntut ilmu. Bagaimana mereka berkata:

اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد

“Menuntut ilmu dari gendongan sampai masuk dalam liang lahat.”

D. Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar

Baca di sini: Kisah Para Ulama Memanfaatkan Waktu Untuk Belajar

Video Kajian Contoh Perhatian Para Ulama Terhadap Waktu

Sumber Video: Ustadz Firanda Andirja – Waktu Seperti Pedang

Mari turut menyebarkan kajian “Contoh Perhatian Para Ulama Terhadap Waktu” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: