Enam Syarat Masuk Surga (Bag.1)

Enam Syarat Masuk Surga (Bag.1)

Tulisan tentang “Enam Syarat Masuk Surga” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafizhahumullahu Ta’ala.

Sebelumnya: Sifat Mukmin

Enam Syarat Masuk Surga (Bag.1)

Pertama: Jujur

Menit ke-21:10 Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ

“Hendaknya kalian jujur tatkala kalian berbicara.”

Hal ini benar-benar menunjukkan akan pentingnya kita selalu menjaga diri untuk bisa jujur dalam berkata dan juga berusaha untuk senantiasa bersama dengan rombongan orang-orang yang jujur. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman, hendaknya kalian bertakwa kepada Allah, dan hendaknya kalian bersama dengan orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah[9]: 119)

Oleh karena itu, rombongan orang-orang yang jujur maka perjalanan mereka pasti menuju surga. Adapun rombongan orang-orang yang dusta, maka perjalanan mereka ujung-ujungnya akan masuk ke dalam api neraka.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ

Wajib bagi kalian untuk jujur, karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan kepada surga.” (HR. Muslim)

Sebaliknya, barang siapa yang berdusta, maka akan mengantarkan dia kepada api neraka.

Menit ke-23:22 Seorang muslim terkadang dalam kehidupan dunia ini menghadapi permasalahan-permasalahan yang sangat sulit. Dan dia merasa kalau dia berdusta dia akan selamat dari permasalahan-permasalahan tersebut. Banyak orang seperti itu, dengan dusta dia merasa selamat, tidak akan ditanya dan tidak akan ditangkap. Dia ingin bebas dari kesulitan-kesulitan hidup, maka maka dia pun berdusta.

Namun sesungguhnya الصدق منجاة والكذب خيبة. Kita harus yakin bahwasanya kejujuran adalah jalan keselamatan. Dan bagaimanapun seseorang merasa kedustaan itu akan menyelamatkannya, tapi sebenarnya pada hakikatnya kedustaan itu akan merugikannya. Yang menyelamatkannya adalah kejujuran bagaimanapun kondisi kita.

Kedua: Menunaikan Janji

Menit ke-26:26 Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ

“Hendaknya kalian menunaikan janji jika telah membuat perjanjian.”

Sesungguhnya menunaikan janji itu merupakan salah satu sifat/ ciri dari orang-orang beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Namanya orang beriman itu tidak akan menyelisihi janji. Apalagi sampai membatalkan janji. Ketika sudah berjanji, maka tidak akan dia selisihi. Dan kalau sudah berjanji, tidak akan dia batalkan. Hal ini karena menyelisihi apalagi membatalkan janji merupakan sifat-sifat orang munafik, bukan sifat-sifat orang beriman. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

آيَةُ المُنافِقِ ثَلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وعَدَ أخْلَفَ، وإذا اؤْتُمِنَ خانَ

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika dia berkata dia berdusta, dan jika berjanji dia menyelisihi, dan jika diberi amanah berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang mukmin tidak akan menyelisihi janji, yang menyelisihi janji adalah orang-orang munafik.

Menunaikan janji merupakan sifat yang sangat pokok dalam masyarakat Islam. Kita ketahui bahwasanya hubungan kemasyarakatan itu dibangun di atas perjanjian, dibangun di atas transaksi, dalam jual beli, banyak sekali perkara-perkara di masyarakat yang dibangun di atas perjanjian, di atas akad dan transaksi. Hal ini sangat dibutuhkan adanya penunaian dalam melaksanakan janji-janji tersebut.

Jika dalam masyarakat ada penunaian terhadap janji-janji atau akad-akad yang berjalan di antara mereka, maka masyarakat tersebut akan menjadi masyarakat yang saling bersatu, yang tidak ada permasalahan di antara mereka. Berbeda dengan masyarakat yang ternyata personil-personilnya menyelisihi janji. Orang yang menyelisihi janji dalam hubungan kemasyarakatan, maka dia akan menimbulkan permusuhan di antara masyarakat.

Oleh karena itu, beliau mengingatkan bahwasanya menunaikan janji merupakan sifat yang sangat penting bagi seorang muslim dan juga sifat yang sangat penting dalam masyarakat Islami.

Ketiga: Menunaikan Amanah

Menit ke-31:28 Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَأَدُّوا إِذَا اؤْتُمِنْتُمْ

“Menjaga amanah.”

Menjaga amanah merupakan sifat/ akhlak yang paling mulia. Sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang melaksanakan amanah. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

Yaitu orang-orang yang mereka menunaikan amanah-amanah mereka…” (QS. Al-Mu’minun[23]: 8)

Karena dengan amanah maka agama ini bisa terjaga, orang-orang bisa terjaga, harga diri dan martabat manusia bisa terjaga, arwah atau ruh orang bisa terjaga, nyawa bisa terjaga, bahkan dengan amanah ilmu juga bisa terjaga.

Kalau kita perhatikan, jika seseorang sudah tidak amanah, maka orang tersebut akan bertindak semaunya. Hal ini karena dia tidak amanah, tidak peduli dengan apa yang dia lakukan. Dia tidak peduli jika dia merusak agama ini, dia tidak peduli tatkala dia merugikan harta orang lain. Tatkala dia menjatuhkan harkat dan martabat orang lain dia tidak peduli, ngomong seenaknya. Demikian juga orang yang tidak punya amanah, jika bicara tentang ilmu maka dia tidak peduli dengan apa yang keluar dari mulutnya.

Kita tahu di pasar sana ada orang yang tidak amanah, orang yang berbuat curang dan penipuan tatkala melakukan jual-beli. Dia dusta agar barangnya laku. Demikian juga mengenai masalah ilmu. Ilmu agama ini ada orang yang tidak amanah yang menyampaikan ilmu. Dia tidak peduli dengan apa yang keluar dari mulutnya. Padahal yang dia sampaikan adalah ilmu yang berkaitan dengan agama.

Bahkan terkadang dia tahu apa yang dia sampaikan itu tidak benar. Namun karena mengikuti hawa nafsunya, karena dia punya tujuan-tujuan tertentu, atau mungkin karena ingin mencari pengikut, akhirnya dia berbicara tentang masalah agama tanpa amanah. Padahal dia tahu perkataan dia itu tidak benar.

Menit ke-34:43 Dalam sebuah hadits, disebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ

“Namanya orang beriman yaitu yang manusia aman dari gangguannya terhadap diri-diri mereka dan harta-harta mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Itulah seorang mukmin yang amanah. Jadi masyarakat tidak khawatir terganggu diri mereka dan tidak terganggu harta-harta mereka.

Oleh karena itu jika amanah tersebar dalam masyarakat -dan ini subhanallah sangat hilang di kalangan masyarakat, bahkan kalangan masyarakat muslim, namanya amanah sudah hampir hilang- maka kita akan dapati masyarakat yang bersatu dan rukun.

Berbeda jika tidak amanah tersebar dalam masyarakat. Masyarakat tidak amanah, baik dalam perkara yang berkaitan dengan harta, jiwa, harga diri manusia, atau ilmu agama. Kalau tidak ada amanah, amanah sudah hilang dari masyarakat, maka yang akan timbul adalah kerusakan. Jangan dianggap sepele masalah amanah ini. Kalau amanah tidak ada dalam masyarakat, maka yang timbul adalah kerusakan, yang timbul adalah keburukan, akan tersebar dalam masyarakat. Dan ini yang kita lihat di negeri kita sekarang ini.

Menit ke-36:55 Tiga perkara yang tadi telah kita sebutkan, yaitu bahwasanya jika kalian berbicara maka hendaknya kalian jujur, dan jika kalian berjanji maka ditepati, dan jika kalian diberi amanah maka ditunaikan. Tiga perkara ini lawannya tergabung menjadi satu hadits, yaitu tanda-tanda orang munafik. Kalau tiga perkara ini merupakan tanda-tanda orang beriman, lawannya merupakan tanda-tanda orang munafik. Sebagaimana tadi telah kita sebutkan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

آيَةُ المُنافِقِ ثَلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وعَدَ أخْلَفَ، وإذا اؤْتُمِنَ خانَ

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika dia berkata dia berdusta, dan jika berjanji dia menyelisihi, dan jika diberi amanah berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selanjutnya: Enam Syarat Masuk Surga (Bag.2)

MP3 Kajian Enam Syarat Masuk Surga (Bag.1)

Mari turut menyebarkan tulisan tentang “Enam Syarat Masuk Surga” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: