Khutbah Idul Fitri: Jadilah Hamba Allah

Khutbah Idul Fitri: Jadilah Hamba Allah

Khutbah Idul Fitri 1442 H – Membalas Keburukan Dengan Kebaikan, Akhlak Muslim Perfect
Arti Taqabbalallahu Minna wa Minkum, Arti Minal ‘Aidin wal Faizin dan Hukum Mengucapkannya
Materi Kultum Akhir Ramadhan Singkat: Sedih Di Hari Fitri

Berikut Khutbah Idul Fitri tentang “Jadilah Hamba Allah” yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikry, Lc. Hafizhahullahu Ta’ala.

Khutbah Idul Fitri: Jadilah Hamba Allah

Khutbah Pertama

Ma’asyiral muslimin,

Hari ini adalah hari yang mulia, hari kemenangan, in syaa Allah. Setelah satu bulan penuh kita beribadah, berpuasa, qiyam, membaca Al-Qur’an Al Kariim, dan kita pertahankan hal itu dari hari pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya dalam rangka mengikuti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya..” (QS. Al-Baqarah[2]: 185) 

Dan sempurnakan satu bulan penuh. Bukan hanya di hari pertama, di malam pertama, dan kedua. Lalu pada hari ini kita merasakan kegembiraan yang dibalut oleh rasa syukur karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)

Pagi ini, pekikan takbir dan tahlil menggema di tengah-tengah angkasa dalam rangka bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bersyukur atas apa? Bukan bersyukur karena kita pakai baju yang baru, ataupun karena sebatas menu-menu yang akan kita santap pada pagi ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan,

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)

Khususnya di bulan Ramadhan, hidayah yang membuat kita berpuasa sebulan penuh, kecuali karena ada udzur. Hidayah yang membuat kita mengkhatamkan Al-Qur’an, dan banyak di antara kita yang ini merupakan pengalaman pertamanya mengkhatamkan Al-Qur’an.

Apakah ini bukan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala? Hidayah yang membuat kita bisa tarawih dan tahajjud. Tidak pernah terbayang bagaimana misalnya kita bisa tahajjud 1 atau 1,5 juz. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada kita pada tahun ini.

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“dan hendaklah kamu (bertakbir) mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)

Dan bersyukurlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kita hidayah, sehingga kita kuat, bisa berpuasa, berdzikir, dan bisa mencari lailatul qadr.

Tidak pernah terpikirkan pada tahun-tahun yang lalu bahwa kita bisa mencari lailatul qadr semaksimal tahun ini. Apakah itu bukan hidayah? Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala meminta kita untuk pekikkan takbir, atas hidayah yang telah Dia berikan selama bulan Ramadhan.

Ma’asyiral muslimin yang Allah muliakan,

Tapi anugerah itu sudah berlalu. Ramadhan telah usai bersamaan dengan terbenamnya matahari tadi malam. Maka tidak ada lagi puasa sebulan penuh Ramadhan mulai hari ini. Tidak ada lagi tarawih dan tahajjud pada hari ini, sebagaimana suasana di bulan Ramadhan.

Tidak ada pencarian lailatul qadr, tidak ada lagi suasana sahur dan berbuka yang begitu menyenangkan. Semua sudah berakhir. Tapi yang membuat kita bernafas lega, Rabb kita tidak berakhir. Rabb kita, Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak pernah berakhir.

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid[57]: 3)  

Benar, Ramadhan telah berakhir. Tapi bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr[15]: 99)

Benar, bulan Ramadhan telah berakhir. Tapi bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ۖ هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ

“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr[59]: 22)

Ramadhan telah berakhir, tapi Yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak berakhir. Maka kata para ulama,

كونوا ربانيين ولا تكونوا رمضانيين

“Jadilah kalian hamba-hamba Allah dan jangan menjadi hamba Ramadhan.”

Jangan sampai kita gagal paham selama satu bulan kemarin. Sehingga begitu bulan Ramadhan berakhir, berakhir juga shalat-shalat tahajjud kita, infaq-infaq kita, maupun sahur-sahur kita. Padahal di depan kita ada qadha puasa misalnya dan ada puasa-puasa sunnah. Tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berakhir. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita ibadahi di bulan Ramadhan adalah Allah yang di bulan Syawwal, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan sampai Ramadhan tahun depan.

Kalau kita benar-benar menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengapa kita semangat beribadah hanya di bulan Ramadhan saja? Maka ulama mengatakan,

ﺑﺌﺲ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ

“Seburuk-buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan saja.”

Mereka tidak sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak rukuk kepada-Nya, dan tidak membaca firman-firman-Nya, kecuali di bulan Ramadhan.

Dan bukankah tujuan kita berpuasa bulan Ramadhan itu untuk mewujudkan keindahan yang Allah sampaikan di dalam surat Al Baqarah ayat 183?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah[2]: 183)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan tujuannya, “Agar kalian bertakwa.” Agar kita bertakwa, agar kita mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan ini menjadi konsep kita, pola hidup yang tidak bisa dipisahkan dengan kita.

Bukankah Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

اتق الله حيثما كنت

“Bertakwalah kepada Allah di manapun dan kapanpun Anda berada.” (HR. At Tirmidzi)

Termasuk di dalam dan di luar Ramadhan. Dan bukankah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berhenti sampai bulan Ramadhan? Bukankah larangan-Nya tidak berakhir dengan berakhirnya bulan Ramadhan? Ibadah kepada-Nya hanya berakhir dengan kematian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr[15]: 99)

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Al-‘Ankabut[29]: 57)

Cepat atau lambat, kita akan menghadapi makhluk yang satu itu, akan ada pengumuman yang diawali dengan; Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un, telah berpulang fulan bin fulan.”

Dan ternyata nama kita yang disebut di pengumuman tersebut. Kita yang dimandikan, dikafankan, diusung, dan kita yang dimasukkan ke dalam kubur. Maka sudah siapkah bekal kita?

Salah satu tujuan Ramadhan adalah agar kita punya bekal bertahan selama 11 bulan ke depan sampai -insya Allah- kita bertemu dengan bulan Ramadhan tahun depan. Demi Allah, ini tidak mudah. Hari-hari ini tidaklah mudah, kecuali yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mudahkan. Hari-hari ke depan tidak mudah, kecuali jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan taufik kepada kita.

Bukankah dengan matahari terbenam tadi malam, maka gembong-gembong setan Allah Subhanahu wa Ta’ala lepas kembali? Pintu-pintu neraka yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup, maka berlaku pula sebaliknya, sekarang kembali Allah Subhanahu wa Ta’ala buka. Mulai hari ini, gembong-gembong setan mulai kembali beroperasi. Maka bertakwallah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Khutbah Kedua

Ma’asyiral muslimin,

أَيْنَ الصَّائِمُونَp2

“Di mana orang-orang yang berpuasa?” (HR. Bukhari, 1763. Muslim, 1947)

Pertanyaan itu akan dikumandangkan pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya, “Di manakah orang-orang yang berpuasa?” Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala siapkan untuk mereka surga dari pintu yang khusus bernama Ar Rayyan. Dan tidak ada yang bisa masuk ke dalam surga dari pintu tersebut, kecuali orang-orang yang berpuasa.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya, “Di manakah orang-orang yang berpuasa?”. Coba kita bayangkan. Pada hari itu dikatakan kepada kita, ”Di manakah orang-orang yang berpuasa?”.  Lalu kita merasa terpanggil dan kita teringat dengan puasa kita di tahun ini. Kita ingat puasa kita tahun lalu, kemudian;

فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Mereka pun bangkit, tidak ada seorang pun yang masuk kecuali dari mereka. Ketika mereka telah masuk, (pintunya) ditutup dan tidak seorang pun masuk lagi.” (HR. Bukhari, 1763. Muslim, 1947)

Coba khayalkan bahwa orang-orang yang berpuasa itu berdiri, lalu mereka masuk ke dalam surga melalui pintu Ar Rayyan. Dan begitu seluruh orang yang berpuasa masuk dari pintu tersebut, maka pintu tersebut tertutup dan tidak akan terbuka lagi.

Bukankah ini harus menjadi motivasi kita? Bukankah kita harus semangat berpuasa, bukan hanya di bulan Ramadhan? Karena di hadapan kita ada puasa di bulan Syawwal,

من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر

“Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka ia mendapatkan pahala puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Oleh karena itu, lanjutkan puasa kita mulai dari 6 hari di bulan Syawwal, kemudian Senin Kamis, atau Ayyamul Bidh (3 hari di setiap bulan). Atau kalau kita bisa, mulailah puasa Nabi Dawud, tapi sesuai dengan kemampuan kita.

Jaga terus puasa-puasa kita dan jaga terus tilawah Al-Qur’an kita. Al-Qur’an adalah ruh. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengatakan,

وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami.” (QS. Asy-Syura[42]: 52)

Hidup tanpa Al-Qur’an itu seperti jasad yang berjalan tanpa ruh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” (QS. Al-Baqarah[2]: 2)

Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan taufik kepada kita untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, maka Dia juga yang akan memberikan kita taufik untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan seterusnya.

Yang dibutuhkan adalah kejujuran kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, doa kepada-Nya, dan kerja keras sebagaimana kita kerja keras di bulan Ramadhan. Maka khatamkanlah Al-Qur’an.

Ma’asyiral muslimin,

Jaga qiyamul lail, jaga tahajjud. Qiyamul lail adalah kekuatan dan kehormatannya orang-orang yang beriman.

Oleh karena itu, wahai orang-orang yang punya ambisi besar, yang ingin terlihat hebat, ingin mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, maka dia harus qiyamul lail. Karena shalat malam adalah kehormatan orang-orang yang beriman. Dengannya, orang-orang beriman mendapatkan kehormatan di dunia dan di akhirat. Dan dengannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan urai segala masalah-masalahnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (QS. Al-Baqarah[2]: 45)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” (QS. Ibrahim[14]: 7)

Kita sudah merasakan di bulan Ramadhan bahwa betapa ibadah itu menyenangkan dan mudah. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengatakan dalam konteks puasa Ramadhan,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)

Ibadah itu mudah dan kita buktikan, kita yang tidak pernah khatam ternyata bisa khatam di tahun ini. Kita yang tidak pernah bisa tahajjud, ternyata bisa tahajjud di tahun ini dengan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia telah memberikan kita bukti bahwa ibadah itu mudah, atas izin-Nya.

Dan ibadah itu nikmat, kita tidak pernah merasakan kenikmatan sebagaimana kenikmatan kita beribadah di  bulan Ramadhan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang mengerjakan amal salih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An-Nahl[16]: 97)

Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan hati yang tenang, bahagia, dan nyaman. Dan itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita di bulan Ramadhan bukan sekedar teori, bukan retorika. Lalu mungkinkah kita gadaikan itu semua dengan kita kembali ke pola maksiat kita sebelumnya?

أَتَسْتَبْدِلُونَ ٱلَّذِى هُوَ أَدْنَىٰ بِٱلَّذِى هُوَ خَيْرٌ

“Mengapa kalian tukar yang lebih bagus dengan yang lebih hina?” (QS. Al-Baqarah[2]: 61)

Maksiat sudah terbukti menyusahkan kita, membuat sesak dada, sial dan sulit, dan membuat kita tidak punya solusi dalam setiap masalah. Dan takwa sudah terbuktikan merupakan kunci mendapatkan segala solusi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya;” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. At-Talaq[65]: 2)

Terbukti, ketika kita semangat ibadah di bulan Ramadhan, rezeki kita tidak berkurang atau hancur, kita tidak mati kelaparan. Bahkan banyak di antara kita yang bisa membeli baju baru pada hari ini. Maka lanjutkan dan jangan kita buang anugerah yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita. Jangan kita campakkan kenikmatan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan.

Kita sudah membuktikan, bukan hanya sekedar retorika dari ustadz-ustadz kita saja, bahwa ibadah, khususnya di bulan Ramadhan itu membuat hati kita tenang dan membuat kita nyaman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d[13]: 28)

Dan terakhir, istiqamah dan mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan perbanyak berdoa kepada-nya. Semoga amal ibadah kita Allah Subhanahu wa Ta’ala terima. Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Hendaknya fokus kalian agar ibadah kalian diterima itu lebih besar dari pada fokus kalian dalam mengerjakan ibadah itu sendiri.”

Karena intinya itu diterimanya ibadah kita, bukan hanya sekedar beribadah. Abu Darda’ mengatakan, “Dan apabila aku yakin Allah menerima satu shalatku saja, itu lebih aku sukai dari pada dunia dan seisinya.”

Oleh karena itu, mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia menerima amal ibadah kita. Dan salah satu ucapan selamat yang para sahabat ajarkan adalah Taqabballahu minna wa minkum.

Terakhir, marilah kita meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdoa kepada-Nya. karena banyak para ulama mengatakan, “Doa ketika shalat ied itu adalah salah satu doa yang direkomendasikan dan semoga diijabah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Video Khutbah Idul Fitri: Jadilah Hamba Allah

Sumber Video: Muhammad Nuzul Dzikri – YouTube

Mari turut menyebarkan tulisan tentang “Khutbah Idul Fitri: Jadilah Hamba Allah” ini di media sosial yang Anda miliki baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum.

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0