Tulisan tentang “Sabar Atas Kesulitan Hidup” adalah transkrip dari khutbah jumat yang disampaikan Ustadz Ahmad Sabiq, Lc. Hafizhahullahu Ta’ala.
Navigasi Catatan:
Khutbah Jumat: Sabar Atas Kesulitan Hidup
Khutbah Jumat Pertama
Jama’ah kaum musliminin, sidang jama’ah shalat jum’ah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala..
Di antara Sunnatullah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berlakukan dan jalankan pada alam semesta adalah Allah tidak menjadikan kondisi seseorang hamba itu selalu stabil dan monoton. Tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menjadikan kehidupan seorang hamba itu kadang-kadang di atas kadang-kadang di bawah. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisyaratkan itu dalam Ali Imran:
… وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ…
“Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menguji manusia (kadang-kadang dengan ujian yang dia senangi, kadang-kadang dengan ujian yang tidak dia senangi oleh seorang hamba)…” (QS. Ali-Imran[3]: 140)
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Dan Kami akan menguji kalian, kadang-kadang ujian itu berupa kejelekan (sesuatu yang tidak disenangi oleh seorang hamba), dan kadang-kadang ujian itu berupa kebaikan (sesuatu yang disenangi oleh seorang hamba), semuanya itu adalah ujian. Dan semua orang nanti akan dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Anbiya[21]: 35)
Karena dengan ujian itu maka akan nampak siapa yang sebenarnya orang-orang yang berhasil dalam menjalani ujiannya dan siapa orang-orang yang gagal dalam menjalani ujiannya.
Di antara ujian yang menimpa seorang hamba, seorang anak manusia, adalah ujian yang berupa sulitnya hidup.
Ujian yang berupa sulitnya hidup ini menjadikan manusia terbelah menjadi dua. Ada orang-orang yang berhasil mensikapi dengan koridor dan kaidah-kaidah syar’i, ada orang-orang yang gagal dalam mensikapi ini.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengisyaratkan ini dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dan yang lainnya, yang dihasankan oleh Imam Tirmidzi, dari Abdullah ibnu Mas’ud, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَن نَزَلتْ به فَاقةٌ ، فأَنَزَلَها بالنَّاسِ ، لَم تُسدَّ فاقتُه ، و مَن نَزلَتْ به فاقةً ، فأنزلَها باللهِ ، فيُوشِكُ اللهُ برزقٍ عاجلٍ ، أو آجلٍ
“Barangsiapa yang dia tertimpa faaqah…”
Faaqah (فَاقةٌ) itu kesulitan hidup. Baik itu sulitnya ekonomi, sulitnya kesehatan karena tertimpa penyakit, atau prahara dalam rumah tangganya, atau ada malapetaka dalam anak-anaknya, apapun yang merupakan kesulitan hidup.
“Barangsiapa orang itu yang tertimpa kesulitan dalam hidupnya, lalu kesulitan itu dia curahkan/berikan/timpakan kepada orang, maka niscaya kesulitannya tidak akan pernah terselesaikan.”
Tapi kebalikannya kata beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam..
“Barangsiapa yang tatkala dia tertimpa kesulitan, lalu dia curahkan/serahkan/pasrahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala sebentar lagi akan memberikan kepada dia anugerah yang cepat maupun anugerah yang tertunda.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membagi manusia dalam hadits yang berbarokah ini. Tatkala tertimpa kesulitan hidup dan itu adalah satu kepastian dalam kehidupan umat manusia. Siapapun dia, apapun jabatannya, berapa kekayaannya, apapun kekuatannya, orang itu mesti akan mengalami yang namanya faaqah dalam kehidupannya (sisi apapun).
Mungkin faaqah itu menimpa dia dari sisi ekonomi, mungkin menimpa dia dari sisi kesehatan, mungkin menimpa dia dalam masalah prahara rumah tangganya, atau mungkin dalam masalah anak keturunannya. Itu mesti akan dialami oleh seorang anak manusia.
Kelompok pertama
Manusia terbelah menjadi dua. Ada orang-orang yang kalau tertimpa faaqah (kesulitan hidup) malah menyerahkan urusan itu kepada orang. Entah orang itu dirinya sendiri, dia ‘ujub, merasa punya kekuatan, merasa punya kekuasaan, sehingga akhirnya dia berusaha tanpa i’timad kepada Allah. Tanpa bersandar kepada Allah dia meyakini mampu melakukan itu dengan dirinya sendiri.
Atau mungkin dia menyandarkan hal itu hanya kepada orang lain, orang yang dia anggap berkuasa, orang yang dia anggap punya kekuatan, orang yang dia anggap punya kekuasaan dan yang lainnya.
Atau mungkin yang lebih parah hanya mengeluhkan kepada orang lain. Terutama yang lebih parah pada zaman sekarang kondisi itu dia keluhkan lewat medsos atau yang lainnya.
Maka yakinlah tidak akan pernah terselesaikan masalah tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: لَم تُسدَّ فاقتُه.
Bagaimana mungkin akan terselesaikan wahai kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Manusia itu tercipta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh segala kekurangannya.
Allah menyebut manusia sebagai makhluk yang dhaif:
وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا
“Manusia tercipta dalam kondisi yang lemah.” (QS. An-Nisa[4]: 28)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut manusia adalah hamba yang fakir:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai sekalian manusia, kalian adalah orang-orang yang fakir dihadapan Allah, sedangkan Allah lah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (QS. Fathir[35]: 15)
Manusia itu akan dibatasi dengan kematian:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Semua jiwa pasti akan mengalami kematian.” (QS. Ali-Imran[3]: 185)
Dan manusia itu hatinya tidak stabil, kadang begini kadang begitu. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ…
“Bahwasanya hati manusia itu antara dua jarinya Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah yang membolak-balikkan hati manusia itu tergantung pada apa yang Dia kehendaki.”
Kelompok kedua
Kelompok kedua adalah orang-orang yang tatkala tertimpa musibah, tatkala dia itu tertimpa malapetaka, tatkala dia tertimpa kesulitan dalam hidupnya, maka dia sandarkan hidupnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فأنزلَها باللهِ
“Dia pasrahkan itu kepada Allah.”
Bagaimana bentuk kepasrahan, bagaimana bentuk dia sandarkan itu kepada Allah? Yaitu dengan cara yang syar’i. Salah satunya apa yang disabdakan oleh Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
“Berjuanglah/bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah, jangan pernah putus asa.” (HR. Muslim)
Ikhtiar, berusaha, lalu berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu menyerahkan urusan itu kepada Allah dengan tawakal.
Usaha yang kuat! Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menurunkan pertolonganNya kecuali dengan usaha. Itu sunnatullah yang berjalan. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ
“Doa adalah senjata seorang mukmin.” (HR. Al-Hakim)
Dan semua orang yang berdoa (asalkan terpenuhi syarat dan rukun serta adabnya doa) pasti akan dikabulkan oleh Allah. Kemudian tawakalkan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka apabila orang menyandarkan masalahnya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya janji Rasulullah akan segera terwujud.
فيُوشِكُ اللهُ برزقٍ عاجلٍ ، أو آجلٍ
“Maka niscaya sebentar kemudian Allah akan menganugerahkan kepada dia anugerah yang cepat atau agak terlambat.”
Khutbah Jumat Kedua
Jama’ah kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala..
Menyerahkan urusan kepada Allah dalam semua urusan yang kita hadapi di alam Mayapada ini adalah bentuk dari ketawakalan. Dan hakikat dari tawakal adalah apa yang disabdakan oleh Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawakal yang sesungguhnya, maka niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada seekor burung.”
Burung digambarkan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
“Pagi hari itu keluar dari sangkarnya dalam kondisi lapar, lalu sore hari dia balik ke sangkarnya dalam kondisi yang kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Al-Hakim)
Tawakal tetap dengan usaha. Karena burung tersebut tidak mendapatkan apa yang dia inginkan (tidak mendapatkan rezekinya) kecuali keluar dari sangkarnya.
Tetap dia berusaha, tapi dia tahu bahwa usaha yang dia lakukan itu adalah sudah ditetapkan oleh Allah. Apapun hasilnya maka itu yang kemudian dia terima dan dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga hingga sore hari dia pulang dalam kondisi kenyang mendapatkan rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita adalah hamba-hamba Allah yang mampu mensikapi hidup ini dengan penuh kearifan, mensikapi masalah-masalah kehidupan kita sandarkan itu kepada Allah dan kita tawakalkan itu kepada Allah setelah kita berjuang untuk menyelesaikannya dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Khutbah Jumat: Sabar Atas Kesulitan Hidup
Mari turut menyebarkan “Khutbah Jumat: Sabar Atas Kesulitan Hidup” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum.
Komentar