Khutbah Jumat: Cerdas Dalam Bergaul

Khutbah Jumat: Cerdas Dalam Bergaul

Wabah yang Meningkat Karena Dosa dan Maksiat
Materi 69 – Tawadhu’ Tidak Merasa Besar Diri di Hadapan Orang Lain
Ceramah Singkat: Qurban Minimalis

Khutbah Jumat tentang “Cerdas Dalam Bergaul” adalah transkrip dari khutbah jumat yang disampaikan Ustadz Ahmad Sabiq, Lc. Hafizhahullahu Ta’ala.

Khutbah Jumat: Cerdas Dalam Bergaul

Khutbah Jumat Pertama

Sidang jamaah shalat Jum’at yang semoga senantiasa Allah Subhanahu wa Ta’ala rahmati,

Kita sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin hidup tanpa bantuan orang lain. Karena kebutuhan hidup semua manusia ada pada yang lainnya. Petani butuh pada nelayan. Nelayan butuh pada pedagang. Pedagang butuh pada produsen. Begitulah siklus kehidupan manusia.

Tapi karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan serba kekurangan, kurang fisiknya, ilmunya, akalnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa’[4]: 28)

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara tentang ilmu manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’[17]: 85)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmiżi no. 2499)

Maka dalam bergaul dengan sesama yang itu tidak dapat dihindari, pasti di sana akan ada banyak efek-efek buruk yang terjadi. Entah persengketaan, maupun pengaruh buruk lainnya. Tapi tidak mungkin hal itu dapat dihindari. Bersabar di atas permasalahan yang muncul, itu jauh lebih baik dibandingkan dengan menghindar lalu hidup sendirian.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

المؤمنُ الذي يخالطُ الناسَ ويَصبرُ على أذاهم خيرٌ منَ الذي لا يُخالطُ الناسَ ولا يصبرُ على أذاهمْ

“Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.” (HR.Bukhari) [1]

Karena banyak kebaikan yang muncul dari pergaulan seorang muslim dengan muslim yang lainnya. Di dalam pergaulan itu ada at-ta’awun alal birri wat taqwa (التعاون على البر والتقوى), saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Dalam pergaulan juga ada amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan salah satu tonggak agama kita. Dan dalam pergaulan, ada saling membantu antara satu dengan yang lainnya serta berbagai macam efek-efek yang lain.

Oleh karena itu, agar semua kebaikan-kebaikan dalam pergaulan dapat kita raih dan semua efek-efek buruk dalam pergaulan dapat kita hindari, maka hendaknya seorang muslim memegang dua hal.

1. Teman Yang Baik

Yang pertama, pilihlah teman yang baik. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)[2]

Di dalam hadits ini tidak ada unsur celaan kepada pandai besi dan tidak ada unsur pujian kepada penjual minyak wangi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya memberikan gambaran untuk mensifatkan sesuatu yang mungkin terbayang di dalam pikiran manusia.

Perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah seperti seorang penjual minyak wangi dengan seorang tukang pandai besi. Seorang teman yang baik, bisa jadi dialah yang menuntunmu di jalan kebaikan atau engkau yang meniru dia untuk berbuat baik, atau minimalnya engkau tidak terpengaruh dengan kejelekan karena engkau berada di lingkungan orang-orang yang baik.

Demikian juga teman yang jelek. Bisa jadi dia menggeretmu ke arah kejelekan, minimalnya engkau berada di lingkungan orang yang jelek.

Karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadikan teman sebagai salah satu di antara standar kebaikan agama seorang hamba. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Maka hendaknya di antara kita semua wahai para penuntut ilmu syar’i, carilah teman yang akan membawa kita ke surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Carilah teman yang akan membawa kita semangat di dalam menuntut ilmu agama dan yang akan menyelamatkan agama kita di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Berbuat Baik

Yang kedua, sebagai seseorang yang bergaul dengan yang lain yang tidak lepas dari kesalahan¸ kesusahan, dan kelemahan. Hendaknya kita berusaha untuk selalu berbuat baik kepada siapapun. Baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, maupun kepada orang yang berbuat jelek kepada kita. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewajibkan kita untuk berbuat baik dalam kondisi apapun kepada siapapun.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1955[3]

Dalam hadits lain beliau bersabda,

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا

“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.”

Kemudian ada seseorang bertanya tentang bagaimana cara menolong orang yang berbuat zalim?

Beliau menjawab,

تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ

“Kamu cegah dia dari berbuat zalim, maka sesungguhnya engkau telah menolongnya.” (HR. Bukhari, no. 6952; Muslim, no. 2584)[4]

Karena tatkala seseorang itu berbuat baik, sebenarnya dia itu telah berbuat baik kepada dirinya sendiri. Perbuatan apapun yang seorang hamba lakukan, sebenarnya dia sedang bermuamalah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila dia berbuat baik, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas dengan kebaikan dengan menjadikan orang lain berbuat baik kepada kita. Entah yang kita baiki atau mungkin orang yang lain.

Tatkala kita berbuat jelek, maka sebenarnya kita sedang berbuat jelek kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya. Mungkin orang tadi yang akan Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan sebagai alat untuk membalas, atau mungkin orang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan perantara untuk membalas.

Perhatikanlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,” (QS. Al Isra: 7)

Ambil satu contoh yang mudah. Bagaimana gambaran Islam yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam buat dalam satu masalah, yaitu pergaulan oleh seorang anak manusia dengan kerabatnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

”Seorang yang menyambung silaturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)[5]

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita di antara hamba-hamba-Nya yang mampu menjadi pintu-pintu kebaikan untuk sesama, yang menjadi pioneer-pioneer kebaikan di tempat kita berada, dan kita menjadi orang-orang yang tetap kokoh dan istiqamah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai kita nanti bertemu dengan-Nya.

Khutbah Jumat Kedua

Jamaah kaum muslimin yang Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan,

Satu hal yang sangat perlu untuk kita hindari dan waspadai adalah tatkala seseorang bergaul/ bermasyarakat, janganlah berteman dengan orang-orang yang jelek. Karena akan membahayakan dunia dan akhirat kita.

Bagaimana jika orang nanti masuk ke alam akhirat, namun dulunya dia terpengaruh dengan teman-temannya yang jelek, maka hanya tinggal penyesalan. Lihatlah gambaran dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا . يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا . لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Dan (ingatlah) hari (Ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan Bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran Ketika Al Quran itu telah dating kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan[25]: 27- 29)

Semua pertemanan, persahabatan, dan persaudaraan di dunia ini hanya akan menjadi permusuhan di alam akhirat nanti kalau tidak dibangun di atas iman dan taqwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 67)

Maka sebelum memasuki hari yang mulia dan besar itu, yakni alam mahsyar dan halaman akhirat, hendaknya kita menjaga diri dengan menjaga pergaulan agar tidak terseret ke dalam kubangan kesesatan dan kejahatan yang hanya akan menjadi penyesalan dunia dan akhirat.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita semua adalah hamba-hamba-Nya yang mampu untuk memilah dan memilih kepada siapa kita berteman dan bergaul sehingga kita akan selamat di dunia dan akhirat.

Video Khutbah Jumat: Cerdas Dalam Bergaul

Mari turut menyebarkan “Khutbah Jumat: Cerdas Dalam Bergaul” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum.

Catatan:
[1] https://muslimah.or.id/14226-bergaul-mewarnai-atau-terwarnai-bag-1.html
[2] https://muslim.or.id/8879-pengaruh-teman-bergaul.html
[3] https://rumaysho.com/16305-hadits-arbain-17-berbuat-ihsan-pada-segala-sesuatu.html
[4] https://rumaysho.com/13031-menolong-orang-yang-zalim.html
[5] https://rumaysho.com/1894-keutamaan-silaturahmi.html

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: