Khutbah Jumat: Ciri-Ciri Orang Yang Beriman

Khutbah Jumat: Ciri-Ciri Orang Yang Beriman

Menghadapi Ramadhan Dengan Kondisi Covid-19
Apakah Virus Corona Sengaja Dibuat Oleh China? Begini jawaban Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Bagaimana melaksanakan ibadah-ibadah disaat pandemi covid-19 ini?

Berikut khutbah jumatCiri-Ciri Orang Yang Beriman” yang disampaikan Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah Hafizhahullahu Ta’ala.

Download pdf khutbah ini via telegram: t.me/ngajiid/111

Khutbah Jumat: Ciri-Ciri Orang Yang Beriman

Khutbah Jumat Pertama

Kita mengaku beriman. Kita hadir di tempat ini karena kita mengaku sebagai seorang muslim. Ittaqullah.. Bertakwalah kalian kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Siapa Allah? Mengapa kita harus takut kepada-Nya? Mengapa kita harus bertakwa kepada-Nya? Kita lupa kalau kita dulu itu tiada. Kita keluar dari perut bunda kita dalam kondisi lemah tak mampu berbuat apa-apa. Duduk pun tak mampu. Berbicara tidak bisa, apalagi berjalan.

Siapa yang memberi rezeki? Ittaqullah, bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan langit dan bumi dengan sebenar-benarnya takwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Kau mau mati dengan penyakit apapun, mau mati dengan wabah apapun. Mungkin ada yang mati dengan virus corona, TBC, kanker, catatannya hanya satu; semuanya akan mati. Dan engkau jangan mati kecuali dalam kondisi Islam.

Ahibbati fillah rahimakumullah,

Kita semua mengaku orang Islam. Tapi benarkah kita orang Islam? Atau mungkin kita hanya pura-pura muslim? Mengapa? Karena semua tetangga kita muslim, akhirnya kita tidak enak terpaksa kita ikut mereka. Mungkin kalau kita berada di tempat lain, kita akan tanggalkan pakaian Islam kita.

1. Hatinya Bergetar Ketika Mendengar Nama Allah

Pernahkah kita belajar untuk menguji keimanan kita, sehingga kita sudah masuk standar orang yang beriman atau masih dalam taraf mau beriman -dalam proses beriman-? Allah ‘Azza wa Jalla di surat Al Anfal menceritakan tentang kriteria orang yang beriman;

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,” (QS. Al-Anfal[8]: 2)

Ketika dikatakan, “Mas, Allah melarang ini. Ini, lho, perintah Allah. Ini aturan Allah.” Ketika dia mendengar kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala,  hatinya bergetar. Karena dia tahu kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak, Dia hanya tinggal mengatakan, “Kun. Fayakun.”

Allah yang menerbitkan mentari dari timur dan menenggelamkannya di barat. Bagaimana dia tidak takut? Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mampu membakar pasar ini dan engkau pun tidak mampu berbuat apa-apa. Itu lah Allah ‘Azza wa Jalla.

Tapi seringkali kita diingatkan tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukannya hati kita bergetar, tapi kita malah meremehkan dan sama sekali tidak mengindahkan aturan Allah ‘Azza wa Jalla. Itu yang pertama. Berapa kali kita mendengarkan di masjid ini lewat mimbar ini peringatan-peringatan? Tapi kita abaikan.

2. Imannya Bertambah Ketika Mendengar Ayat-Ayat Allah

Kriteria yang kedua kata Allah Subhanahu wa Ta’ala;

وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا

“dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya),” (QS. Al-Anfal[8]: 2)

Sudahkah setelah kita pulang jum’atan iman kita bertambah? Kita jadi takut, cemas, meninggalkan yang haram, dan mengamalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala? Atau kita tetap, 10 tahun Anda dengarkan khutbah jumat di masjid ini tapi tidak ada satupun yang menambah keimanan Anda?

Berapa banyak ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla yang diperdengarkan di telinga kita, tapi ada sebagian orang yang kata Allah;

وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ

“dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).” (QS. Al-A’raf[7]: 179)

Dia mempunyai telinga, tapi tidak bermanfaat untuk dirinya. Itu kriteria yang kedua; imannya bertambah kalau dibacakan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an Al-Karim bukan untuk pajangan dinding, ditaruh di pigura kemudian kita letakkan di rumah kita lalu kita mengatakan, “Saya muslim, ini buktinya ada kaligrafi di rumahku.” Bukan. Al-Qur’an diturunkan untuk kita membaca dan mengamalkannya.

3. Bertawakal Kepada Allah

Lalu kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal[8]: 2)

Orang beriman itu tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak tawakal kepada hasil tokonya, kepada tumpukan uang di lemari besinya, dia tidak bergantung kepada uang simpanan dia. Karena dia tahu semuanya fana, kecuali Allah ‘Azza wa Jalla.

Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin mengambil, Dia akan mengambil semuanya. Sebagian orang bergantung kepada tempat usahanya. Ramai sekarang orang-orang di-PHK. Mereka jadi stress dan depresi. Memangnya yang memberi rezeki kepadamu itu adalah tempat kerjamu, tokomu? Bukan. Firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Az-Zariyat[51]: 58)

Di manapun engkau pergi di muka bumi ini, selama engkau mempunyai waktu untuk hidup maka rezekimu pasti ada. Dia tidak bergantung dengan dompetnya yang mungkin hilang di jalan. Dia tidak bergantung kepada mobil dan motornya yang mungkin dicuri dan dia pun akan menangis. Tapi dia bergantung kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

4. Mendirikan Shalat

Kriteria keempat kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,

ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ

“(mereka) yang mendirikan shalat,” (QS. Al-Ma’idah[5]: 55)

Bukan cuma Jum’atan, dia baru datang (untuk shalat). Ketika adzan berkumandang, Hayya ‘alashsholah.. Engkau sibuk di tokomu. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggil, maka datanglah ke rumah-Nya. Bukan malah pura-pura tidak mendengar, sibuk jual beli. Apa tidak bisa engkau tinggalkan sebentar? Lima atau sepuluh menit, kau tutup dulu tokomu. Beri banner yang besar, tulis “Sedang menghadap Allah ‘Azza wa Jalla.” Engkau menghadapi orang setiap hari hanya untuk 20 ribu, satu juta, dua juta, 100 juta, yang semua itu akan engkau tinggal.

kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,

ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ

“(mereka) yang mendirikan shalat,” (QS. Al-Ma’idah[5]: 55)

Di mana pun dia pergi, hatinya bergantung di rumah Allah ‘Azza wa Jalla. Bergantung seperti lampu di rumah Allah ‘Azza wa Jalla.

5. Berinfaq

وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

“dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah[2]: 3) dan (QS. Asy-Syura[42]: 38)

Ingat, ketika Antum mengeluarkan uang dan memasukkannya ke kotak amal, itu adalah rezeki dari Allah ‘Azza wa Jalla. Bukan karena kau bekerja dan capek. Berapa banyak orang yang lebih capek dari kita, rezekinya lebih sedikit dari kita? Kalau cara mendapatkan rezeki adalah dengan jumlah keringat yang diperas, kita akan lihat tukang bangunan rezekinya lebih banyak dari Antum. Mereka yang mengumpulkan sampah akan lebih banyak rezekinya dari Antum.

Bukan dengan keringat atau kelelahan, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membagi rezeki. Mengapa si Fulan kaya dan ana miskin?

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ

“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki.” (QS. Az-Zariyat[51]: 58)

Allah Subhanahu wa Ta’ala membagi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Sudahkah kita menginfaqkan harta yang kita dapatkan dalam kerja kita? Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan,

وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

“dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah[2]: 3) dan (QS. Asy-Syura[42]: 38)

“Dari apa yang Kami rizkikan kepada mereka…” Kalau kalian punya harta dari hasil kerja kalian yang bukan rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan sedekah! Makan saja uang tersebut.

Tapi kita tahu semua yang ada pada diri kita adalah rezeki yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita. Yang jika Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin mengambilnya maka tidak perlu bertanya dulu ke kita.

Sedekah Adalah Bukti

Ahibbatiy fillah,

Bicara sedekah, kita itu cinta sama harta. Dan itu yang menyebabkan Antum telat Jum’atan, datang pagi-pagi membuka toko dan takut kalau sohibnya buka terlebih dahulu. Ada ketakutan yang kalau dia tutup untuk shalat, takut pelanggannya pindah ke toko sebelah. Mengapa? Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا

“dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS. Al-Fajr[89]: 20)

Kalian cinta mati dengan harta, padahal tidak dibawa mati. Itu yang terjadi dengan kita. Oleh karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla di dalam Al-Qur’an berulangkali mengajak kita untuk berinfaq, bersedekah, dan tidak takut miskin. Mengapa tidak takut miskin? Kita ini hambanya Allah Yang Maha Kaya.

Kadangkala manusia disuruh sedekah namun takut berkurang hartanya. Kalau engkau punya uang satu juta, sedekah 900 ribu dan uangmu tinggal 100 ribu. Tapi ingat kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersumpah

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558, dari Abu Hurairah)

Tapi terkadang sedekah ini bukti kepercayaan/ bintik keyakinan kita dengan janji Allah ‘Azza wa Jalla. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam;

وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ

“Dan sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim)

Kikir dan Iman

Kalau engkau mau tahu engkau beriman atau tidak, lihat bagaimana engkau bersedekah. Kalau engkau bakhil (pelit), sedekah seribu, dua ribu, lima ratus. Uang lima ratus yang mau engkau buang, engkau sedekahkan. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

وَلاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالإِيمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

“Tidak akan berkumpul sifat kikir dan keimanan dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (HR. An-Nasa’i no. 3110)

Di mana ada kekikiran, iman pergi dari tempat tersebut. Dan di mana ada iman, engkau tidak akan takut miskin. Engkau tidak akan takut bersedekah. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan;

إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ

“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (QS. At-Taghabun[64]: 17)

Jika tidak mau bersedekah, maka berinvestasilah. Pinjamkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kita selalu berfikir kalau mempunyai uang 100 juta, kita berikan kepada si Fulan yang in syaa Allah setiap bulan kita akan menerima (untung) 30 juta. Kita akan berlomba-lomba. Bulan ini kita letakkan 100 juta, bulan depan satu milyar karena ada janji 30 persen kita akan dapat keuntungan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi untung berapa? 700 kali lipat. Maka pinjamkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tidak mau meminjamkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Mau dibawa ke mana harta itu? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Terbuai Harta

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ . حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur[102]: 1)

Kalian akan terus seperti ini, terbuai dengan menumpuk harta. Dahulu kau bekerja untuk kebutuhan, sekarang sudah bukan untuk kebutuhan. Tapi untuk ambisi dan keinginan. Sampai mati kalian akan menumpuk harta tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ – ﻗَﺎﻝَ – ﻭَﻫَﻞْ ﻟَﻚَ ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻠْﺖَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺴْﺖَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖَ ﻓَﺄَﻣْﻀَﻴْﺖَ

“Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Tidakkah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu begitu saja? ” (HR. Muslim no. 2958)

اقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم، ولسائر للمؤمنين والمؤمنات، فاستغفروه، انه هو الغفور الرحيم

Khutbah Jumat Kedua

الحمد لله والصلاة والسلام على النبى المصطفى سيدنا ومولانا وشفيعنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
اما بعد

Ahibbatiy fillah,
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)

Nikmat Sehat

Seakan-akan itu bukan nikmat. Yang pertama adalah kesehatan. Sekarang dunia takut gara-gara virus corona. Seperti apa besarnya virus corona, sehingga menyebabkan Negara Italia lockdown. Negeri-negeri tutup. Ada apa dengan virus corona? Agar kita sadar kalau kesehatan itu lebih baik dari pada toko Antum, kesehatan Antum lebih utama dari pada rumah Antum.

Kita mungkin bersyukur dengan rumah kita. Kita gembira tatkala memiliki rumah yang besar, toko yang ramai, penghasilan yang cukup, tapi Antum tahu kesehatan yang Antum miliki jauh lebih baik dari itu semua. Antum siap menjual toko Antum demi kesehatan. Siap menjual rumah mewah Antum untuk berobat. Tapi selama ini kita kurang mensyukuri nikmat sehat.

Di antara nikmat virus corona itu adalah membuat kita sadar, “Ya Allah, sehat ini adalah nikmat.” Mungkin kita kurang bersyukur sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mencabut nikmat sehat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan pakaian ketakutan dan kecemasan. Ke mana-mana pakai masker karena takut. Allah Subhanahu wa Ta’ala mencabut sedikit nikmat.

Nikmat Waktu Luang

Nikmat yang kedua adalah waktu luang/ kosong. Mungkin Antum di tempat kerja terduduk menunggu pelanggan lama, tidak ada pelanggan yang datang. Lebih nikmat mana ketika ramai dan ketika kosong?

Sebagian orang berfikir lebih nikmat ketika ramai. Engkau lupa, waktu kosong itu nikmat. Kalau Engkau gunakan untuk beristighfar, mungkin sudah sudah 1000 kali Engkau istighfar. Kalau Engkau gunakan untuk mengucapkan “Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha ilallah Allahu Akbar.” Mungkin ratusan kali kau mengucapkannya. Tapi Engkau lebih mensyukuri nikmatnya banyak pelanggan dari pada waktu luang.

Dan yang terakhir, ketahuilah bahwa modal hidup kita bukan uang atau harta. Kita bisa melihat orang tua kita, kakek kita, warisannya milyaran. Tapi dia mati, waktunya habis. Modal hidup kita itu adalah waktu dan bukan harta.

Kita Akan Meninggalkan Dunia

Ahibbatiy fillah,

Sadarlah, cepat atau lambat kita akan meninggalkan dunia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,” (QS. Ibrahim[14]: 7)

Maka syukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan beramal, beribadah, dan dengan banyak-banyak mengingat Allah ‘Azza wa Jalla.

Hari ini hari Jum’at, harinya bershalawat utuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selesai Jum’atan, basahi bibir Antum dengan shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan di akhir Jum’at ada waktu yang mustajab (untuk berdoa). Minta sama Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan diri kita, keluarga, dan negeri kita dari segala bala, wabah.

Video Khutbah Jumat: Ciri-Ciri Orang Yang Beriman

Sumber Video “Khutbah Jumat : Ciri-Ciri Orang Yang Beriman”: Media Sunnah Blora

Mari turut menyebarkan link download kajian “Khutbah Jumat : Ciri-Ciri Orang Yang Beriman” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: