Berikut ini transkrip khutbah jumat tentang “Ibadah Salah Hati” yang disampaikan oleh Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., BA. Hafizhahullahu Ta’ala.
Navigasi Catatan:
Khutbah Jumat: Ibadah Salah Hati
Khutbah Jumat Pertama
Pertolongan Allah
Jam’ah Jumat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan,
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan ibadah itu sebagai bagian dari tujuan mereka diciptakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat[51]: 56)
Dan ketika seorang hamba beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka tidak akan mampu untuk melakukannya tanpa pertolongan dari-Nya. Maka dari itu, dalam Al-Qur’an surah Al Fatihah Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan antara ibadah dengan isti’anah sebagaimana firman-Nya;
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah[1]: 5)
Dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dalam bentuk lahiriyah maupun batiniyah, seorang hamba bisa beribadah kepada-Nya. Maka sebelum seorang hamba beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada hakikatnya dia mendapat perhatian dari-Nya. Dan perhatian Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya lebih besar dibandingkan dengan perhatian hamba kepada-Nya.
Tujuan Shalat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-‘Ankabut[29]: 45)
Apa yang dimaksud dengan;
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
“Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar.”
Al Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya, beliau mengutip keterangan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma,
ذكر الله اياكم عندما عمر بأنها عنه اذا ذكرتموه اكبر من ذكركم اياه
“Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan perhatian kepada kalian dengan Dia memberikan aturan kepada kalian dan Dia memberikan petunjuk kepada kalian itu lebih besar dibandingkan dengan ingatnya kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dalam riwayat yang lain, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma mengatakan,
وذكر الله اياكم أعظم من ذكركم اياه
“Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingat kalian itu lebih besar dari pada kalian mengingat-Nya.”
Seperti yang kita sadari dalam kehidupan 24 jam kita yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dalam satu hari, hanya sekian jam yang kita pergunakan untuk beribadah. Yang lainnya kita gunakan untuk aktifitas muamalah dan aktifitas duniawi lainnya, sisanya untuk beristirahat.
Dan dari ibadah itu mungkin ada sebagian di antara kita yang pada saat mengerjakan shalat bisa khusyuk dan masih banyak yang tidak khusyuk. Artinya dzikir kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala putus nyambung, terkadang putus dan terkadang menyambung.
Ketika Allah Mengingatmu
Berbeda dengan dzikir Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memperhatikan kita dari mulai perhatian terhadap fisik, termasuk juga perhatian dalam masalah hidayah. Sehingga seorang hamba bisa melaksanakan ketaatan. Murni karena kebaikan dan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena itulah dzikir Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih besar dibandingkan dengan dzikir hamba.
Kaitannya dengan hal ini pula, Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan tentang taubatnya seorang hamba. Seorang hamba yang bertaubat diapit oleh dua taubat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ…
“..Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah[9]: 118)
Ada tiga kata taubat dalam satu ayat itu. Kata taubat yang pertama dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Taubat yang kedua adalah perbuatan hamba. Dan kata taubat yang ketiga adalah sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka taubatnya hamba diapit oleh dua taubat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang hamba mau bertaubat karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepadanya untuk menyesali kesalahannya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan semangat kepadanya untuk kembali kepada kebenaran. Maka sang hamba ketika itu berbuat sesuatu, yaitu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diterima atau tidaknya taubat seorang hamba, itu kembali lagi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah nyatakan;
إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Anugerah dari Allah
Anugerah yang kedua adalah ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubatnya seorang hamba. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan bahwa sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Menerima Taubat.
Maka dalam kegiatan ibadah yang kita lakukan, saat kita shalat, awal mulanya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi petunjuk dan kemampuan kepada kita untuk melaksanakan ibadah. Lalu kita melaksanakan ibadah sesuai dengan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di saat itulah kita beramal, mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelumnya karena kita diperhatikan oleh-Nya. Lalu selesai kita beramal, kita memiliki hak untuk mendapatkan pahala.
Jika amal ibadah itu diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Dia akan memberikan pahala kepada kita. Sehingga ibadah kita diapit oleh dua perhatian Allah Subhanahu wa Ta’ala, perhatian sebelum dan setelah beramal.
Karena itu, jika kita menyadari akan hal ini, hakikatnya kita adalah makhluk yang lemah. Dalam setiap ketaatan yang kita lakukan, kita tidak memiliki peran dan jasa yang besar. Sehingga pada saat kita beramal seharusnya kita sadar bahwa itu murni karena kebaikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan sampai menimbulkan sifat ujub dari dalam diri kita.
Demikian sebagai khutbah yang pertama. Semoga bermanfaat.
Khutbah Jumat Kedua
Balasan Amal
Jama’ah Jumat yang Allah muliakan,
Dalam setiap aktifitas ibadah yang kita lakukan, tujuan besarnya adalah agar kita dzikrullah. Dan orang yang melakukan dzikrullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya dengan mengingatnya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,” (QS. Al-Baqarah[2]: 152)
Sebagaimana dalam kaidah fiqih disebutkan,
الجزاء من جنس العمل
“Balasan itu sejenis dengan amal.”
Ketika amalnya berdzikir, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan kepada sang hamba dengan mengingatnya.
Dan sebagian ulama mengingatkan bahwa andaikan tidak ada fadhilah dzikir selain dari satu ayat ini, itu sudah bagian dari fadhilah yang luar biasa. Karena siapakah kita ketika kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala Pencipta alam semesta mengingat kita.
Ketika Allah Menyebutmu
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama Ubay bin Ka’ab. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada Ubay,
إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ {لَمْ يَكُنْ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
“Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu ‘Orang-orang kafir yakni ahli Kitab… [Quran Al-Bayyinah: 1]” (HR. Bukhari No. 4959)[1]
Setelah mendengar ini dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Ubay bertanya kepada beliau, “Apakah Allah menyebut namaku?” Kemudian beliau menjawab, “Ya.”
Lalu Ubay menangis. Siapakah dia sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutnya. Ini artinya para sahabat memahami, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutnya itu merupakan anugerah yang luar biasa. Jangankan disebut oleh Tuhannya, terkadang ketika seorang bupati menyebut nama kita ataupun oleh seorang dekan saja kita sudah merasa sangat bahagia. Maka apalagi jika yang menyebut adalah Rajanya para raja, Pencipta alam semesta yang tidak bisa dibandingkan dengan seluruh makhluk.
Karena itulah, perhatikan tujuan besar kita dalam melakukan ibadah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Tha Ha[20]: 14)
Sehingga ketika kita shalat, maksimalkan tujuan besarnya adalah untuk banyak mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengagungkan-Nya. Bukan dalam rangka untuk memperbesar diri kita.
Dan sebagian hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala uji. Yang mana ketika dia sedang melakukan ibadah, perasaan ujub mengotori hatinya. Dia merasa besar dengan ibadah yang dia lakukan. Padahal sebenarnya semua itu berkat hidayah dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga Dia melimpahkan kita hidayah untuk bisa melaksanakan ibadah yang benar, kondisi lahiriyah serta batiniyah yang benar.
Video Khutbah Jumat: Ibadah Salah Hati
Video: ANB Channel
Mari turut menyebarkan link download kajian “Ibadah Salah Hati” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Catatan:
[1] https://kisahmuslim.com/5960-ubay-bin-kaab-yang-paling-fasih-bacaan-alqurannya.html
Komentar