Khutbah Jumat: Kita Dihisab Lahir Batin

Khutbah Jumat: Kita Dihisab Lahir Batin

Kita Dihisab Lahir Batin adalah khutbah jumat yang disampaikan oleh Ustadz Ammi Baits Hafidzahullahu Ta’ala.

Khutbah Pertama Kita Dihisab Lahir Batin

Hadirin jama’ah jum’at yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Ada sebagian orang ketika mereka melakukan sebuah kesalahan, kemudian dia diingatkan akan kesalahan itu baik berdasarkan dalil dari Al-Qur’an maupun sunnah atau berdasarkan dari dalil yang lainnya (dalil naqli maupun dalil aqli), kemudian dia beralasan bahwa niatnya adalah niat yang baik, sehingga dia membela kesalahannya, dia membela kekeliruannya dengan kondisi batinnya. Padahal orang lain tidak tahu bagaimana kondisi batinnya.

Kita perlu memahami bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak hanya menghisab bagian batin dari para hamba, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menghisab bagian yang lahir dari para hamba. Disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah melihat muka/wajah/fisik kalian, dan Allah juga tidak menilai harta, namun Allah Ta’ala melihat hati kalian dan amal perbuatan kalian.” (HR. Muslim)

Sehingga orang yang melakukan amal perbuatan yang salah, baik salah menurut penilaian syariat maupun salah karena standar yang berlaku di masyarakat, dia tidak dibenarkan untuk membela kesalahannya dengan batinnya karena orang lain tidak berurusan dengan batinnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menghisab bagian batin kita dan Allah juga akan menghisab bagian lahir kita sehingga Allah Ta’ala akan memperhitungkan lahir dan batin dari apa yang kita lakukan.

Karena itulah jama’ah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, secara umum kita memahami kondisi semacam ini. Orang misalnya dia mencuri, atau dia korupsi, dia punya niat barangkali niatnya adalah niat yang mulia, mungkin untuk membangun masjid atau untuk membantu orang yang fakir miskin atau yang lainnya, tapi kita paham bahwasannya amal yang salah tidak bisa dibenarkan karena niat yang benar. Sehingga kita dituntut oleh syariat untuk benar dalam amal dan juga benar dalam niat. Sehingga amal perbuatan hamba yang tidak sejalan dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, amal para hamba yang tidak sejalan dengan syariat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak boleh dilestarikan sekalipun bisa jadi pelakunya memiliki niat yang benar. Jadikan ini sebagai sebuah prinsip dalam kehidupan kita agar kita selalu lurus dalam beramal, lurus dalam beramal tidak hanya sebatas memikirkan bagian yang batin tapi kita juga perlu memperbaiki bagian yang lahir.

Demikian pula sebaliknya, ketika kita beramal yang sifatnya fisik seperti shalat, berpuasa, dan yang lainnya kita juga dituntut untuk memperbaiki kondisi batin kita. Sehingga jangan sampai kita ketika melakukan shalat, fisik kita ada di masjid tapi ternyata batin kita tidak berada di masjid. Sehingga kita hilang rasa khusuknya, kita tidak memiliki semangat untuk beribadah kepada Allah dalam batin karena kita hanya sebatas yang penting menggugurkan kewajiban. Dan banyak di antara kaum muslimin ketika menjalankan shalat, fisiknya anteng di dalam masjid, badannya ada di dalam masjid, tapi mungkin batinnya melayang kemana-mana. Sehingga dia shalat hanya menghadirkan lahiriahnya saja, namun batinnya kosong dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sekali lagi jama’ah yang dimuliakan oleh Allah, mari kita perbaiki lahir dan batin kita sehingga dalam melaksanakan ibadah, lahir kita harus sesuai sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan batin kita harus selalu ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Khutbah kedua – Dihisab Lahir Batin

Hadirin jama’ah jumah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, terkait masalah penilaian orang kepada orang lain, ini tidak disalahkan secara mutlak. Sehingga seorang muslim bisa menilai amal muslim yang lain jika memang amal muslim yang lain itu layak untuk dinilai. Dan di situlah terjadi kesinambungan amar ma’ruf nahi mungkar.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan amal sahabat yang salah, bahkan terkadang sebagian di antara mereka diminta untuk mengulanginya. Demikian pula sebagian sahabat terkadang menilai amal orang lain yang salah dan bahkan mereka menyampaikan sebagian ancaman ketika orang itu tidak mau mengulanginya.

Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu pernah melihat ada orang yang shalatnya berantakan, dia tidak tuma’ninah, kemudian orang itu diingatkan oleh Hudzaifah: “Sejak kapan kau shalat semacam ini?”

Kemudian orang itu menjawab: “Kurang lebih empat puluh tahun.” Lalu Hudzaifah mengatakan:

وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فِطْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad 23258, Bukhari 791, An-Nasai 1312, dan yang lainnya). [1]

Karena shalatnya shalat yang tidak karuan.

Orang ini tidak kemudian membantah Hudzaifah “Apa kepentingan kamu dengan amal aku? Aku beramal untuk Allah dan yang menilai Allah”

Thoyyib.. untuk masalah apakah amalmu diberi pahala ataukah tidak, Allah Ta’ala yang paling tahu. Tapi untuk menilai apakah amalmu ini salah ataukah benar orang lain bisa menilai sesuai dengan ilmu yang dia miliki. Sehingga ketika kita melihat ada orang yang amalnya salah kita boleh mengingatkannya. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan kepada kita

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ

“Siapa yang melihat kemungkaran diantara kalian silakan di ubah dengan tangannya, kalau tidak mampu silakan dengan lisannya, kalau tidak mampu minimal dengan batinnya.” (HR. Muslim)

Banyak orang ketika diingatkan shalatnya salah atau amal ibadahnya salah, dia mengatakan “Apa urusan anda dengan amal saya?” Jawabannya, urusan kami dengan amal Anda adalah dalam rangka untuk bersama-sama meluruskan agar kita sesuai dengan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita menilai bagian yang dzahir, sementara batin kita kembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagaimana Umar Bin Khattab radiyallahu ‘anhu pernah mengatakan:

إن أُناسًا كانوا يُؤخَذون بالوحي في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, orang itu diingatkan dengan wahyu yang Allah turunkan. Sehingga Nabi Shalallahu ‘Alaihisalam diberitahu kesalahan-kesalahan batin yang dimiliki oleh sebagian hamba.”

وإن الوحي قد انقطع

“Dan saat ini wahyu itu telah terputus.”

وإنما نأخُذُكم الآن بما ظهَر لنا مِن أعمالكم

“Dan kami akan memberikan hukuman kepada kalian sesuai dengan dzahir kalian.”

وليس إلينا من سريرته

“Dan kami tidak berurusan dengan bagian batinnya.” [2]

Sehingga kalau ada orang yang lahiriahnya salah, maka kita nilai itu salah dan kita ingatkan agar kembali sesuai dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Demikian Semoga kita dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memperbaiki amal kita lahir dan batin dan berusaha untuk selalu istiqomah di atas kebenaran.

Video Khutbah Jumat Tentang Kita Dihisab Lahir Batin

Sumber audio: anb channel

Mari turut menyebarkan khutbah tentang “Kita Dihisab Lahir Batinini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Catatan:

  1. Lihat: https://konsultasisyariah.com/22923-hukum-shalat-tarawih-ngebut.html
  2. Lihat: https://www.alukah.net/sharia/0/125061/

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: