Berikut Khutbah Idul Fitri tentang “Lima Hal Penting Tentang Ibadah” yang disampaikan oleh Ustadz Abdurrahman Thoyyib, Lc. Hafizhahullahu Ta’ala.
Navigasi Catatan:
Khutbah Idul Fitri: Lima Hal Penting Tentang Ibadah
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Tidak ada kata yang pantas untuk kita sampaikan dan panjatkan di kesempatan yang berbahagia ini, melainkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang dengan kenikmatan, pertolongan, dan hidayah-Nya kita telah menyelesaikan berbagai macam bentuk ibadah di bulan suci Ramadhan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima semua amal ibadah kita.
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Berbicara tentang ibadah, ada lima hal yang pantas untuk kita pahami dan ingat.
1.Tujuan Penciptaan Manusia
Yang pertama, ibadah merupakan tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita di atas muka bumi ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat[51]: 56)
Oleh karena itulah, ibadah bukan hanya di bulan suci Ramadhan. Bulan suci Ramadhan telah berakhir, dia telah meninggalkan kita.
Namun jangan pernah meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ibadah adalah kewajiban kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai akhir hayat kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“dan sembahlah Tuhanmu sampai dating kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr[15]: 99)
2. Makna Ibadah
Ma’asiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Yang kedua yang wajib untuk kita pahami tentang ibadah yaitu ibadah bukan hanya puasa, shalat, zakat, dan haji saja. Namun ibadah itu luas maknanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
العبادة هي اسم جامع لكل ما يحب الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة والباطنة
“Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang nampak maupun yang tersembunyi, yang lahir maupun yang batin.”
Ada ibadah hati, seperti cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takut, berharap, dan bertawakal kepada-Nya.
Ada pula ibadah lisan, contohnya berdzikir dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian pula ada ibadah anggota badan, seperti shalat, puasa, dan seterusnya.
Maka harus betul-betul kita pahami bahwa banyak ibadah yang harus kita laksanakan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Ibadah Adalah Hak Allah
Yang ketiga, ibadah merupakan murni hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak boleh kita palingkan/ persembahkan kepada selain-Nya, baik kepada para malaikat, nabi, atau kepada para wali.
Ibadah adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Dan itulah yang kita ikrarkan setiap kita shalat,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah[1]: 5)
Ibadah tidak boleh kita palingkan kepada selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (QS. An-Nisa’[4]: 36)
Jangan mempersembahkan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Entah itu doa atau istighatsah, serahkan semuanya kepada-Nya. Dan itulah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tanamkan di kala kita berpuasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika berfirman tentang ayat-ayat puasa, Allah menyelingi dengan firman-Nya,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah[2]: 86)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ
”Doa adalah ibadah.” (HR. Tirmidzi no. 2969
Maka kita hanya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak boleh berdoa kepada malaikat, para nabi, maupun wali. Barang siapa berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia jatuh ke dalam kekufuran/ kesyirikan. Na’udzubillahimindzalik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”. (QS. Yunus[10]: 106)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Al-Mu’minun[23]: 117)
Ma’asyiral muslimin,
Di bulan suci Ramadhan, kita digembleng untuk bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan kepada-Nya. Setiap kita shalat witir bersama imam, kita diperdengarkan dua surat;
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.” (QS. Al-Kafirun[109]: 1-2)
Orang muslim beda dengan orang kafir. Orang kafir menyembah malaikat, nabi, wali, bintang, dan menyembah kepada yang lainnya selain Allah Subhanahu wa Ta’aSubhanahu wa Ta’ala
Sedangkan orang muslim itu menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ
“Katakanlah: ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa’.” (QS. Al-Ikhlas: 1)
Oleh karena itulah ma’asyiral muslimin,
Pelajaran berharga di bulan suci Ramadhan itu berfungsi untuk mengokohkan tauhid kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita menyerahkan ibadah hanya kepada-Nya dan tidak berdoa maupun beribadah kepada selain-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Karena kesyirikan itu menempatkan ibadah bukan pada tempatnya. Maka Allah namakan dengan kezaliman yang paling zalim.
4. Syarat Ibadah Diterima
Kemudian yang keempat, dalam masalah ibadah harus kita perhatikan dua syarat diterimanya amal ibadah. Yang pertama adalah ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan yang kedua harus mengikuti tuntunan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,” (QS. Al Bayyinah: 5)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ
“Amal itu tergantung niatnya,” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang tidak ikhlas dalam beribadah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ.ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ
“Orang yang pertama kali diputuskan pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid di jalan Allah. Lalu dia didatangkan, kemudian Allah memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya, maka dia pun mengenalinya. Allah berkata, “Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat itu?” Orang tersebut menjawab, “Aku telah berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berkata, “Engkau dusta, akan tetapi engkau melakukan itu supaya disebut sebagai seorang pemberani dan ucapan itu telah dilontarkan.” Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa, maka dia diseret dengan wajahnya (terjerembab di tanah), sampai dia pun dilemparkan di neraka.”
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ
“Kemudian ada orang yang belajar agama dan mengajarkannya, serta membaca Al Qur’an. Lalu orang itu didatangkan, lalu Allah memperlihatkan nikmat-Nya dan orang itu pun mengenalinya. Allah berkata, “Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat itu?” Orang itu menjawab, “Aku telah belajar agama, mengajarkannya dan aku telah membaca Al Qur’an.” Allah berkata, “Engkau dusta, akan tetapi engkau belajar agama supaya disebut orang alim dan engkau membaca Al Quran supaya disebut qari’ dan ucapan itu telah dilontarkan.” Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa, maka dia pun diseret dengan wajahnya (terjerembab di tanah) sampai dia pun dilemparkan di neraka.”
وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ
“Kemudian ada seorang laki-laki yang diberikan kelapangan oleh Allah dan menganugerahinya segala macam harta. Lalu dia pun didatangkan, lalu Allah memperlihatkan nikmat-Nya itu dan orang itu pun mengenalinya. Allah berkata, “Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat itu?” Orang itu menjawab, “Aku tidak meninggalkan satu jalan pun sebagai peluang untuk berinfak melainkan aku berinfak di situ semata-mata karena-Mu.” Allah berkata, “Engkau dusta, akan tetapi engkau melakukan seperti itu supaya disebut dermawan dan ucapan itu telah dilontarkan.” Maka orang itu diperintahkan untuk dibawa, lalu dia pun diseret dengan wajahnya (terjerembab di tanah), kemudian dia dilemparkan di neraka.” (HR. Muslim no. 1905)[1]
Maka ibadah harus ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun ikhlas saja tidak cukup. Ibadah harus juga diiringi dengan ittiba’ (mengikuti) ajaran Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Ada sebuah kisah dalam Shahih Bukhari.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَرَدَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَيْهِ السَّلاَمَ فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » فَصَلَّى ، ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » . ثَلاَثًا . فَقَالَ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى . قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.”
Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.” Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata, “Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan bersabda, “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Alquran yang mudah bagimu. Lalu rukuklah dan sertai thumakninah ketika rukuk. Lalu bangkitlah dan beriktidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thumakninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thumakninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thumakninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari, no. 793 dan Muslim, no. 397)[2]
Artinya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap shalat orang itu tidak sah karena tidak mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya masalah tuma’ninah.
5. Rukun Ibadah
Kemudian yang terakhir, ibadah ada tiga rukunnya kata para ulama. Yang pertama adalah Al Mahabbah; cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, cinta kepada ibadah tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ
“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah: 165)
Namun cinta saja tidak cukup, harus ada rukun yang kedua yaitu mengharap agar ibadah tersebut diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jangankan kita, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam saja ketika selesai membangun Ka’bah, beliau tetap berdoa kepada Allah Subahanu wa Ta’ala,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 127)
Dan ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati ibadahnya orang-orang yang beriman dan bertakwa ,
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap,” (QS. As Sajadah: 16)
Mereka shalat malam dan berdoa kepada Rabb mereka dengan diiringi rasa takut dan berharap. Takut tidak diterima ibadahnya, takut diazab oleh Allah, dan berharap diterima ibadahnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta berharap rahmat dan surga-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَمَّنْ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ سَاجِدًا وَقَآئِمًا يَحْذَرُ ٱلْءَاخِرَةَ وَيَرْجُوا۟ رَحْمَةَ رَبِّهِۦ ۗ
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?” (QS. Az Zumar: 9)
Maka ma’asyiral muslimin,
Meskipun kita sudah menyelesaikan ibadah dengan berbagai macamnya di bulan suci Ramadhan, jangan pernah sombong dan mengatakan, “Saya pasti diterima amal ibadahnya. Pasti saya penghuni surga.”
Karena sekali lagi, kita tidak tahu apakah ibadah kita diterima Allah Subhanhu wa Ta’ala atau tidak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,” (QS. Al Mu’minun: 60)
Ummul mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulallah, apakah yang takut hatinya itu orang yang mencuri, berzina, atau yang meminum khamr?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يا بنت الصديق ولكنهم الذين يصومون ويصلون ويتصدقون وهم يخافون أن لا يقبل منهم
“Bukan, akan tetapi yang hatinya takut adalah mereka yang puasa, shalat, dan bersedekah namun hati mereka takut jika amal ibadah mereka tidak diterima.” (HR. Ibnu Majah)
Maka Al-Hasan Al-Bashri, seorang ulama tabiin, berkata,
“Orang mukmin yang sejati, mereka berbuat baik namun mereka juga takut tidak diterima amal ibadah mereka. Adapun orang munafik, mereka berbuat kejelekan dan mereka merasa aman dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itulah, perbanyak doa agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima semua amal ibadah kita
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 127)
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Bulan suci Ramadhan telah berakhir. Namun sekali lagi, tidak boleh kita meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Video Khutbah Idul Fitri: Lima Hal Penting Tentang Ibadah
Sumber Video: Abdurrahman Thoyyib Channel
Mari turut menyebarkan “Khutbah Idul Fitri: Lima Hal Penting Tentang Ibadah” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum.
Catatan:
[1] Sumber https://rumaysho.com/7252-belajar-agama-hanya-untuk-mencari-dunia.html
[2] Sumber https://rumaysho.com/22926-hadits-al-musii-fii-shalatihi-orang-yang-jelek-shalatnya-dasar-dari-rukun-shalat.html
Komentar