Khutbah Jumat: Tiga Pilar Utama dalam Menjalani Hidup

Khutbah Jumat: Tiga Pilar Utama dalam Menjalani Hidup

Berikut ini khutbah Jumat “Tiga Pilar Utama dalam Menjalani Hidup” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor.

Khutbah Jumat: Tiga Pilar Utama dalam Menjalani Hidup

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Khutbah Pertama

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Manusia yang paling mulia dan yang paling sukses di dunia ini adalah seorang hamba yang telah sukses menjalin hubungannya dengan Rabbnya dan dengan hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Manusia yang paling sukses di dalam hidup ini dan yang paling bahagia adalah manusia/ hamba yang telah mampu membangun hubungannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang telah mampu membangun hubungan baik dengan sesama manusia.

Oleh karena itu, hendaklah kita semua kaum muslimin untuk selalu berusaha menjadi orang-orang yang sukses dan bahagia. Menjalin hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala

بتوفيق العلاقة مع الله. حبل من الله و بحسن العلاقة مع الناس (حبل من الناس)

Adapun dalam membangun hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala (حبل من الله) itu ada tiga pilar utama yang harus kita perhatikan. Yang senantiasa harus kita usahakan untuk meningkatkannya dan menjaga keutuhan serta kekokohannya.

Pilar yang pertama yaitu menjadi hamba yang selalu berbuat, beribadah, taat, dan menjalani hidup ini لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ.  Pilar yang kedua yaitu di dalam menjalani kehidupan dan melaksanakan ketaatan dan ‘ubudiyyah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai hamba-Nya, hendaklah senantiasa استعانة بالله yaitu الحياة بالله. Dan pilar yang ketiga, di dalam menjalani hidup لِلَّهِ وَ بِالله hendaknya senantiasa berada di atas أَمْرِ اللهِ على شَرِيعَة الله. Kita jalani hidup ini di atas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pilar Pertama

Adapun pilar yang pertama الحياة لِلَّه, inilah makna ketulusan dan penghambaan yang setulus-tulusnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan inilah makna keikhlasan yang seikhlas-ikhlasnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hidup dan mati kita, seluruh ketaatan kita, semua itu لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ sebagaimana yang selalu kita ikrarkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ .

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’.” (QS. Al-An’am[6]: 162-163)

Makna لِلَّهِ adalah tulus, ikhlas, dan murni hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena kita semua adalah hamba-Nya (عبد لله). رَبِّ الْعَالَمِينَ Rabb yang menciptakan alam semesta, seluruh makhluk, mengatur urusan hidup mereka, dan tidak ada yang bersekutu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal itu, لَا شَرِيكَ لَهُ. Maka ketulusan dan ibadah itu juga tidak ada sekutu di dalamnya. Itulah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada kita.

Kemudian kita mengikrarkan dan meyakini, serta mempertegas pernyataan yang pertama; وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ yaitu aku adalah orang-orang yang pertama berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menyerahkan urusan hidup, mati, ketaatan, dan seluruh ibadah kita لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ serta berlepas diri dari kesyirikan.

Inilah makna dan hakikat dari persaksian kita اشهد ان لا اله الا الله. Mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengikhlaskan seluruh ibadah itu kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang tujuan diciptakannya manusia;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat[51]: 56)

Dan hakikat ‘ubudiyyah adalah ‘ubudiyyah yang didasari oleh keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Inilah hakikat tauhid. Sehingga shalat kita dan seluruh ibadah kita lahir dan batin adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini pilar yang pertama. Mari kita perbaiki dan memperkokohnya. Dan mari kita jaga. Karena hidup tanpa ketulusan dan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sia-sia belaka. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sebagaimana dalam hadits qudsi;

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ؛ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barang siapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)[1]

Artinya amalannya ditolak dan sia-sia.

Pilar Kedua

Hidup yang dibangun di atas استعانة بالله (isti’anah billah- memohon pertolongan Allah). Karena kita adalah makhluk yang paling lemah. Tanpa pertolongan, taufik, dan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala maka kita tidak akan mungkin mampu melakukan sekecil apa pun kebaikan yang ingin kita lakukan dan sekecil apa pun aktifitas yang ingin kita kerjakan. Sebagaimana kita maklumi لا حول ولا قوه الا بالله (tiada daya dan upaya kecuali dari Allah).

Oleh karena itu dalam sekecil apa pun sesuatu yang ingin kita kerjakan, jangan lupa mohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita لا شيئ بدون أن الله وتوفيقه (tidak ada apa-apa tanpa Allah dan taufik-Nya), serta tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan pertolongan kepada seorang hamba. Inilah hakikat dan maksud dari الخُذْلَانُ yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala membiarkan seorang hamba terjerumus dan jatuh ke dalam kehinaan, kesengsaraan, dan kegagalan.

Kita mendapatkan Rasul kita yang mulia mewasiatkan kepada kita umatnya, untuk selalu memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersungguh-sungguh meraih kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ, وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ, وَلَا تَعْجَزْ

“Bersungguh-sungguhlah dengan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah, dan janganlah kamu bersikap lemah.” (HR. Muslim No. 2664)[2]

Ini juga makna dan hakikat wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal rahimahullahu ta’ala.

وعن معاذ رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذ بيده وقال‏:‏ ‏”‏يا معاذ والله إني لأحبك‏”‏ فقال‏:‏ ‏”‏أوصيك يا معاذ لا تدعن في دبر كل صلاة تقول‏:‏ اللهم أعني على ذكرك، وشكرك، وحسن عبادتك‏”‏‏.‏ رواه أبو داود بإسناد صحيح‏.‏

“Wahai Mu’adz, Demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu. Aku wasiatkan padamu, janganlah engkau lupa untuk mengucapkan pada akhir shalat (sebelum salam); ‘Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/ mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu’.” (HR. Abu Dawud)[3]

Pilar Ketiga

Kehidupan harus dibangun di atas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana seseorang bisa membangun hidupnya di atas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala? Tiada lain adalah harus ittiba’urrasul, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah makna persaksian kita yang kedua; اشهد ان محمد رسول الله.

Di dalam kita mengikhlaskan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan memohon pertolongan kepada-Nya agar ibadah dan hidup ini bermakna dan diridhai oleh-Nya, bangunlah hidup ini di atas syariat-Nya. Bukan hawa nafsu, budaya, adat istiadat, mau pun tradisi.

Untuk apa Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan syariat? Untuk dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam hidup. Sehingga hidup ini dibangun di atas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dari itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk berpegang teguh dengan agama-Nya. Dan juga untuk mengikuti jalannya;

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am[6]: 153)

Dan inilah makna dari apa yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاَّ هَالِكٌ

“Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, malamnya bagaikan siangnya (sangat jelas). Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ibnu Majah No. 43)

Maka bila hidup tidak dibangun di atas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan sia-sia dan hampa. Karena bagaimana dia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Dan bagaimana dia mengatur hidup ini untuk menggapai dan meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau dia tidak mengikuti jalan yang telah dibentangkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala menuju surga? Dan tidak mungkin hal itu akan terrealisasi kecuali dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah makna ittiba’. Kita mengikhlaskan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon pertolongan kepada-Nya dalam beribadah. Hendaklah kita mengikuti syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Makna di Surah Al Fatihah

Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah,

Kalau kita cermati surah Al-Fatihah yang selalu kita baca tidak kurang dari 17 kali sehari semalam, kita akan mendapatkan panduan yang menjelaskan ketiga landasan dan pilar utama tersebut. Mari sejenak kita mentadabburi dan mentafakkuri.

Tatkala kita mengucapkan;

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.

“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah[1]: 2-5)

Ini adalah makna dari pilar yang kedua; isti’anah billah.

Al Imam Ibnul Qayyim pernah mengatakan, “Kehidupan seseorang bila tidak dibangun di atas بِالله/ لِله, maka kehidupanya tidak ubahnya seperti makhluk-makhluk yang pernah diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berjalan dengan empat kaki.”

Karena tidak ada makna kehidupan bila tidak ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amalannya menjadi sia-sia. Dan dia tidak akan mampu menjalani hidup ini hanya dengan mengandalkan kemampuan dia semata. Kemudian di ayat selanjutnya:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus,” (QS. Al-Fatihah[1]: 6)

Berarti, di dalam hidup kita harus selalu berusaha mengikuti jalan yang lurus yaitu agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kita bangun hidup ini di atas jalan yang lurus. Dan itulah orang-orang yang bahagia;

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah[1]: 7)

Adapun jalan orang yang tidak tulus beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau jalan orang-orang yang tidak berilmu yang hanya membangun ibadah di atas tradisi dan kejahilan maka mereka sesat dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم

Khutbah Kedua

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Aspek kedua yang harus kita usahakan untuk membangun, menciptakan, dan selalu memperbaikinya agar kita menjadi orang-orang yang sukses dan bahagia, setelah sukses menjalin hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu hubungan kepada sesama manusia.

Hubungan dengan sesama manusia حبل من الناس بالتعامل مع الناس; berinteraksi/ bergaul dengan manusia. Kita harus menjadi orang-orang yang sukses dalam bergaul. Jangan kita hanya sekedar sukses dalam menjalin hubungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala namun gagal dalam menjalin hubungan kepada sesama manusia.

Maka dalam membangun hubungan kepada sesama manusia, panduannya adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu husnul khuluq (حُسْنُ الخُلُقِ) ;

اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, dan ikutilah keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapusnya, serta bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Husnul Khuluq

Orang yang sukses bukan orang yang sekedar banyak ilmu, taat, dan shalih. Tapi orang yang berilmu yang taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sukses dalam mengamalkan ilmunya di tengah-tengah masyarakat. Ada empat perkara yang harus kita perhatikan yang termasuk ke dalam husnul khuluq;

1. Badzlul Ma’ruf (بَذْلُ المَعروف)

Menginginkan kebaikan yang mana ingin selalu berbagi. Memberikan kebaikan kepada sesama.

2. Kafful Adza (كَفُّ الأذَى)

Meninggalkan dan menyingkirkan kejahatan dan kezaliman yang akan menyakiti saudara kita. Dalam bentuk lisan (perkataan) pun jangan pernah terbersit untuk berkata buruk terhadap saudara kita. Karena pertanda seseorang yang beriman adalah orang yang menginginkan kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia inginkan untuk dirinya. Inilah tanda ketulusan di dalam berinteraksi dengan sesama saudara kita.

3. Tahammulul Adza (تحمل الاذى)

Harus sabar dan siap memikul serta menghadapi cobaan dan ujian. Karena kita tidak hidup bersendiri. Kita adalah makhluk sosial. Berinteraksi dengan manusia pasti akan menghadapi bermacam rintangan, hambatan, dan cobaan.

4. Thalaqatul Wajhi (طَلاَقَةُ الوَجه)

Hidup ini harus dihiasi dengan wajah yang cerah, ceria, dan senyum. Berikan senyum kepada sesama dan ucapkan salam. Inilah orang yang mulia, karena senyum itu adalah sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu di hadapan saudaramu adalah bernilai sedekah bagimu.” (HR. At Tirmidzi)

Orang yang telah mampu membangun hubungannya kepada sesama saudaranya harus selalu berusaha memberikan kebaikan. Dan dia tinggalkan kejahatan sahabat dalam bergaul. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan sebagian di antara kita itu fitnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ

“Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?” (QS. Al-Furqan[25]: 20)

Kemudian kita harus senantiasa memberikan yang terbaik: senyum dan mengucapkan salam. Karena itu pertanda ketulusan dan kesucian jiwa.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing kita semua untuk menjadi orang-orang yang sukses di dunia dan akhirat. Yang sukses membangun hubungannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keikhlasan untuk selalu memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengikuti syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjadi orang yang sukses dalam membangun kehidup kita kepada sesama manusia. Berikan kebaikan, tinggalkan kejahatan, sabar dalam menghadapi cobaan hidup ini. Selalu menebarkan senyum, sapa, dan salam dalam kita bergaul dan berinteraksi kepada sesama kaum muslimin.

إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ, اللهم اغفر لنا ذنوبنا يا رب العالمين, اللهم أعز الإسلام والمسلمين، وأذل الشرك والمشركين يا رب العالمين, اللهم انصر المسلمين في كل مكان يا رب العالمين, اللهم اصلح ولاه امور المسلمين في هذا البلد وفي سائر بلاد المسلمين. اللهم وفق شباب المسلمين لما تحب وترضى
آمين يارب العالمين
وصَلَّى اللهُ على نبيِّنا محمّد، وآخر دعوانا أنِ الحمد لله ربِّ العالمين

Download mp3 Khutbah Jumat Tentang Tiga Pilar Utama dalam Menjalani Hidup

Sumber audio khutbah jumat: radiorodja.com

Jangan lupa untuk ikut membagikan link download khutbah Jumat “Tiga Pilar Utama dalam Menjalani Hidup” ini, kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga Allah membalas kebaikan Anda.

[1] https://sunnah.com/qudsi40:5
[2] https://sunnah.com/urn/2118440
[3] https://sunnah.com/riyadussalihin:1422

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: