Kultum Singkat Tentang Lebih Cinta Nafsu daripada Cinta Kepada Allah ini adalah catatan yang kami tulis dari video ceramah singkat guru kami, Ustadz Abdullah Taslim, M.A. (semoga Allah menjaga beliau).
Transkrip Kultum Singkat Tentang Lebih Cinta Nafsu daripada Cinta Kepada Allah
Sudah kita ketahui bersama, bahwa semua perkara yang merupakan hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala yang diturunkan kepada manusia, setan akan selalu menggoda agar dipalingkan darinya sesuai dengan kecenderungan nafsu masing-masing manusia.
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullahu ta’ala dalam kitab Ighatsatul Lahfan, menukil ucapan salah seorang ulama salaf yang mengatakan;
مَا اَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى بِأَمْرٍ إِلَّا وَلِلشَّيْطَانِ فِيْهِ نَزْغَتَانِ, إِمَّا إلَى تَفْرِيْطٍ وَ تَقْصِيْرٍوَ إمَّا إلَى غُلُوٍ وَ مُجَاوَزَةٍ وَلَا يُبَاِلى بِأَيِّهِمَا ظَفِرٍ
“Tidaklah Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan suatu perintah kepada manusia, kecuali setan memiliki dua bentuk tipu daya di dalamnya; baik berupa sikap kurang dan meremehkan (anti terhadapnya), maupun berupa sikap berlebih-lebihan dan melampaui batas, dan dia (setan) tidak peduli dari mana diantara dua godaan (tipu daya) ini yang berhasil diterapkannya pada manusia.”
Dua bentuk godaan, sesuai dengan karakter manusia, yaitu;
Pertama, orang yang terlalu semangat berbuat, selalu maju, orang yang aktif ingin melakukan, akhirnya dia digoda agar berlebih-lebihan dan melampaui batas. Ini adalah salah satu bentuk penyimpangan terhadap petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua, orang yang cenderung pasif, orang yang malas, orang yang anti dari perkara tersebut. Digoda oleh setan, agar dia menyikapinya dengan pandangan meremehkan, pandangan mendiskreditkan, ataupun dengan pandangan yang tidak memberikan porsi yang benar pada masalah tersebut. Ini menimpa orang-orang yang cenderung pasif dalam berbuat. Maka setan menggoda (membuat tipu daya) dari sisi kemalasannya dan kepasifannya agar cenderung kurang benar dalam menyikapi hal tersebut.
Hal-hal tersebut jika berlaku dalam hukum-hukum agama, apalagi yang disitu terlibat keinginan hawa nafsu manusia.
Lalu, mengapa dalam ayat-ayat Alqur’an, maupun dalam hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kita diingatkan tentang pentingnya menundukkan hawa nafsu dan juga tentang mengamalkan agama bukan karena adanya kepentingan kita disitu?
Di dalam Alqur’an, ketika Allah subhaanahu wa ta’ala mencontohkan sifatnya orang-orang yang bertakwa, beberapa diantaranya adalah dengan sifat-sifat yang dituntut untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman dalam Alqur’an surat Ali ‘Imran ayat 134 ;
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّآءِ وَ الضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ, وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
“(yaitu) orang yang berinfaq, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,”
Tahukah kita, mengapa dicontohkan tiga perkara ini? Padahal banyak contoh yang lain. Misalnya tentang perkara sholat malamnya mereka, doanya mereka, ataupun bacaan Alqur’annya mereka. Diterangkan oleh para ulama, karena, dalam tiga perkara tersebut terdapat unsur menundukkan hawa nafsu. Terdapat perjuangan menundukkan hawa nafsu. Artinya, orang yang melakukannya benar-benar orang yang mendahulukan cinta kepada Allah subhaanahu wa ta’ala daripada keinginan pribadinya.
Semoga Allah subhaanahu wa ta’ala memudahkan langkah-langkah kaki kita untuk berbuat kebaikan.
Video Kultum Singkat Tentang Lebih Cinta Nafsu daripada Cinta Kepada Allah
Sumber video: Yufid TV – Lebih Cinta Nafsu daripada Cinta Kepada Allah – Ustadz Abdullah Taslim
Mari turut menyebarkanKultum Singkat Tentang Lebih Cinta Nafsu daripada Cinta Kepada Allah ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Komentar