Macam-Macam Ibadah yang Diperintahkan Oleh Allah

Macam-Macam Ibadah yang Diperintahkan Oleh Allah

Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah – Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq Al-Badr
Mengenal Agama Islam dengan Dalil-Dalilnya
Larangan Mendurhakai Rasul dan Menyekutukan Allah

Tulisan tentang “Macam-Macam Ibadah yang Diperintahkan Oleh Allah” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.

Sebelumnya: Hadits-Hadits Yang Mengandung 3 Landasan Utama

Kajian Tentang Macam-Macam Ibadah yang Diperintahkan Oleh Allah

Menit ke-4:36 Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.. segala puji bagi Allah Rabbul alamin. Dan saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarga beliau dan kepada seluruh sahabat beliau hingga hari kiamat.

Para pemirsa, para pendengar yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullahu Ta’ala mengatakan di dalam kitabnya Al-Ushul Ats-Tsalatsah bahwa macam-macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di antara contohnya adalah Islam, iman dan ihsan. Dan di antaranya adalah:

  • doa,
  • rasa takut kepada Allah,
  • rasa berharap kepada Allah,
  • rasa tawakal,
  • ar-raghbah adalah menginginkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, menginginkan kebaikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,
  • ar-rahbah rasa takut akan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala,
  • al-khusyu’ ini juga di antara contoh dari ibadah, sesuatu yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
  • al-khasyyah, rasa takut kepada Allah,
  • al-inabah, kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
  • al-isti’anah, meminta pertolongan kepada Allah,
  • al-isti’adzah, meminta perlindungan kepada Allah,
  • al-istighatsah, meminta pertolongan dalam bencana yang sedang menimpa,
  • adz-dzabh, menyembelih,
  • bernazar,

Dan juga ibadah-ibadah lainnya yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua ibadah tersebut harus kita lakukan hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena yang lainnya.

Dalil ibadah doa

Kewajiban untuk mengikhlaskan, memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّـهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّـهِ أَحَدًا ﴿١٨﴾

Bahwa sesungguhnya masjid-masjid Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian meminta kepada siapapun bersamaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Jinn[72]: 18)

Tidak boleh kita meminta kepada yang lain di samping kita meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka barangsiapa yang mempersembahkan sesuatu dari ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia adalah orang yang musyrik dan orang yang kafir. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَن يَدْعُ مَعَ اللَّـهِ إِلَـٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِندَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ ﴿١١٧﴾

Barangsiapa yang meminta kepada Tuhan lain selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tiada bukti yang benar baginya. Dan perhitungan dia nanti di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir tidak akan itu akan beruntung.” (QS. Al-Mukminun[23]: 117)

Di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut orang yang berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebutan orang-orang kafir. Makanya di akhir ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung.

Di antara dalil yang lainnya adalah yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits

الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ

“Doa adalah inti dari ibadah.” (HR. Tirmidzi)

Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Tuhan kalian telah mengatakan: ‘memintalah kalian kepadaKu, niscaya Aku akan mengijabahi doa kalian,’

إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿٦٠﴾

Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepadaKu, mereka akan masuk kedalam neraka jahannam dalam keadaan terhinakan.” (QS. Ghafir[40]: 60)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hambaNya untuk berdoa kemudian mengatakan bahwa orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepadaNya, maka mereka akan masuk ke dalam neraka jahanam. Allah di sini menyebutkan bahwa berdoa adalah ibadah.

Dalil ibadah rasa takut

Kemudian Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullahu Ta’ala mengatakan: “Sedangkan dalil bahwa rasa takut merupakan ibadah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Janganlah kalian takut kepada mereka, tapi takutlah kepadaKu jika kalian benar-benar beriman.” (QS. Ali-Imran[3]: 175)

Di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita semuanya untuk takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu menunjukkan bahwa Allah mencintai rasa takut kita kepadaNya. Dan itu menunjukkan bahwa rasa takut tersebut merupakan ibadah.

Dalil ibadah ar-raja’ (Pengharapan)

Kemudian dalil dari ibadah ar-raja’ (pengharapan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) adalah firmanNya:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Barangsiapa yang menginginkan perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia beramal dengan amal-amal yang shalih. Dan janganlah dia melakukan kesyirikan kepada Rabbnya dalam ibadahnya dengan sesuatu apapun.” (Al-Kahf[18]:110)

Dalil ibadah tawakal

Adapun dalil tentang ibadah tawakal adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Bertakwalah kalian hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala jika kalian benar-benar beriman kepadaNya.” (Al-Ma’idah[5]: 23)

Begitu pula firmanNya:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka itu sudah cukup baginya.” (At-Talaq[65]: 3)

Dalil ibadah ar-raghbah, ar-rahbah, al-khusyu’

Dalil tentang ibadah ar-raghbah (rasa mengharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), kemudian ibadah ar-rahbah (rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), kemudian ibadah al-khusyu’ (rasa menundukkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) adalah firmanNya:

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Sesungguhnya mereka (para Nabi) berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan-kebaikan, mereka juga berdoa kepada Kami (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan rasa berharap, rasa takut, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ dalam ibadahnya.” (Al-Anbiya[21]: 90)

Dalil ibadah al-khasyyah

Dalil untuk ibadah al-khasyyah (rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) adalah firmanNya:

فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي

Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tapi takutlah kepada Aku.” (Al-Baqarah[2]: 150)

Ini menunjukkan bahwa rasa takut merupakan sesuatu yang diinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan itu termasuk ibadah.

Dalil ibadah al-inabah

Kemudian dalil berikutnya adalah dalil tentang ibadah al-inabah (kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala). Yaitu Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ

Kembalilah kalian kepada Rabb kalian dan serahkanlah diri kalian kepadaNya.” (Az-Zumar[39]: 54)

Dalil ibadah al-isti’anah

Dalil tentang ibadah al-isti’anah (meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) adalah firmanNya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepadaMu Ya Allah kami beribadah dan hanya kepadaMu Ya Allah kami beristi’anah (meminta pertolongan).” (Al-Fatihah[1]: 5)

Di dalam sebuah hadits disebutkan:

إِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Apabila engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan yang lainnya)

Dalil ibadah al-isti’adzah

Kemudian berikutnya adalah dalil al-isti’adzah (meminta perlindungan kepada Allah) yaitu dalam firmanNya:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

Katakanlah (Wahai Muhammad): ‘Aku berlindung kepada Rabbul Falaq (Allah Subhanahu wa Ta’ala).’” (Al-Falaq[113]: 1)

Kemudian dalam ayat yang lain:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾

Katakanlah (Wahai Muhammad): ‘Aku berlindung kepada Tuhannya manusia.’” (An-Nas[114]: 1)

Dalil ibadah al-istighatsah

Dalil yang berikutnya adalah dalil tentang ibadah al-istighatsah (meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam musibah yang sedang menimpa), yaitu firmanNya:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ

Ingatlah ketika kalian meminta pertolongan kepada Rabb kalian kemudian Rabb kalian tersebut mengijabahi permintaan kalian.” (Al-Anfal[8]: 9)

Dalil ibadah menyembelih

Kemudian dalil dari ibadah menyembelih adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾

Katakanlah (Wahai Muhammad): ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, kehidupanku, kematianku, semuanya adalah untuk Allah Rabb semesta alam, tidak ada sekutu bagiNya. Dan untuk itulah aku diperintahkan dan aku termasuk orang-orang yang paling dahulu menyerahkan diri kepadaNya.'” (Al-An’am[6]: 162-163)

Dalil dari hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ

“Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Dalil ibadah nadzar

Kemudian dalil berikutnya adalah dalil ibadah nadzar. Nadzar merupakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalilnya adalah firmanNya:

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

Mereka menepati nadzar-nadzarnya dan mereka takut akan hari yang keburukannya sangat banyak.” (Al-Insan[76]: 7)

Ini merupakan pujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka yang menempati ibadah nadzar.

Di dalam potongan perkataan ini, Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah menyebutkan contoh-contoh ibadah dengan menyebutkan jenis-jenisnya agar kita mengingat dan tahu tentang macam-macam ibadah tersebut. Dan yang disebutkan oleh beliau di sini hanya merupakan contoh-contoh saja. Di sana juga masih banyak ibadah-ibadah yang lainnya.

Penulis di sini menyebutkan 17 contoh dari ibadah-ibadah tersebut. Kemudian mualif Rahimahullah ketika menyebutkan contoh-contoh ibadah tersebut, beliau juga menyebutkan dalil-dalilnya baik dari Al-Qur’an dan dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sebagaimana kita jelaskan dalam kajian-kajian yang lalu bahwa agama ini semuanya adalah kumpulan-kumpulan dari masalah-masalah dan dalil-dalilnya. Makanya dalam menyebutkan sebuah permasalahan di dalam agama ini, maka kita harus menyebutkan dalil-dalilnya baik dari kitabullah maupun dari sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kalau ada sebuah masalah yang tidak berdiri di atas dalil dari kitabullah atau dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka masalah tersebut harus ditolak. Agama ini adalah kumpulan dari permasalahan-permasalahan yang dikuatkan dengan dalil-dalilnya.

Makanya di dalam potongan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang telah lalu, kita melihat beliau menyebutkan masalah-masalah tersebut beserta dengan dalilnya, baik dari kitabullah ataupun dari sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Para ulama, mereka ketika membahas sesuatu, mereka tidak mendatangkan masalah-masalah tersebut atau hukum-hukumnya dari mereka sendiri. Tapi merekka benar-benar menjelaskan masalah tersebut dengan menjelaskan dalil-dalilnya yang kuat, dengan hujjah-hujjahnya yang jelas dan bukti-bukti yang nyata dari kitabullah dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka merupakan para imam yang membawa petunjuk, mereka para dai-dai yang membawa kebenaran kepada kitabullah dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kepada jalan yang lurus.

Mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala

Menit ke-23:00 Kemudian Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab menyebutkan dalam الأصل الأول (landasan yang pertama), yaitu tentang mengetahui Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau di sana menyebutkan bahwa pengetahuan seorang hamba kepada Rabbnya adalah dengan meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan, Dzat yang memberikan rezeki. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala itu diketahui dengan tanda-tanda kekuasaannya, dengan makhluk-makhlukNya. Tidaklah ada sesuatu yang berhak diibadahi kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana disebutkan oleh penulis Rahimahullah.

Al-Mualif dalam kitab ini mengatakan bahwa Tuhan adalah sesuatu yang diibadahi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ

Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian.” (Al-Baqarah[2]: 21)

Kemudian beliau menukil perkataan Al-Imam Al-Mufassir (pakar tafsir) Ibnu Katsir Rahimahullah. Yaitu perkataannya bahwa yang menciptakan ini semuanya, Dialah yang berhak diibadahi. Apabila hal ini telah jelas, maka wajib bagi seorang muslim untuk mengetahui tentang ibadah. Apabila kita tahu bahwa yang wajib diibadahi adalah Allah, maka kita wajib mengetahui apa ta’rif dari ibadah tersebut, apa pengertian dari ibadah? Kita juga wajib tahu tentang macam-macam ibadah. Dan hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam mengetahui jenis-jenis dari ibadah tersebut agar kita bisa benar-benar memurnikannya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar kita tidak menjadikan sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi sekutu bagiNya dalam ibadah-ibadah tersebut.

Oleh karenanya, mualif Rahimahullah dalam kitabnya ini menyebutkan dan mencontohkan kepada kita bermacam-macam ibadah dan beliau menyebutkan dalil dari setiap macam-macam ibadah tersebut, baik dalil tersebut dari kitabullah atau dari sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Oleh karenanya beliau mengatakan “macam-macam ibadah yang Allah perintahkan”. Di sini mualif Rahimahullah menyebutkan bahwa ibadah tersebut adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah. Karena memang ibadah adalah syariat Allah, syariat yang diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kita kepada kepadaNya. Sebagaimana firmanNya:

وَرَضِيتُ لَكُمُ الأِسْلامَ دِينًا

Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.” (Al-Ma’idah[5]:)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam ayat yang lain:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka punya sekutu-sekutu yang membuat syariat-syariat dalam agama ini sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala?” (Asy-Syura[42]: 21)

Agama merupakan sesuatu yang diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesuatu yang diridhai olehNya untuk dilakukan oleh hamba-hambaNya. Allah memerintahkan agama tersebut dalam kitabNya atau dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Islam, iman dan ihsan

Menit ke-29:58 Kemudian mualif Rahimahullah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan di dalam kitabnya contoh dari ibadah adalah Islam, iman dan ihsan. Tiga perkara ini yang dijadikan sebagai permulaan contoh dari ibadah-ibadah oleh mualif Rahimahullah. Ketiga-tiganya adalah agama ini. Agama Islam secara sempurna teringkas dalam Islam, iman dan ihsan. Sebagaimana disebutkan di dalam hadis Jibril yang masyhur ketika Jibril bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang Islam, kemudian bertanya tentang iman, kemudian bertanya lagi tentang ihsan. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan di dalam akhir hadits bahwa ini adalah Jibril yang menjelaskan kepada kalian tentang agama kalian.

Maka ini menunjukkan bahwa agama ini diringkas di dalam tiga tingkatan ini, yaitu tingkatan Islam, iman dan ihsan. Ini merupakan tiga tingkatan di dalam agama ini.

Tingkatan yang paling tinggi adalah tingkatan ihsan. Yang dimaksud dengan ihsan adalah apabila seorang muslim beribadah kepada Rabbnya seakan-akan dia melihatNya. Sebagaimana hal tersebut telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sabdanya:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ

“Yaitu dengan beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya.”

فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Maka apabila engkau tidak mampu untuk melakukan yang demikian (seakan-akan kita melihatNya) berarti kita meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat kita.”

Kemudian derajat yang dibawah derajat ihsan adalah derajat iman. Dan martabat ini telah ditafsirkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan menyebutkan pokok-pokoknya, dengan menyebutkan dasar-dasarnya yang dibangun diatasnya. Yaitu dengan sabda beliau bahwa al-iman adalah mengimani Allah, mengimani para malaikat, mengimani kitab-kitabNya, beriman kepada para RasulNya, beriman kepada hari akhir, dan beriman kepada takdir baik ataupun takdir yang buruk.

Kemudian derajat atau martabat yang berada di bawah martabat iman adalah martabat al-Islam. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menafsirkan martabat ini dengan sabdanya, Islam adalah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusanNya. Kemudian melakukan shalat, kemudian menunaikan zakat, kemudian berpuasa dan berhaji ke Baitullah Al-Haram ketika orang tersebut mampu untuk melakukannya.

Ketiga tingkatan ini, itulah agama Islam. Agama Islam adalah Islam, iman dan ihsan. Dan ketiga martabat ini semuanya telah dijelaskan dalam kitab Allah, baik secara global ataupun secara terperinci.

Oleh karena itu termasuk di antara ibadah dan termasuk di antara agama yang kita bisa mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan dengan mewujudkan pengetahuan kita tentang tiga derajat ini. Begitu pula dengan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan tiga hal ini dalam kehidupan kita. Beramal dengan tiga martabat ini dan konsekuensi dari tiga martabat ini.

Di antara konsekuensinya adalah merendahkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini termasuk merupakan dari ibadah.

Tiga hal ini (yaitu Islam, iman dan ihsan) merupakan ibadah yang paling utama yang bisa kita lakukan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan agama ini semuanya berkumpul di dalam tiga kalimat ini, yaitu Islam, iman dan ihsan. Dan nanti akan datang dalil-dalil yang menyebutkan tentang tiga martabat ini dan disebutkan oleh mushannif Rahimahullahu Ta’ala.

Selanjutnya: Penjelasan Ibadah Khauf, Raja’, Tawakal, Ar-Raghbah, Ar-Rahbah, Al-Khusyu’

Baca dari awal yuk: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah

Mp3 Kajian Tentang Macam-Macam Ibadah yang Diperintahkan Oleh Allah

Sumber audio: radiorodja.com

Mari turut menyebarkan catatan kajian “Macam-Macam Ibadah yang Diperintahkan Oleh Allah” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: