Materi 37 – ‘Ujub dengan Banyaknya Jumlah dan Harta

Materi 37 – ‘Ujub dengan Banyaknya Jumlah dan Harta

Khutbah Jum’at “Meraih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat” – Ustadz Farhan Abu Furaihan
Ceramah Singkat Motivasi Beramal: Hilang Hartaku
Perbandingan Waktu dengan Harta Dunia

Tulisan tentang “Materi 37 – ‘Ujub dengan Banyaknya Jumlah” ini adalah catatan yang kami tulis dari Audio kajian khusus peserta WAG UFA OFFICIAL yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.

Sebelumnya: Materi 36 – ‘Ujub dengan Kekuatan dan Kecerdasan

Transkrip Materi 37 – ‘Ujub dengan Banyaknya Jumlah dan Harta

 بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Di antara bentuk ‘ujub yang berikutnya dikatakan Al-Ghazali, yaitu:

5. ‘Ujub dengan jumlah yang banyak

‘Ujub dengan jumlah yang banyak, baik banyaknya anak atau banyaknya pembantu, keluarga, kerabat, banyaknya penolong maupun banyaknya pengikut. Sebagaimana dikatakan oleh orang kafir:

نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا

“Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak daripada kalian.” (QS. Saba'[34]: 35)

Sebagaimana juga yang dikatakan oleh kaum Mukminin tatkala perang Hunain. Salah seorang dari pasukan perang Hunain berkata:

لن نُغْلب اليوم من قلة

“Kita tidak akan kalah karena jumlah kita banyak.”

Demikian penjelasan Al-Ghazali.

Di sini, ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antara hal yang menyebabkan ‘ujub adalah ‘ujub dengan jumlah yang banyak. Ini adalah kebiasaan orang-orang kafir. Mereka bangga punya anak banyak, mereka berkata: “Anak saya banyak,” sehingga menjadi ‘ujub. Atau mereka berkata: “Harta saya banyak,” sehingga menjadi ‘ujub.

Hati-hati.. Betapa banyak orang merasa bangga ketika pengikutnya banyak, yang viewers-nya banyak, yang followers-nya banyak, dia merasa jumlah yang banyak tersebut mengangkat derajat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia terpedaya. Kalau lagi show yang hadir banyak, dia bangga dan ‘ujub dan mengatakan: “Lihat pengikut saya banyak.” Seseorang bangga punya organisasi yang jama’ahnya banyak, mereka mengatakan: “Lihat, organisasi kami jama’ahnya banyak.”

Maka kita katakan bahwa apakah banyak itu mengangkat derajatmu? Kalau banyak-banyakan, orang nasrani lebih banyak daripada kaum muslimin. Oleh karenanya jangan terpedaya dengan jumlah yang banyak.

Kalau kita memiliki pengikut yang banyak, maka kita bersyukur. Kita tahu bahwasanya kalau kita bisa memberi ilmu kepada mereka, maka pahala kita semakin banyak. Kalau kita bisa mengarahkan mereka, maka pahala kita semakin banyak. Tapi jangan seorang terpedaya dengan jumlah yang banyak.

Kitanya lihat di zaman sekarang ada orang mungkin terpedaya dengan jumlah yang banyak. Tapi ketika dia dapat masalah, tidak ada yang menolongnya. Mereka menolong hanya sekali atau dua kali lalu setelah itu semua orang meninggalkannya. Terus buat apa kita bangga dengan jumlah yang banyak sementara kalau kita meninggal maka kita sendirian? Mana jumlah yang banyak itu? Apa yang bisa mereka lakukan dengan kita? Apakah mereka mau ikut dikubur dengan kita? Tentu jawabannya tidak. Lalu bagaimana kita mau bangga dan ‘ujub dengan jumlah yang banyak sedangkan ketika kita dibangkitkan orang-orang terdekat kita kabur dari kita.

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ ﴿٣٣﴾

“Jika ditiupkan sangkakala.”

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ ﴿٣٤﴾

“Seorang akan lari dari saudaranya.”

وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ ﴿٣٥﴾

“Akan lari dari ibunya dan dia akan lari dari ayahnya.”

وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ ﴿٣٦﴾

“Dia akan lari dari istrinya dan anaknya.”

Percuma, mereka tidak bisa menolongmu. Mau bangga dengan jumlah yang banyak, dengan istri yang banyak, dengan pengikut yang banyak?

Oleh karenya seseorang sadar akan hal ini, bahwasanya jumlah yang banyak tidak menunjukkan dia apa-apa. Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bercerita tentang para Nabi:

وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ

“Ada Nabi yang pengikutnya cuma satu orang,”

النَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلُ وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلاَنِ

“Ada Nabi yang pengikutnya cuma dua orang, ada Nabi yang tidak punya pengikut sama sekali.”

Sebagian orang terpedaya, maghrur (tertipu) ketika followers-nya banyak, pengikutnya banyak, anggota ormas-nya banyak, dia lupa diri, mentang-mentang, sombong, angkuh, ngomong seenaknya, berbuat lalim kepada orang lain. Wal iyyadzu billah..

Ini di antara bentuk ‘ujub dengan jumlah/pengikut yang banyak.

6. ‘Ujub dengan harta

Di antara model ‘ujub adalah ‘ujub dengan harta. Al-Ghazali berkata bahwa ‘ujub dengan harta sebagaimana firman Allah tentang si pemilik dua kebun yang berkata:

أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا

“Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat dari pengikutmu.” (QS. Al-Kahfi[18]: 34)

Ini di antara hal yang membuat orang mudah untuk ‘ujub, yaitu dengan harta. Apalagi di zaman sekarang, kita harus akui bahwasanya yang menjadi barometer masyarakat untuk menilai dan menghormati seseorang adalah dengan harta. Percuma ada orang yang mungkin ilmunya banyak atau mungkin shalih tapi hartanya tidak ada, maka masyarakat memandang dengan pandangna miring.

Tapi coba seorang mungkin dia tukang maksiat tapi kalau dia kaya raya, begitu jalan pengawalnya banyak, kalau dia main sepeda saja yang mengawalnya banyak, kalau dia lari pagi yang mengawal banyak, kalau dia kemana-mana jalan dibuka, dia kaya raya, kalau pergi kemana-mana membawa pengawal. Tentu hal ini sangat mudah membuat orang ‘ujub. Seperti kita katakan tadi, ditambah lagi kondisi masyarakat yang secara umum masyarakat menilai seseorang dengan harta. Kalau masyarakat tahu orang itu kaya, pasti dihormati. Itu sudah biasa.

Nah, orang yang memiliki harta, dia terbawa dengan kondisi ini. Akhirnya dia mudah sombong, mudah angkuh, mudah ‘ujub.

Maka seseorang kalau diberi harta oleh Allah, hendaknya dia ingat bahwa harta tersebut bukan dikasih begitu saja, tidak, tapi ada pertanggungjawabannya.

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Kemudian kalian benar-benar akan ditanya oleh Allah atas nikmat yang Allah berikan kepada kalian,” (QS. At-Takasur[102]: 8)

Di antara nikmat yang akan ditanya itu adalah harta. Dan Nabi telah berkata:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ

“Tidak akan bergeser dua kaki seorang anak Adam sampai ditanya empat perkara,” di antaranya ditanya tentang hartanya:

وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ

“Dari mana dia dapatkan dan kemana dia habiskan?”

Maka seorang yang diberi harta jangan sombong dengan hartanya, jangan ‘ujub dengan hartanya sebagaimana Qarun ‘ujub dengan hartanya.

Kita dapati sebagian orang -kata orang istilahnya- baru jadi orang kaya, dia pamer sana, pamer sini, baru jadi orang kaya. Orang yang sudah lama kaya justru sekarang sudah tidak ‘ujub lagi mungkin.

Intinya bahwa seseorang waspada. Baru punya barang baru, pamer sana, pamer sini, ‘ujub dengan barang tersebut, ini membuat dia terhina di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah bahwa yang Allah nilai bukan barangmu, bukan emasmu, bukan kekayaanmu, tapi yang Allah nilai adalah hatimu.

والله أعلم بالصواب

Selanjutnya: Materi 38 – ‘Ujub Berafiliasi dan Dekat dengan Penguasa Dzalim

Perhatian Materi 37 – ‘Ujub dengan Banyaknya Jumlah dan Harta

⚠️ Note: Kalau team UFA merevisi audionya, insyaAllah catatan ini juga akan direvisi sesuai dengan audio yang baru.

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: