Sadar Akan Pentingnya Waktu

Sadar Akan Pentingnya Waktu

Tulisan tentang “Sadar Akan Pentingnya Waktu” ini adalah catatan yang kami tulis dari ceramah singkat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (semoga Allah menjaga beliau).

Sadar Akan Pentingnya Waktu

Hal-hal yang dapat mengefisienkan waktu. Artinya hal yang dapat membantu kita dalam kita menggunakan waktu ini untuk hal yang bermanfaat. Yaitu sadar akan pentingnya waktu.

Waktu kita ini betul-betul terbatas. Allah berfirman dalam surah Al-Mu’minun ayat 112-113:

قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ ﴿١١٢﴾ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ ﴿١١٣﴾

Allah berfirman: ‘Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung.’” (QS. Al-Mu’minun[23]: 112-113)

Allah sebutkan di sini bahwa kita tinggal di bumi setengah hari atau satu hari dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang jutaan tahun. Pada hakikatnya umur kita 60/70 tahun, kita cuma setengah hari hidup ini. Kalau cuma setengah hari, mestinya kita berlomba-lomba melakukan amal-amal ketaatan. Setengah hari atau satu hari kita hidup.

Imam Ibnul Jauzi Rahimahullah berkata: “Sepatutnya bagi manusia mengetahui kemuliaan waktu dan kadar waktunya. Jangan ia sia-siakan walaupun hanya satu menit tanpa ada ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Shaidul Khatir)

Jadi satu menit saja kita harus betul-betul gunakan waktu itu sebaik-baiknya. Saya ambil contoh, Antum umpamanya antri wudhu, ketika antri wudhu itu, bisa kan Antum ucapkan astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah, subhanallah, walhamdulillah, allahu akbar.. laa haula wala quwwata illa billah.

Bisa ngga itu? Tentu bisa. Manfaat ngga itu? Tentu manfaat.

Misalnya Antum nunggu bis, nunggu kereta atau sambil bawa motor, bisa Antum berdzikir kepada Allah. Manfaat tidak? Tentu manfaat. Hatta satu  menit, manfaat waktu itu.

Jadi waktu itu harus berharga, apa yang bisa kita baca, maka kita baca.

Misalnya kita membawa mobil, berdzikir pada Allah. Macet, kita bisa lakukan yang lain, bisa baca atau bisa menulis, mencatat, atau sambil mendengarkan ayat Al-Qur’an. Nanti jalan lagi kita berdzikir lagi kepada Allah.

Banyak waktu bermanfaat yang bisa kita lakukan. Kita kadang-kadang tidak gunakan itu. Kesempatan-kesempatan itu banyak sekali yang kita bisa berdzikir kepada Allah. Sebab semua umur kita akan ditanya oleh Allah, maka jangan kita disibukkan dengan dunia, jangan disibukkan dengan angan-angan kosong.

Kalau orang kafir, mereka sibuk dengan dunia. Memang mereka dikasih kenikmatan dunia. Makanya dunia ini bagi orang yang beriman adalah penjara.

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Dunia itu penjaranya bagi orang beriman, surga bagi orang kafir.” (Hadits shahih riwayat Muslim dan Tirmidzi)

Orang kafir Allah sebutkan dalam Al-Qur’an:

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ ﴿٣﴾

Biarkan mereka di dunia ini makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan kosong. Mereka kelak akan mengetahui akibat perbuatannya.” (QS. Al-Hijr[15]: 23)

Jadi orang-orang kafir ini angan-angannya kosong, cita-citanya panjang. Kalau orang-orang beriman tidak, apa yang bisa kita lakukan sekarang. Tujuan kita satu, masuk surga. Makanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu minta kepada Allah, minta surga dijauhkan dari api neraka.

Maka kita berusaha, berjuang siang dan malam bagaimana supaya kita bisa masuk surga.

Adapun sukses dunia, ini sukses yang semu. Sukses yang abadi kapan? Jawabnya di akhirat. Yang kita cari bukan dunia. Kalau orang kafir yang dicari dunia. Kalau orang beriman yang dicari akhirat. Kalau kita cari akhirat, dunia pasti akan ikut.

Kita tidak boleh meninggalkan dunia dalam artian kita tidak mau cari nafkah, ngga mau kerja, ngga mau menikah, ngga boleh. Tetap harus jalankan sesuai dengan contoh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tapi jangan kita disibukkan dengan dunia.

Makanya orang-orang kafir, orang-orang fasik, orang-orang munafik, itu ketika mereka masuk ke liang kubur, mereka menyesal dan minta dikembalikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ﴿٩٩﴾ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ ﴿١٠٠﴾

Demikianlah keadaan orang-orang kafir, hingga apabila datang kematian kepada mereka, ia berkata: ‘Ya Rabbku, kembalikanlah aku ke dunia, agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak, sungguh itu adalah dalih yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun[23]: 100)

Antum perhatikan di sini, orang-orang kafir, orang-orang munafik, orang-orang fasik, ketika datang kematian, mereka minta dikembalikan, tidak ada manfaatnya omongan ini. Makanya melakukan amalan shalih kapan? Jawabnya sekarang. Kita berlomba-lomba melakukan amal shalih.

Jadi mereka menyesali dengan penyesalan yang tidak ada manfaatnya. Sama dengan orang-orang kafir ketika dimasukkan ke dalam api neraka, mereka mengatakan kepada Allah: “Ya Allah, keluarkan kami dari neraka, kami akan tebus dengan sepenuh bumi emas.” Bermanfaat atau tidak? Jawabnya tidak bermanfaat. Mereka kekal dalam api neraka selama-lamanya.

وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنْهَا

Mereka tidak akan keluar dari api neraka selama-lamanya.” (QS. Al-Ma’idah[5]: 37)

Makanya kita gunakan waktu kita dengan sebaik-baiknya.

Dan Antum perhatikan bahwa waktu ini sangat berharga. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, A-Darimi dan yang lainnya, dari sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, Nabi bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan dua nikmat itu, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (Imam Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan yang lainnya)

Kata Ibnu Baththal Rahimahullah, makna hadits tersebut bahwa seorang tidak disebut luang sampai ia cukup dan sehat badannya. Siapa yang memperoleh itu, maka hendaklah ia bersemangat agar tidak tertipu dengan meninggalkan syukur kepada Allah atas nikmat yang Allah berikan kepadanya dan mensyukurinya dengan mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan laranganNya. Siapa yang tidak berbuat demikian, maka dia adalah orang yang tertipu.

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam “banyaknya manusia,” menunjukkan bahwa yang diberikan taufik/yang tidak tertipu dengan kedua nikmat tersebut sangat sedikit.

Jadi kita ketika diberikan nikmat sehat oleh Allah dan waktu luang, maka kita bersyukur dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan laranganNya. Itu makna syukur yang benar. Kalau di kita di Indonesia syukur itu makan. Padahal syukur itu dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan menjauhkan larangan Allah, bukan makan.

Banyak orang yang salah faham, syukur itu dianggap oleh mereka dengan mengumpulkan orang-orang lalu makan. Tidak benar yang seperti itu dalam Islam.

Syukur adalah melaksanakan ketaatan, menggunakan uangnya untuk ketaatan seperti dikeluarkan zakatnya, dikeluarkan sedekahnya buat faqir miskin, dia gunakan untuk melaksanakan ibadah haji, dia gunakan untuk umroh, dia gunakan buat menolong sanak kerabatnya yang susah, itu digunakan uangnya di jalan Allah dalam bentuk ketaatan kepada Allah dan juga menjauhkan maksiat. Bukan berjalan-jalan ke tempat maksiat.

Bahkan ada orang yang bersyukur ketika mendapat harta yang banyak dia berangkat ke negeri kafir. Itu tidak benar. Justru kalau dia mau, dengan keluarganya berangkat ke Mekah, ajak mereka untuk ibadah kepada Allah, taat kepada Allah, bukan untuk maksiat, bukan safar ke negeri kafir. Kita tidak boleh safar ke negeri kafir. Jadi kalau tidak ada kepentingan dia untuk jalan-jalan, tidak dibenaran menurut syariat.

Jadi ingat, ketika kita sehat, ketika kita punya waktu yang luang, gunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Karena suatu saat kita sebagai manusia pasti akan sakit, tidak ada orang selamanya sehat. Janganlah kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga sakit sebagai manusia, para sahabat juga sakit sebagai manusia, wali-wali Allah (para sahabat itu semua wali-wali Allah) sakit juga.

Makanya gunakan waktu sehat dengan ibadah kepada Allah, begitu juga waktu luang kita gunakan untuk taat kepada Allah.

Kata Imam Ath-Thibi bahwa Nabi membuat perumpamaan seorang pedagang yang memiliki modal. Ia mengharapkan keuntungan dengan selamatnya modal itu. Caranya dengan memilih orang yang bermuamalah dengannya dan selalu jujur serta pandai agar dia tidak tertipu. Kesehatan dan waktu luang adalah modal dan sepatutnya seorang bermuamalah dengan Allah dengan iman, berjuang melawan hawa nafsu dan musuh agama agar ia beruntung di dunia dan di akhirat.

Antum lihat penjelasan para ulama itu jelas, gamblang mereka. Karena mereka paham tentang agama.

jadi gunakan dengan sebaik-baiknya untuk taat kepada Allah, bukan untuk yang lain. Jangan kita gunakan buat yang sia-sia waktu kita ini, akan ditanya oleh Allah.

Kemudian Antum perhatikan lagi hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

كُنْ في الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيبٌ أوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ فِي أَهْلِ الْقُبُورِ وكانَ ابنُ عُمَرَ، يقولُ: إذَا أمْسَيْتَ فلا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وإذَا أصْبَحْتَ فلا تَنْتَظِرِ المَسَاءَ، وخُذْ مِن صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، ومِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ.

“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang dalam perjalanan dan hitunglah dirimu termasuk orang yang pasti mati (artinya pasti menjadi penghuni kubur). Ibnu ‘Umar berkata: ‘Apabila engkau berada di waktu sore jangan tunggu waktu pagi, apabila engkau berada di waktu pagi jangan tunggu waktu sore. Gunakan sehatmu sebelum sakitmu, gunakan hidupmu sebelum matimu.'” (Hadits shahih riwayat Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang lainnya)

Tambahan وَعُدَّ نَفْسَكَ فِي أَهْلِ الْقُبُورِ tidak ada dalam riwayat tidak ada dalam riwayat Bukhari, adanya dalam riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan yang lainnya. Makanya kalau Antum baca buku Arba’in An-Nawawi, Imam An-Nawawi Rahimahullah tidak masukkan hadits وَعُدَّ نَفْسَكَ فِي أَهْلِ الْقُبُورِ ini. Karena beliau hanya membawakan riwayat Bukhari.

Berarti di sini Nabi menyebutkan tiga hal. Yaitu:

1. Orang asing

Kita menempatkan diri kita sebagai orang asing. Kita di dunia ini sebagai orang asing. Karena Adam Allah ciptakan di Surga dengan kedua tanganNya Allah. Surga itu tempat tinggal.

Kemudian Adam dan Hawa terusir dari surga yang abadi karena melanggar memakan buah yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di muka bumi ini, manusia sebagai orang asing karena dia pasti akan kembali ke akhirat. Orang beriman kembalinya ke surga. Kalau dia sebagai orang asing di muka bumi, maka dia tidak akan lama.

Umpamanya sekarang kita berangkat safar ke luar negeri (ke Mekah atau Madinah) untuk menunaikan ibadah Haji atau Umrah, kita tidak mau lama-lama. Karena kita rindu kepada orang tua, rindu kepada istri, rindu kepada anak, rindu kepada keluarga. Maka dia berusaha bagaimana melaksanakan ibadah semaksimal mungkin kemudian segera pulang. Itu perumpamaan orang asing.

Seperti juga kita tugas ke luar kota, kita di luar kota seperti orang asing. Tentunya selesai dari pekerjaan, maka kita akan segera pulang, itu orang asing.

Kita ini di dunia sebagai orang asing. Maka kita harus melakukan amal-amal shalih supaya kita bisa kembali ke rumah tempat asal penciptaan manusia, yaitu di surga.

2. Orang yang dalam perjalanan

Kita ini sekarang sebagai musafir, sedang berjalan menuju kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Makanya dinasihatkan oleh para Nabi:

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ

“Larilah kamu kepada Allah.”

Kita sebagai musafir, kita sedang berjalan kita menuju kepada Allah, kita sedang berjalan menuju akhirat. Seorang musafir ketika dalam perjalanan, apakah semua barangnya dibawa? Perabot rumahnya, tempat tidurnya, dibawa atau tidak? Tentu jawabnya tidak kalau musafir. Paling hanya beberapa hal penting saja yang dibawa, misalnya uang dan makanan sekedarnya.

Kita juga demikian. Kita di dunia ini hanya sekedarnya saja. Yang kita bawa ketakwaan kepada Allah dan amal shalih. Bekalnya kita, kata Allah:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa...” (QS. Al-Baqarah[2]: 197)

Maka kita punya bekal takwa, ketaatan kepada Allah dan amal-amal shalih. Kita musafir yang di dunia ini sedang berteduh. Nabi ketika ditawarkan berbagai macam kekayaan, Nabi mengatakan:

مَا لِي وَلِلدُّنْيَا

“Apa aku dengan dunia (aku tidak ada hasrat dengan dunia)?”

أَنَا في الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ، ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Aku dengan dunia perumpamaannya seperti aku mengendarai kendaraan unta kemudian aku berteduh di bawah pohon dan aku akan tinggalkan.”

Ada tidak orang berteduh di bawah pohon berhari-hari, berpekan-pekan, berbulan-bulan, bertahun-tahun? Jawabnya tidak ada, tentu sebentar.

Kita ini di dunia sedang berteduh sebentar saja. Dan kita akan meninggalkan dunia ini menuju kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Pasti akan kembali.

Antum lihat, semua keluarga kita sudah banyak yang meninggalkan kita. Makanya kita sedang berjalan menuju kepada Allah. Kalau sekarang umur kita 40 tahun atau 50 tahun, berarti tinggal beberapa tahun lagi kita akan kembali kepada, pasti, pasti itu.

Makanya kita sedang mengendarai kendaraan menuju kepada Allah, siapkan takwa kita sebagai bekal kepada Allah.

3. Kamu pasti menjadi penghuni kubur

Orang mati itu pasti atau tidak? Jawabnya pasti. Perhatikan, kita hidup dalam kepastian, jangan hidup dalam bayang-bayang. Dunia ini hidup bayang-bayang/fatamorgana yang pasti hancur. Tapi kita hidup dalam kepastian.

Kematian itu pasti, pertanyaan di alam kubur pasti, adanya nikmat kubur dan siksa kubur pasti ada, kita akan dikembalikan kepada Allah itu pasti, kita akan dihisab pasti, kita akan melewati shirath pasti, adanya surga dan neraka pasti, semua serba kepastian. Karena itu kita harus punya bekal.

Maka ketika ada orang meninggal dunia, kita ucapkan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Semua kita milik Allah dan kita pasti akan kembali kepada Allah,” (QS. Al-Baqarah[2]: 156)

Pasti!! Tapi orang yang mengucapkannya kebanyakan tidak sadar. Setelah mengucapkan Innalillahi tetap saja sibuk dengan dunia, sibuk dengan dosa, maksiat dan sibuk dengan permainan.

Maka Nabi katakan:

وَعُدَّ نَفْسَكَ فِي أَهْلِ الْقُبُورِ

“Hitung diri kamu termasuk orang yang pasti menjadi penghuni kubur.”

Sekarang kalau sudah demikian, Nabi sebutkan tiga, Antum lihat pemahaman sahabat. Ibnu ‘Umar memahami hadits Nabi ini, kata Ibnu ‘Umar: “Apabila engkau berada pada waktu sore, jangan tungggu waktu pagi.”

Kerjakan pekerjaan sore. Apa yang bisa kita kerjakan di waktu sore? Habis shalat ashar dzikir, ba’da shalat dzikir sore, muroja’ah Al-Qur’an, bantu orang tua atau pekerjaan apa yang bisa kita kerjakan di waktu sore itu sampai ba’da maghrib sampai isya’ terus kita kerjakan, jangan tunggu waktu pagi.

“Apabila engkau berada pada waktu pagi, jangan tunggu waktu sore.” Apa yang bisa dikerjakan setelah shalat subuh? Dzikir ba’dah shalat, dzikir pagi, baca Al-Qur’an, dan apa yang bisa kita kerjakan saat itu. Jangan tunggu waktu sore.

Kemudian “Gunakan waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, gunakan hidupmu sebelum mati.” Jadi harus kita gunakan waktu kita sebaik-baiknya, jangan sampai sia-sia.

Jadi waktu pagi gunakan. Banyak orang-orang yang tidak gunakan sebaik-baiknya. Waktu sore gunakan sampai malam. Tinggal Antum mengatur jadwal Antum dari mulai pagi sampai sore, dari sore sampai malam apa yang dikerjakan. Tapi ini hanya untuk kita, tidak boleh orang lain tahu.

Kita harus betul-betul menggunakan waktu sebaik-baiknya, kalau tidak kita rugi. Karena waktu ini modal. Kalau Antum gunakan sebaik-baiknya, insyaAllah manfaat. Bahkan waktu malam banyak para Imam menggunakan waktu malam.

Aantum sudah paham semuanya tentang Imam Bukhari. Imam Bukhari apa terpikir bagi Imam Bukhari bahwa kitabnya akan dibaca oleh umat seluruh dunia? Tidak terpikir oleh Imam Bukhari. Tapi dia tetap berusaha bagaimana menghafal dan menulis hadits. Sampai malam itu bangun berapa kali Imam Bukhari.

Bangun malam tidak seperti kita tinggal menekan stop kontak, lampu menyala. Kalau dulu harus nyalakan dulu pakai minyak lalu baca. Maka sebagian ulama ada yang sampai buta karena lampu yang mereka pakai itu panas.

Seperti Al-Hafidz Ibnu Katsir yang akhir hayatnya buta. Dia membaca terus di depan lampu sampai buta. Dan banyak para ulama yang demikian.

Imam Bukhari menggunakan waktu malam sampai demikian. Apalagi waktu siang. Bermanfaat waktunya. Adapun kita banyak waktu yang tidak bermanfaat. Maka Antum gunakan dengan sebaik-baiknya.

Imam Nawawi berkata: “Hendaklah seorang penuntut ilmu berkemauan keras untuk belajar ilmu syar’i, selalu dan senantiasa menggunakan seluruh waktunya untuk menuntut ilmu baik malam maupun siang, di saat mukim maupun ketika safar, ia tidak mau sedikitpun waktunya hilang sia-sia dengan tidak memperoleh ilmu kecuali sekedar keperluan makan, tidur dan hal-hal yang mesti dilakukan dan juga untuk istirahat sebentar untuk menghilangkan kebosanan, kejenuhan dan hal yang penting lainnya. Dan tidak termasuk orang yang berakal seorang penuntut ilmu yang sudah ditempatkan sederajat dengan pewaris para Nabi kemudian ia menyia-nyiakan waktu tidak digunakan untuk menuntut ilmu.”

Imam Nawawi sudah mempraktekkan. Imam Nawawi umurnya 45 tahun, tapi tulisannya lebih dari 100 jilid. Dan dulu belum ada lampu seperti kita sekarang ini, belum ada bolpoin, tapi Imam Nawawi terus menulis sampai bermanfaat untuk umat ini.

Tentang waktu, nanti Antum bisa baca lagi beberapa hadits yang saya tulis di sini yang berkaitan dengan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Sampai Nabi menrinci tentang waktu. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkan lima hal sebelum datang lima hal; masa muda sebelum datang masa tua, waktu sehat sebelum waktu sakit, masa cukup sebelum masa fakir, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu.” (Hadits shahih riwayat Imam Hakim dari sahabat Ibnu Abbas).

Mudah-mudahan yang saya sampaikan bermanfaat untuk saya dan untuk Antum sekalian..

صلّى الله على نبيّنا محمّد صلى الله عليه وعلى آله وسلم

Video Tentang menghargai waktu

Demikian catatan Kultum tengan “Sadar akan pentingnya waktu”. Mari turut menyebarkan catatan kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: