Tafsir dan Faidah Ayat Puasa – Khutbah Jum’at Tentang Puasa Ramadhan Singkat

Tafsir dan Faidah Ayat Puasa – Khutbah Jum’at Tentang Puasa Ramadhan Singkat

Tafsir dan Faidah Ayat Puasa – Khutbah Jum’at Tentang Puasa Ramadhan Singkat ini disampaikan oleh Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I. Hafidzahullah.

Download file pdf khutbah ini via Telegram klik https://t.me/ngajiID/2

Khutbah Pertama – Khutbah Jum’at Tentang Puasa Ramadhan Singkat

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ

وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, kami pesankan pada diri kami pribadi dan jama’ah sekalian, marilah kita tingkatkan kadar keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kita tingkatkan semangat kita untuk lebih bersungguh-sungguh menjalankan berbagai hal yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya dan menjauhi sejauh-jauhnya berbagai hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya. Karena itulah sebaik-baik bekal yang perlu kita siapkan dan wajib untuk kita siapkan untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka jika kita menyiapkan bekal berupa uang dan yang lain untuk satu perjalanan singkat di dunia, maka perjalanan panjang menuju akhirat, menuju perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengharuskan kita untuk lebih sungguh-sungguh mempersiapkan bekal, jika kita adalah orang-orang yang benar-benar berakal sehat.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, sebagaimana kita ketahui bersama diantara perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berpuasa dibulan yang sebentar lagi dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala kita akan jumpai.

Maka kita berharap dan berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita termasuk orang-orang yang menjumpai bulan tersebut. Dan kita bukan hanya menjumpai bulan tersebut, namun kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita menjadi orang yang bisa memanfaatkan bulan tersebut dengan baik.

Sehingga Ramadhan tahun ini adalah bukan hanya sekedar nama Ramadhan, namun benar-benar menjadi Ramadhan bagi kita semua. Karena Ramadhan dalam bahasa Arab artinya adalah panas terik yang membakar. Dan Ramadhan dinamakan demikian karena dia membakar dosa orang-orang yang bisa memanfaatkan bulan tersebut dengan sebaik-baiknya.

Maka yang terpenting bukanlah bertemu Ramadhan, namun tak kalah penting adalah bagaimanakah Allah berkahi kita dalam bulan Ramadhan tersebut, sehingga kita menjadi orang-orang yang terbakar dosa-dosanya dan terhapus berbagai macam kesalahannya dibulan tersebut dengan melakukan berbagai macam amal istimewa yang dituntunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, dalam kesempatan siang hari ini kami ajak hadirin sekalian untuk merenungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dengan kewajiban puasa Ramadhan. Satu ayat yang sangat terkenal yang boleh jadi kita semua menghafalnya dengan baik. Yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di surat al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat terdahulu, supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah[2]: 183)

Wahai orang-orang yang beriman

Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka firmanNya atau sebelum Allah menyampaikan adanya kewajiban puasa, Allah buka dengan seruan, dengan panggilan, dengan Allah katakan: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا “Wahai orang-orang yang beriman.”

Maka hal ini menunjukkan dan mengisyaratkan bahwasanya melakukan apa yang akan Allah sampaikan yaitu berpuasa adalah konsekuensi dari iman. Dan meninggalkan apa yang Allah wajibkan dalam bab ini berpuasa adalah satu hal yang bertolak-belakang dengan iman.

Maka orang yang beriman akan mengerjakan puasa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan. Dan orang yang meninggalkan iman, maka perbuatannya tersebut bertolak-belakang dengan keimanannya.

Yang bentuk bertolak-belakang ini ada dua macam, tergantung bentuk dia tinggalkan kewajiban puasa Ramadhan. Ada orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena merasa bahwasanya puasa Ramadhan tidaklah wajib untuk dirinya. Karena dia telah menjadi manusia suci, karena telah jadi wali, sehingga tidak merasa terikat dan tidak perlu taat dengan berbagai macam aturan, termasuk diantaranya adalah kewajiban berpuasa dibulan Ramadhan. Maka jika seorang itu meninggalkan puasa Ramadhan karena merasa tidak terikat dengan kewajiban berpuasa dibulan Ramadhan, maka para ulama seluruhnya sepakat bahasanya ini adalah kekafiran yang membatalkan keimanan.

Kemudian yang kedua, jika seorang itu meninggalkan puasa Ramadhan, tidak berpuasa dibulan Ramadhan karena malas, karena lebih cinta makan daripada ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tindakan ini, meninggalkan puasa Ramadhan karena malas meskipun menyadari itu adalah sebuah kewajiban dan merasa berdosa dan bersalah karena meninggalkannya, maka perbuatan ini diperselisihkan oleh para ulama. Apakah membatalkan keimanan ataukah adalah satu dosa besar yang tidak sampai membatalkan keimanan.

Tentu dosa besar yang itu diperselisihkan, apakah itu membatalkan keimanan atau tidak adalah satu dosa yang lebih mengerikan daripada dosa dan kesalahan yang ulama bersepakat kalau itu tidaklah sampai derajat membatalkan keimanan. Maka ini menunjukkan bahayanya meninggalkan puasa Ramadhan meskipun karena malas, meskipun bukan karena mengingkari kewajiban berpuasa Ramadhan.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, dan Allah buka firmanNya dengan mengatakan يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا “Wahai orang-orang yang beriman.” Yang ini jika dalam bahasa Arab, bagi orang yang pernah belajar bahasa Arab akan mengerti bahwasannya kalimat ini ditujukan untuk laki-laki. Karena آمَنُوا itu ditujukan untuk laki-laki. Demikian juga الَّذِينَ dalam bahasa Arab digunakan untuk laki-laki.

Meskipun demikian, sebagaimana kita ketahui bersama bahasanya kewajiban puasa Ramadhan tidak hanya mengikat dan berlaku untuk laki-laki. Namun juga mengikat laki-laki dan perempuan. Hal ini karena satu kaidah penting dalam Islam, bahwasannya perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya yang ditujukan kepada laki-laki, maka itu berlaku untuk perempuan. Demikian juga yang ditujukan kepada perempuan dan menggunakan kata-kata yang digunakan untuk perempuan berlaku untuk laki-laki. Kecuali terdapat dalil tegas, jelas, menunjukkan bahwasannya yang Allah maksudkan dan Allah inginkan dengan perintah tersebut hanyalah laki-laki tanpa perempuan.

Mengingat sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan yang lain, Nabi katakan:

إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ

“Sesungguhnya perempuan itu adalah bagian dari laki-laki dalam berbagai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.”

Maka segala perintah yang ditujukan kepada perempuan berlau untuk laki-laki dan yang ditujukan kepada laki-laki berlaku untuk perempuan. Maka meskipun kalimatnya adalah Kalimat yang digunakan untuk laki-laki dalam bahasa Arab, namun perintah untuk berpuasa berlaku juga untuk perempuan.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, dan Allah perintahkan dan wajibkan puasa ini kepada orang-orang yang beriman. Perlu diketahui bahwasannya kata-kata “orang-orang yang beriman” dalam Al-Qur’an memiliki banyak makna dan pengertian. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kata-kata “orang-orang yang beriman” dalam konteks pujian, dalam konteks pembicaraan tentang penduduk surga, dan orang yang mendapatkan keberuntungan, maka maknanya adalah orang yang beriman dengan keimanan yang sempurna. Namun jika kata-kata “orang-orang yang beriman” itu digunakan dalam Al-Qur’an sebagai pembukaan untuk berbagai macam perintah dan larangan, maka itu berbeda maknanya dengan orang yang beriman dalam konteks pujian dan sanjungan.

Kata-kata “orang-orang yang beriman” ketika itu jadi pembuka untuk satu perintah dan larangan maka dia mencakup orang yang bagus kualitas keimanannya yang disebut dengan sebutan “Mukmin” atau orang yang biasa-biasa dan cukup rendak kualitas keimanannya, yang dalam hadits Jibril disebut dengan istilah “Muslim” bahkan tercakup didalamnya orang-orang munafik. Maka orang-orang yang menampakkan diri keimanan dan menyembunyikan kekafiran dia tercakup dalam perintah untuk berpuasa.

Diwajibkan atas kalian berpuasa

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, kemudian Allah katakan setelah mengatakan يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا , yaitu كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ “Diwajibkan atas kalian berpuasa”. Maka puasa adalah menjadi kewajiban kita kaum Muslimin, orang-orang yang beriman dengan berbagai macam kualitas keimanannya. Baik dia adalah orang yang memiliki kualitas unggul dalam iman ataupun kualitas sedang ataupun kualitas rendah, bahkan orang yang sekedar menampakkan keimanan padahal di dalam hatinya dia menyembunyikan kekafiran.

Umat-umat terdahulu

Maka Allah wajibkan mereka semua, tiga kelompok manusia ini untuk menjalankan ibadah yang disebut dengan berpuasa. Dan Allah katakan bahwasannya ibadah puasa ini telah Allah wajibkan kepada umat-umat terdahulu.

Disini Allah tegaskan bahwasannya kewajiban berpuasa disamping Allah wajibkan kepada kita umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, juga telah Allah wajibkan kepada umat-umat masa silam. Dan kalimat semacam ini tidak kita jumpai untuk perintah-perintah yang lain. Tidak kita jumpai semacam ini dalam perintah untuk mengerjakan shalat. “Salahlah kalian sebagaimana telah diwajibkan shalat kepada umat-umat terdahulu.”

Demikian juga, “Bayarlah zakat sebagaimana telah diwajibkan kewajiban zakat ini pada umat-umat terdahulu.” Meskipun puasa, shalat, demikian juga zakat telah Allah wajibkan pada umat-umat terdahulu, namun kalimat perintah yang Allah sampaikan dalam Al-Qur’an berbeda. Tidak kita jumpai kalimat “sebagaimana telah diwajibkan pada umat-umat terdahulu” untuk perintah shalat, demikian pula untuk perintah membayar zakat.

Maka hal ini menunjukkan, hal ini mengisyaratkan beratnya ibadah puasa. Ibadah puasa adalah ibadah yang berat, bukan karena butuh tenaga yang ekstra, namun telah menjadi tabiat dan jiwa manusia umumnya sifat manusia akan merasakan suatu hal yang sangat sangat berat untuk meninggalkan sesuatu yang telah menjadi kebiasaannya.

Ketika pagi hari boleh jadi duduk santai sambil ngeteh, sambil makan ini dan itu, kemudian ini harus ditinggalkan. Maka itu satu hal yang sangat sangat berat. Boleh jadi itu lebih berat daripada berbagai pekerjaan dan aktivitas yang lain. Semata-mata meninggalkan sesuatu yang telah rutin, telah menjadi tradisi untuk dikerjakan dan dilakukan.

Oleh karena itu, maka Allah hibur kita umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Janganlah kalian merasa berat dengan kewajiban puasa, sesungguhnya puasa telah Allah wajibkan kepada umat-umat terdahulu. Artinya banyak orang yang mendapatkan kewajiban ini, banyak orang yang telah mengerjakannya dan melakukannya. Dan jiwa manusia itu memiliki prinsip, sesuatu yang berat itu terasa ringan ketika tahu banyak temannya. Sesuatu yang ringan, itu jadi sangat berat manakala dia sadar bahwasanya dia sendirian dan tidak memiliki kawan dan teman untuk melakukan hal tersebut.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua – Khutbah Jum’at Tentang Puasa Ramadhan Singkat

اَلْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, kita masih membahas dan mentelaah apa yang Allah firmankan disurat Al-Baqarah ayat 183, berkaitan dengan kewajiban menjalankan ibadah puasa. Maka Allah katakan kepada kita:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ

“Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat terdahulu.”

Kalimat ini memiliki dua faedah; yang pertama adalah hiburan untuk kita agar kita tidak merasa berat dan menyadari serta mengerti bahwa ternyata banyak temannya, banyak yang mendapatkan perintah semacam ini. Maka kita tidaklah sendirian untuk melakukan hal yang berat ini. Sehingga  terasa lebih ringan untuk mengerjakan dan menjalaninya. Kemudian yang kedua Allah katakan “Sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat terdahulu.” Untuk menyemangati kita agar kita menjadi orang yang terbaik dalam melakukan ibadah ini.

Maka Allah katakan, ketahuilah bahwasannya orang-orang terdahulu telah Allah wajibkan mereka puasa dan mereka pun bisa menjalaninya dengan baik. Kenapa kalian tidak bisa? Maka sebagaimana mereka bisa, maka seharusnya kalian pun bisa. Maka inilah diantara hikmah Allah katakan, “sebagaimana telah diwajibkan pada umat-umat terdahulu.” adalah agar memompa semangat kita untuk terbaik dalam menjalankan puasa, karena kita tidak ingin kalah saing dengan umat-umat terdahulu yang mendapatkan kewajiban puasa dan mereka telah menjalaninya dengan baik.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah, berkaitan dengan apa yang Allah katakan bahwasannya kewajiban puasa yang Allah wajibkan kepada umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu semisal dengan kewajiban yang Allah berikan pada umat-umat terdahulu, para ulama ahli tafsir berselisih pendapat tentang maknanya dan maksudnya. Sebagian mengatakan kesamaannya hanyalah kesamaan dalam kewajiban, adapun tata cara dan waktu pelaksanaannya maka boleh jadi berbeda. Namun pendapat sebagian ulama tafsir yang lain, dan inilah yang dipilih oleh Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala dalam tafsirnya, bahwasannya kewajiban puasa untuk umat terdahulu itu sama sebagaimana kewajiban puasa untuk umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu mereka pun diwajibkan berpuasa dibulan Ramadhan dan dengan tata cara yang sama dengan tata cara puasa yang dilakukan oleh umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Perbedaannya antara puasa kita dengan puasa yang Allah syariatkan kepada Nabi Musa dan Nabi ‘Isa adanya syariat makan sahur sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وصِيَامِ أهْلِ الكِتَابِ، أكْلَةُ السَّحَرِ

“Sesungguhnya pembeda puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)

Agar kalian menjadi orang yang bertakwa

Kemudian Allah mengatakan:

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Supaya kalian menjadi orang yang bertakwa.

Maksud pokok dari Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan puasa kepada kita adalah supaya kita menjadi orang yang bertakwa. Karena ketika kita puasa kita dilatih untuk meninggalkan hal-hal yang mubah karena perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka jika kita telah merasa mudah untuk meninggalkan hal-hal yang mubah karena perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kenapa berat kita tinggalkan hal-hal yang Allah haramkan? Maka seharusnya dan tentunya lebih terasa ringan bagi kita untuk meninggalkan hal-hal yang Allah larang dari pada meninggalkan hal-hal yang mubah.

Demikian juga Allah katakan:

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Supaya kalian menjadi orang yang bertakwa.

Maka maksud pokok dari disyariatkannya puasa adalah untuk menuju jiwa yang taqwa dan bukan sehatnya badan. Oleh karena itu maka ayat ini bisa kita katakan mengandung dalil dan isyarat tidak benarnya satu hadits yang terkenal yang sering disampaikan oleh banyak orang dibulan Ramadhan yang mengatakan, “puasalah kalian, niscaya kalian akan berbadan sehat.” Ini adalah satu hal yang tidak benar, satu hadits yang lemah dari sisi sanad, demikian juga bermasalah dari sisi kandungan maknanya.

Hadits tersebut mengatakan bahwasanya tujuan dari puasa adalah badan sehat, padahal Allah katakan tujuan syariat puasa adalah menuju jiwa yang taqwa. Demikian juga sebagaimana kita ketahui bersama bahasanya orang yang sakit ketika bulan Ramadhan malah diperintahkan untuk tidak usah puasa ketika berpuasa itu menyebabkan akan sakit semakin parah ataupun kesembuhan semakin lama, maka haram untuk berpuasa. Seandainya puasa itu menyebabkan sehat, maka tentu syariatnya harusnya orang yang sakit disuruh berpuasa supaya sembuh dari segala penyakit yang ada pada dirinya dan menimpa badannya. Maka demikianlah yang bisa kita bahas berkaitan dengan isi kandungan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di surat Al-Baqarah ayat 183.

Seiring do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah berikan kepada kita kesempatan untuk berjumpa dengan Ramadhan dan Allah berkahi kita dibulan Ramadhan ini sehingga kita menjadi orang yang bisa sungguh-sungguh memanfaatkannya dengan baik.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ

اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ.

وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ،  وَآخِرُ دَعْوَانَا

أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Khutbah Tafsir dan Faidah Ayat Puasa – Ustadz Aris Munandar

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0