Tulisan tentang “Hikmah Dibalik Protokol Kesehatan Bagi Orang Beriman” ini adalah catatan yang kami tulis dari ceramah singkat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (semoga Allah menjaga beliau).
Hikmah Dibalik Protokol Kesehatan Bagi Orang Beriman
Di masa wabah ini dan juga sesudah ada usaha untuk kita mengembalikan kepada seperti semula, yaitu dimasa new normal, ada aturan-aturan yang sudah dibuat, baik oleh pakar kesehatan maupun yang lainnya. Seperti mencuci tangan, menjaga jarak, mengikuti protokol kesehatan, dan juga menyempurnakan yang lainnya.
1. Mencuci hati dari dosa dan maksiat
Menit ke-1:19 Saya akan bahas, kita sebagai orang yang beriman, yang pertama berkaitan dengan masalah mencuci tangan, saya mau tanya kepada Antum, apa Antum tiap hari cuci tangan atau tidak? Mesti Antum cuci tangan, paling tidak kita ini dalam sehari lebih dari 10 kali. Shalat saja sudah lima kali dan kita cuci tangan sampai bersih.
Kemudian ketika kita mau makan, kita makan dengan tangan paling tidak tiga kali, ini sudah 8 kali (dengan wudhu sebelum shalat). Belum lagi yang lainnya, mesti kita cuci tangan.
Artinya, kalau kita lihat umat Islam ini bersih. Kalau yang seperti ini sebenarnya tidak perlu diajarkan kepada umat Islam karena sudah bersih.
Tapi yang perlu diperhatikan di sini, kenapa untuk cuci tangan kita betul-betul perhatikan, tapi kita tidak memperhatikan bagaimana mencuci hati dan diri kita dari perbuatan dosa dan maksiat?
Coba Antum perhatikan. Kita hanya memperhatikan yang dzahir, tapi kita tidak perhatikan bagaimana kita berbuat dosa kepada Allah, bagaimana kita membersihkan hati dari perbuatan kesombongan, keangkuhan, tidak taat kepada Allah dan RasulNya, membangkang perintah Allah RasulNya, berbuat dosa dan maksiat, apa kita tidak perhatikan itu?
Orang yang beriman, pandangannya jauh, tidak sekedar yang nyata. Antum lihat ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang masalah wudhu, Nabi tidak sebutkan tentang membersihkan badan saja, tapi Nabi sebutkan bahwa Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dengan dia berwudhu.
Maka kita terus, bukan hanya wudhu saja. Tapi bagaimana kita membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Ini orang beriman. Dosa kita banyak, banyak sekali. Sampai kata ulama Salaf itu Kalau seandainya dosa kita berbau maka tidak ada yang dekat dengan kita. Dosa kita kepada Allah, dosa kita kepada orang tua, dosa kepada tetangga, dosa kepada orang lain, kita banyak berbuat dosa. Makanya taubat kita kepada Allah atas semua dosa.
Adanya bencana, adanya musibah, adanya petaka, adanya kesulitan, dengan sebab dosa-dosa kita.
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Apa saja musibah-musibah yang menimpa kalian dengan sebab dosa-dosa kalian dan Allah banyak memberikan maaf.” (QS. Asy-Syura[42]: 30)
Sekarang kalau kita banyak dosa, apa kewajiban kita? Tentu taubat kepada Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang nasuha (taubat yang ikhlas dan jujur).” (QS. At-Tahrim[66]: 8)
Jadi, kalau kita disuruh cuci tangan, kenapa tidak kita cuci dosa-dosa kita dengan taubat, kembali kepada Allah, melaksanakan perintahNya menjauhkan laranganNya. Bersihkan hati kita dari banyak dosa, dosa ketamakan kepada dunia, kesombongan, keangkuhan, membangkang perintah Allah dan RasulNya, merasa hebat, riya’, dengki, iri dan dosa-dosa yang lainnya.
Ketika orang membawakan dalil, kita malah melecehkan, kita menghinakan orang yang membawa dalil. Orang membawakan dalil dari Al-Qur’an dan sunnah dilecehkan dan diejek, apa bedanya Antum dengan orang-orang jahiliyah yang dibawakan dalil mengejek. Ini berarti ada yang tidak beres di hatinya. Kotor hatinya, maka cuci dengan taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Menjaga jarak dengan teman yang buruk
Menit ke-5:32 Kita disuruh jaga jarak. Ini juga sama dengan yang pertama tadi. Kita kenapa jaga jarak? Kalau jaga jaraknya mungkin protokol kesehatan di luar, tidak ada masalah. Tapi ketika shalat, tidak bisa. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh untuk rapat dalam shalat. Bukan satu hadits, lebih dari 10 hadits yang menjelaskan tentang wajibnya merapatkan shaf dalam shalat, tidak boleh jaga jarak.
Mestinya berpikir ketika berbicara soal jaga jarak. Kita wajib berusaha bagaimana menjaga jarak kita dari perbuatan dosa dan maksiat. Kita berpikir menjaga jarak jangan sampai kita mendekat kepada perbuatan dosa dan maksiat. Kita berfikir menjaga jarak dengan teman-teman yang jahat, jaga jarak dengan tokoh-tokoh dari Ahlul Bid’ah yang mengajak manusia kepada kesyirikan dan bid’ah.
Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, berkaitan dengan masalah teman itu punya pengaruh.
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah kalian bersahabat kecuali dengan yang beriman saja dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban)
Jangan bergaul dengan orang-orang yang tidak baik, jaga jarak dengan mereka, betul. Tapi bukan dalam shalat jaga jarak. Jaga jarak dalam pergaulan, jangan kita berteman dengan Ahlul Bid’ah, jangan berteman dengan orang berbuat syirik, jangan berteman dengan teman-teman yang tidak baik, jangan berteman dengan orang-orang yang tidak melaksanakan perintah Allah dan RasulNya. Karena agama kita tergantung teman-teman kita. Nabi bersabda Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang hasan:
ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﻨْﻈُﺮْ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻞُ
“Seorang itu agamanya tergantung temannya, oleh karena itu perhatikanlah kepada siapa kalian berteman.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Kita jaga jarak dalam bergaul, jangan semua kita dekati.
3. Menjaga protokol hukum Allah
Menit ke-7:28 Kita disuruh untuk memperhatikan protokol kesehatan. Orang Islam tetap menjaga soal kesehatan, karena Islam mengajarkan demikian. Tapi apakah kita menjaga protokol hukum-hukum Allah? Ini halal, ini haram, ini boleh, ini tidak, ini tauhid, ini syirik, ini sunnah, ini bid’ah, itu kita jaga atau tidak? Mestinya orang beriman menjaga ini.
Kita terbawa arus. Betul kita menjaga protokol kesehatan, tapi hukum-hukum Allah yang lain kita jaga atau tidak? Mestinya kita jaga. Jangan sampai kita jatuh dalam kesyirikan, jangan sampai kita jatuh dalam perbuatan bid’ah, jangan sampai kita jatuh dalam perbuatna dosa dan maksiat. Terus mentauhidkan Allah, terus kita berusaha bagaimana melaksanakan sunnah menjauhkan bid’ah.
Kemudian yang terakhir adalah kita berusaha bagaimana menyempurnakan tawakal kita kepada Allah. Tawakkal kepada Allah, jangan takut dengan adanya wabah. Kita orang beriman, takut hanya kepada Allah.
Kita ngaji, kita menuntut ilmu, kita belajar, supaya takut kepada Allah, bukan takut kepada manusia, bukan takut kepada wabah dan yang lainnya.
Jangan takut, tawakal kepada Allah, sandarkan hati kita dengan jujur, serahkan semua urusan kepada Allah, tidak akan menimpa kita kecuali apa yang sudah Allah takdirkan kepada kita. Allah berfirman dalam surah At-Taubah ayat 51:
قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّـهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّـهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: ‘Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang Allah sudah tetapkan buat kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal’” (QS. At-Taubah[9]: 51)
Jadi, tidak akan menimpa kita kecuali yang sudah Allah takdirkan kepada kita. Kenapa kita harus takut?
Sempurnakan iman kita, sempurna tawakal kita, tingkatkan iman kita kepada Allah, takut kita kepada Allah, harap kita hanya kepada Allah. Kalau bejalan di atas ini, kita akan mengalami ketenangan.
Antum perhatikan orang beriman, ada wabah atau tidak ada, disaat wabah atau sesudah wabah, semua mengalami ketenangan. Antum lihat orang-orang yang shalat di masjid. Ketika sebelum wabah, ada wabah, tetap. Antum diuji sekarang sama Allah. Antum ngaji sekian tahun, Antum belajar sekian tahun, sekarang di sini buktinya apakah ilmu Antum benar atau tidak, betul atau tidak amal Antum, benar atau tidak tawakal Antum, betul atau tidak takut Antum kepada Allah?
Disaat ujian itu kelihatan. Ustadznya takut, tidak mau shalat di masjid, yang ustadznya takut shalatnya renggang, yang ustadznya takut pakai masker, yang ustadnya takut tidak mau untuk mendekat. Kenapa seperti ini? Sampai Jumat tidak datang. Berat hukuman Allah tentang masalah ini. Ini bukan masalah kecil, tapi masalah besar.
Yang kita ikuti adalah dalil. Allah uji ini untuk menguji iman kita, benar apa tidak, jujur apa tidak?
Mudah-mudahan yang saya sampaikan ini bermanfaat untuk saya dan untuk Antum sekalian, dan kita semua kembalikan kepada Qur’an dan hadits Nabi yang shahih, mengikuti pemahaman Salafush Shalih, kita akan mengalami ketenangan, kenikmatan, kekhusyu’an, keberkahan, dan InsyaAllah juga Allah akan memberikan keselamatan kepada kita, dan Allah akan tetapkan kita diatas hidayah. Karena orang meramaikan masjid dikasih -Allah sebutkan- mendapat hidayah, Allah tetapkan mendapat hidayah, dalam surat At-Taubah ayat 18.
Video Hikmah Dibalik Protokol Kesehatan Bagi Orang Beriman
Sumber video: MIAH Bogor
Demikian catatan “Hikmah Dibalik Protokol Kesehatan Bagi Orang Beriman”. Mari turut menyebarkan catatan kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Komentar