Khutbah Jumat: Oh Hanya Sunnah?

Khutbah Jumat: Oh Hanya Sunnah?

Berikut tulisan khutbah jumat tentang “Oh Hanya Sunnah?” yang disampaikan Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah Hafizhahullahu Ta’ala.

Khutbah Jumat: Oh Hanya Sunnah?

Khutbah Jumat Pertama

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Wahai orang-orang yang beriman, berkali-kali Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggil kita di dalam kitab-Nya, mengingatkan bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya yang seharusnya hidup dengan mengikuti aturan yang telah Dia tetapkan.

Di dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita agar bertakwa dengan sebenar-benarnya. Bukan hanya bertakwa pada musim-musim tertentu. Bukan hanya bertakwa di hari Jum’at lalu di hari lainnya tidak bertakwa. Juga bukan hanya bertakwa tatkala berada di rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala namun ketika kembali ke rumah, kita tidak lagi bertakwa kepada-Nya.

Kita bertakwa bukan hanya di tempat-tempat yang mulia. Tapi seharusnya kita bertakwa di manapun kita berada.

Ahibbati fillah,

Hari ini adalah hari Jum’at pertama di bulan Syawwal. Kita melihat ada banyak suasana yang berubah. Selama bulan Ramadhan kita melihat fenomena ketaatan. Ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala begitu banyaknya menghiasi setiap kampung, rumah, dan kendaraan.

Kita melihat orang-orang yang selalu membaca Al-Qur’an di manapun mereka berada. Di tempat kerja, kendaraan, dan ketika dia menanti sesuatu, dia mengeluarkan gawainya dan membuka Al-Qur’an.

Kita melihat manusia berlomba-lomba menuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka shalat malam, bukan hanya yang lima waktu. Pada malam hari mereka menambah shalat, menegakkan qiyamullail. Berdoa, berdzikir, dan bersedekah.

Dan kita juga melihat manusia-manusia yang hendak mencapai maqam al ‘ubudiyyah lillahi ta’ala (مقام العبودية لله تعالى). Dia benar-benar menunjukkan bahwa “Aku adalah hamba Allah, aku diperintahkan oleh Allah, dan aku harus taat kepada-Nya.”

Seakan-akan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menyebutkan;

إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ ، وما تقرَّب إليَّ عبدي بشيءٍ أحبَّ إليَّ ممَّا افترضتُ عليه

Sesungguhnya Allah berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shaleh) yang lebih Aku cintai dari pada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam),” (HR. Bukhari 5/2384, no. 6137)[1]

Ya, jika ingin menjadi waliyullah, maka laksanakan yang wajib. Dan alhamdulillah, kita melaksanakan kewajiban kita. Namun ternyata ada tingkatan yang lebih dari itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala melanjutkan:

وما يزالُ عبدي يتقرَّبُ إليَّ بالنَّوافلِ حتَّى أُحبَّه

“dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku-pun mencintainya.” (HR. Bukhari 5/2384, no. 6137)[1]

Amalan-amalan tersebut hanya anjuran, bukan wajib, dan tidak harus dikerjakan. Tapi dia berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ahibbati fillah,

Yang berada di shaf pertama tidak sama dengan yang berada di shaf kedua, yang berada di shaf kedua tidak sama dengan yang berada di shaf ketiga, dan yang berada di luar masjid tidak sama dengan yang di dalam masjid. Ternyata hamba yang terus mendekatkan dirinya dengan yang sunnah-sunnah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan cinta kepada orang itu.

Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan;

فإذا أحببتُه : كنتُ سمعَه الَّذي يسمَعُ به ، وبصرَه الَّذي يُبصِرُ به ، ويدَه الَّتي يبطِشُ بها ، ورِجلَه الَّتي يمشي بها ، وإن سألني لأُعطينَّه ، ولئن استعاذني لأُعيذنَّه ، وما تردَّدتُ عن شيءٍ أنا فاعلُه ترَدُّدي عن نفسِ المؤمنِ ، يكرهُ الموتَ وأنا أكرهُ مُساءتَه

Lalu jika Aku telah mencintai seorang hamba-Ku, maka Aku akan selalu membimbingnya dalam pendengarannya, membimbingnya dalam penglihatannya, menuntunnya dalam perbuatan tangannya dan meluruskannya dalam langkah kakinya. Jika dia memohon kepada-Ku maka Aku akan penuhi permohonannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan berikan perlindungan kepadanya. Tidaklah Aku ragu melakukan sesuatu yang mesti Aku lakukan seperti keraguan untuk (mencabut) nyawa seorang yang beriman (kepada-Ku), dia tidak menyukai kematian dan Aku tidak ingin menyakitinya.” (HR. Bukhari 5/2384, no. 6137)[1]

Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah jatuh cinta kepada orang ini, selesai Ramadhan, dia akan tetap menjadi orang yang baik. Orang itu jika sudah Allah Subhanahu wa Ta’ala cintai, akan jauh dari tempat-tempat kemaksiatan.

Di antara tanda-tanda diterimanya Ramadhan kita, diterimanya qiyamullail yang kita lakukan, bacaan Al-Qur’an, rukuk, dan sujud kita, adalah kita menjadi baik setelah Ramadhan. Kita terus bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di bulan Syawwal ini.

Tapi bukan berarti kita tidak berbuat dosa. Orang-orang yang bertakwa itu tetap manusia biasa. Apa yang terjadi ketika dia berbuat dosa? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf[7]: 201)

Mereka sadar bahwa mereka adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mengawasi mereka. Maka kemudian mereka meninggalkan dosa tersebut. Mereka menata hati untuk kembali melakukan ketaatan, beristighfar, dan bertaubat.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah seorang Nabi yang dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang sudah Allah Subhanahu wa Ta’ala ampuni, apa kata beliau?

إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِى وَإِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِى الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Sesungguhnya hatiku terkadang tertutup, dan aku benar-benar beristighfar kepada Allah100 kali dalam sehari.” (HR. Muslim)[2]

Beliau ma’shum dari perbuatan dosa. Namun terkadang ada ketaatan/ amalan-amalan anjuran (sunnah) yang muncul rasa malas terhadapnya. Maka apa yang harus kita lakukan? Perbanyak istighfar.

Di bulan Syawwal ini, yang sudah mulai kendur imannya, meninggalkan amalan-amalan sunnahnya, sudah mulai tidak lagi membaca Al-Qur’an, dzikir pagi-petangnya sering terlewat, matanya mulai jelalatan, maka perbanyaklah istighfar. Meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari godaan setan yang terkutuk.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.” (QS. Al-A’raf[7]: 200)

Yang kemarin di bulan Ramadhan mereka dibelenggu, sekarang dengan bebas mereka menggoda kita. Ketika datang godaan mereka, maka ucapkanlah “A’udzubillaahi minasysyaithanirrajiim.”

Ketika kita terjebak dalam dosa, katakanlah “Astaghfirullah wa atubu ilaih.”

Khutbah Kedua

Ahibbati fillah,

Standar orang baik itu adalah ketika ajal datang menjemput dia. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengatakan,

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا

“Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493)[2]

Kita tidak tahu kapan kematian akan datang menjemput kita. Yang jelas, kita melihat orang-orang berangkat dan pamit kepada kita. Boleh jadi malam ini ada di antara kita yang meninggal dunia. Boleh jadi besok ataupun lusa. Karena kita tidak tahu kapan kita akan pergi, maka teruslah berbuat kebaikan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

اِفْعَلُوْا الْخَيْرَ دَهْرَكُمْ،

“Berbuat baiklah di sepanjang masa kalian.” (HR. Ath Thabrani no. 720)

Orang yang tidak tahu kapan pergi, dia akan selalu berusaha mengingat kematian itu boleh jadi hari ini atau saat ini. Sehingga dia tidak akan tergoda dengan bisikan setan yang selalu mengatakan, “Tidak mengapa mengerjakan dosa sekarang. Nanti taubat. Selepas ashar adalah waktu mustajab untuk berdoa. Engkau mohon ampun kepada Allah, Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Betul bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Tapi apakah umur kita akan sampai ke sore nanti?

Ketika seseorang berbuat dosa di malam hari, terkadang setan membisikkan, “Nanti engkau bertaubat di pagi hari. Nanti engkau bertaubat ketika hatimu sudah mantap dan tekadmu bulat.”

Jangan tertipu dengan setan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا  (رواه مسلم، رقم 2759)

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla membentangkan tangannya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang berdosa di siang hari dan Dia membentangkan tangannya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berdosa di malam hari. Hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.” (HR. Muslim, no. 2759)

Ahibbati fillah,

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur[24]: 31)

Terkadang sebagian orang berfikir, “Aku tidak perlu taubat kepada Allah. Baru selesai Ramadhan dan aku orang yang taat kepada Allah.”

Bagaimana selesai shalat kita beristighfar? Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah. Bagaimana ketika kita selesai shalat malam?  Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang penghuni surga. Tentang ciri-ciri orang bertakwa. Dan puasa Ramadhan disyariatkan untuk mencapai takwa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

“Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” (QS. Az-Zariyat[51]: 17)

Mereka shalat malam. Dan kita bisa melakukan itu kemarin di Bulan Ramadhan.

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Az-Zariyat[51]: 18)

Maka beristighfarlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kemudian amalan-amalan sunnah yang perlu dilakukan selama Ramadhan, semua amalan kita amalkan di bulan Syawwal ini. Di antarnya puasa. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Barang siapa yang melakukan puasa Ramadhan lantas ia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun.” (HR. Muslim, no. 1164)

Bagi yang malas puasa sunnah, memiliki kesempatan berpuasa selama enam hari di bulan Syawwal. Kita akan mendapat pahala puasa satu tahun penuh. Jaga puasanya.

Nanti di bulan Dzulqa’dah, amalan puasa tetap dijaga kalau bisa. Puasa tiga hari setiap bulan. Jika tidak mampu, satu hari setiap bulan. Usahakan di setiap bulan kita memiliki ibadah puasa. Kemudian usahakan kita membaca Al-Qur’an. Kalau bisa, satu hari satu juz.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (QS. Al-Isra'[17]: 9)

Tapi usahakan membaca dengan artinya. Jika kita membuat program, satu setengah halaman per hari, dan dibaca dengan artinya, in syaa Allah tahun depan kita d\sudah khatam Al-Qur’an dengan artinya.

Sebagian kita berumur 20, 30, bahkan 60 tahun, belum pernah khatam Al-Qur’an dengan artinya. Maka usahakan kita mulai di bulan Syawwal, in syaa Allah tahun depan khatam Al-Qur’an dengan artinya. Dan itu yang akan menambah keimanan dan ketakwaan kita. Karena kita selalu membaca kalamullah.

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu pernah berpesan, “Seandainya hati kita bersih, tentu kita tidak akan pernah puas bersama Al-Qur’an (kalamullah). Sungguh aneh, bagaimana seseorang bisa puas mendengar kalimat indah dari yang ia cintai.”

Orang-orang yang jauh dari Al-Qur’an Al Karim, menunjukkan ada sesuatu di dalam hatinya.

Ahibbati fillah,

Hari ini adalah hari Jum’at. Harinya bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka perbanyaklah shalawat kepadanya.

Video Khutbah Jumat: Oh Hanya Sunnah?

Mari turut menyebarkan “Khutbah Jum’at: Oh Hanya Sunnah? ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Catatan:
[1] https://muslim.or.id/18710-keutamaan-wali-allah.html
[2] https://rumaysho.com/13187-amalan-tergantung-pada-akhirnya.html

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: