Khutbah Jumat Tentang Hati Yang Sehat

Khutbah Jumat Tentang Hati Yang Sehat

Berikut ini khutbah Jumat “Hati Yang Sehat” yang disampaikan oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc Hafizhahullahu Ta’ala.

Download PDF via telegram: t.me/ngajiid/128

Khutbah Jumat: Hati Yang Sehat

Khutbah Pertama

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,

Mari hiasi hari-hari kita dengan takbir, pengagungan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dengan tahmid, pujian-pujian kita kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dan dengan tahlil, kita tauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala-lah yang berhak untuk dibesarkan dan diagungkan. Dia-lah yang berhak dipuja dan dipuji karena Dia satu-satunya Pencipta kita dan seluruh yang kita nikmati dari kenikmatan-kenikmatan di permukaan bumi.

Allahu Akbar walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wa subhanallah hendaknya menghiasi lisan kita pada hari ke hari yang kita lalui. Menghiasi lisan kita dengan pengagungan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Shalawat dan salam kepada Nabi kita tercinta, Rasul kita yang mulia, suri tauladan kita, manusia yang paling kita cintai di permukaan bumi dan kita ingin wafat di atas kecintaan kepada beliau. Karena kecintaan yang tulus kepada beliau adalah kemuliaan, keselamatan, dan surga Allah ‘Azza wa Jalla.

Saudaraku sidang Jum’at rahimakumullah,

Kita hidup di permukaan bumi dengan hati dan jasmani, zahir dan batin, dengan jasad dan ruh. Dan ini sesuatu yang ada di dalam kehidupan kita yang di mana tidak akan mungkin kita hidup tanpa keduanya. Tidak akan mungkin ruh berdiri tanpa jasad, zahir berdiri tanpa batin, dan tidak akan mungkin jasmani berjalan tanpa adanya hati di dalam jasmani tersebut.

Alangkah banyaknya manusia yang demikian peduli kepada jasadnya, zahirnya, jasmaninya. Akan tetapi kepeduliannya kepada hatinya, batin, dan ruhnya sangat tidak seimbang dengan kepeduliannya kepada zahir dan jasmaninya. Dan ini sebuah kesalahan, kekurangan, dan kelalaian yang sangat besar.

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,

Dengan hati, kita hidup di permukaan bumi dengan ketaatan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Kita akan mengikuti kepatuhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan kita akan meraih ridha Allah Tabaraka wa Ta’ala di akhirat. Bukankah Allah Tabaraka wa Ta’ala telah berfirman;

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ , إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (selamat),” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 88)

Lihatlah ma’asyiral muslimin, keselamatan hati. Bukan keselamatan jasmani dengan harta atau dengan adanya anak dan keluarga. Ini yang akan menyelamatkan kita di sisi Allah Tabaraka wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;

أَلآ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلآ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sungguh di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuh. Jika rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah qalbu (hati).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Lihatlah bagaimana kesuksesan akhirat diraih dengan hati yang baik, benar, dan selamat. Dan lihatlah bagaimana keshalihan di permukaan bumi pun diraih dengan hati yang shalih yang akan memerintahkan anggota tubuh untuk keshalihan. Adapun hati yang thalih (yang tidak shalih), dia tidak akan memerintahkan kepada jasad kecuali hanya kethalihan (keburukan), hal-hal yang bertabrakan dengan keshalihan.

Ma’asyiral muslimin,

Kalau demikian adanya, maka apa yang tadi khatib katakan di awal; orang yang begitu peduli dengan kesehatan jasmaninya namun tidak peduli/ kurang peduli dengan kesehatan rohani/jiwa / hatinya, dan orang yang peduli dengan tampilan zahirnya namun dia tidak peduli kepada tampilan batinnya, orang ini adalah orang yang sangat lalai dan rugi. Dan kemungkinan besar kehancuran dunia dan akhirat adalah untuk orang-orang yang seperti itu.

Ma’asyiral muslimin sidang Jumat rahimakumullah,

Seorang mukmin, seorang muslim harus lebih peduli kepada hatinya dibanding raganya, rohaninya dibanding jasmaninya, dan harus peduli kepada batinnya lebih dari pada kepeduliannya kepada zahirnya. Tidak ada arti dari zahir yang baik jika yang hidup di dalamnya batin yang rusak, jasmani yang sehat kalau hidup di dalamnya rohani yang sakit. Tidak ada artinya pula raga yang sehat akan tetapi di dalamnya hidup hati yang penuh dengan penyakit.

Karena sesungguhnya para ahli ilmu mengatakan perjalanan manusia menuju Rabb-nya adalah dengan hati itu. Manusia tidak akan menuju Rabb-nya dengan jasmani, akan tetapi manusia menuju Rabb-nya hati dan ruhnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan;

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Amalan akan mengikut hati. Kalau hatinya baik, amalannya akan baik in syaa Allah. Namun kalau hatinya buruk, amalannya pun akan buruk. Sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam katakan.

Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau tampilan zahirnya sehat namun hidup di dalamnya hati yang penuh penyakit. Seorang muslim harusnya malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau jasmaninya sehat namun hatinya penuh dengan kedengkian, su’uzhan, dan kecintaan terhadap dunia yang tidak pernah bisa dia bendung.

Hatinya lalai dari akhirat, tidak pernah memiliki cinta kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala yang mampu menghalanginya dari perbuatan maksiat. Dan hatinya tidak memiliki cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengajaknya dan selalu memerintahkannya untuk taat dan patuh kepada beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Hati yang tidak pernah nyaman di dalam shalat, yang tidak pernah dengan tenang membaca Al-Qur’an, hati yang tidak pernah hadir di majelis taklim, dan tidak pernah menikmati ketaatan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Ini adalah hati yang dipenuhi penyakit. Yang seorang muslim malu kalau Allah Tabaraka wa Ta’ala memandang hatinya ternyata begitu. Apatah lagi kalau penampilannya adalah penampilan seorang agamis dengan baju gamis dan celana yang sesuai dengan sunnah Nabi. Tapi di dalamnya hidup hati yang penuh dengan penyakit, hati yang kotor dan jorok. Na’udzubillah tsumma na’udzubillahi min dzalik.

Allah Tabaraka wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an dan mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar dijadikan panduan untuk membersihkan hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ …

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar..” (QS. Al-Isra'[17]: 82)

وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ

“Penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada” (QS. Yunus[10]: 57)

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah,

Nasihat ini dari khatib untuk khatib dan untuk kita semua tanpa terkecuali. Karena agama adalah hak setiap manusia. Dan tidak ada maksud apa pun dan siapa pun. Karena sesungguhnya kita semua sama di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita semua sama di dalam nasihat-nasihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Mari kita fokus kepada hati kita, bersihkan hati kita dari hal-hal yang membuatnya sakit, hitam, dan gelap gara-gara maksiat. Karena setiap maksiat yang masuk ke dalam hati akan memberikan kegelapan di dalam hati. Dan kegelapan itu yang membuat manusia malas beribadah, membaca Al-Qur’an, duduk di majelis taklim, dan tidak ada kenikmatan ibadah apa pun pada dirinya kecuali hanya keterpaksaan.

Khutbah Kedua

Hadirin sidang Jum’at rahimakumullah,

Para ulama ketika berbicara kepada para penuntut ilmu, “Ketahuilah bahwa sebelum Anda menimba ilmu, bersihkan bejana (tempat menampung ilmu) itu. Dan bejana ilmu adalah hati.”

Ilmu masuk melalui mata dan telinga, dan akan ditampung di dalam hati. Oleh karena itu orang-orang yang belajar melalui mata dan telinganya, ilmu masuk ke dalam hatinya. Akan tetapi jika hatinya kotor, kata para ulama, ilmu itu tidak akan bertahan di sana. Ilmu itu akan pergi karena dia mendapati tempat yang tidak layak untuk dia tempati.

Namun manakala hati itu bersih, maka ilmu akan menetap di sana. Maka kewajiban para penuntut ilmu; siapa pun kita yang menuntut ilmu kalau ingin ilmu kita bertahan, bermanfaat, dan mendapatkan hasil di hadapan Allah Tabaraka wa Ta’ala maka bersihkan bejana ilmunya yaitu hati. Karena di situlah letaknya ilmu berada.

Di dalam hati itulah ilmu akan disimpan dan terletak. Namun manakala dia kotor, ilmu tidak akan mau hinggap di sana. Karena tempatnya tidak layak untuknya. Tempat ilmu yang baik dan suci adalah hati yang baik dan suci.

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,

Di akhir bahasan, khatib ingin mengingatkan kita akan keikhlasan. Karena sesungguhnya ikhlas itulah yang paling utama untuk membersihkan hati. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada kita apa yang akan kita dapatkan di akhirat kelak. Bukan tergantung apa yang kita amalkan, namun tergantung bagaimana keikhlasan kita dalam beramal. Boleh jadi amalan kita besar, hasilnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala itu nihil. Dan boleh jadi amalan seseorang kecil di mata manusia, namun hasilnya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sesuatu yang luar biasa yang menyelamatkan dia dari neraka Allah Tabaraka wa Ta’ala. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

“Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan sedekah setengah butir kurma.” (HR. Bukhari no. 1413, 3595 dan Muslim no. 1016)

Amal yang sedikit dan kecil, yang mungkin dipandang sepele dan remeh oleh manusia. Namun manakala diamalkan dengan hati yang luar biasa ikhlas, suci, dan bertaqarrub ingin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka hasilnya bisa jadi menjadi benteng baginya dari neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka perhatikan keikhlasan kita. Karena sesungguhnya pokok yang paling penting untuk mencapai kesucian dan kebersihan hati adalah sejauh mana kita ikhlas kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)

Mengikhlaskan seluruh ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tanpa ikhlas, ibadah yang dia lakukan tidak ada artinya. Tidakkah kita pernah mendengar hadits yang shahih dari Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang tiga orang yang akan pertama kali merasakan pedihnya neraka Jahanam? Apakah mereka pelaku maksiat? Tidak. Apakah mereka Fir’aun dan Qarun? Juga tidak.

Akan tetapi mereka adalah -yang pertama- ahli ilmu yang tidak ikhlas. Maka nasihat saya kepada saya pribadi dan siapa pun yang menyampaikan ilmu yang pernah dia pelajari dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; perhatikan keikhlasanmu ketika menyampaikan agama Allah Tabaraka wa Ta’ala. Karena penduduk neraka pertama adalah orang ‘alim namun tidak ikhlas di dalam ilmunya.

Yang kedua adalah ahli sedekah. Orang yang rajin berinfak dan bersedekah, yang hartanya banyak dia infakkan di jalan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Akan tetapi dia kehilangan keikhlasan, maka dia menjadi orang yang pertama kali merasakan pedihnya neraka Jahannam sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala rasakan neraka jahanam itu kepada Fir’aun, Qarun, Abu Jahal, dan Abu Lahab.

Wahai orang-orang yang rajin berinfaq, yang telah banyak mencurahkan hartanya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu tidak ada artinya bagimu di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau Engkau tidak menyertainya dengan ikhlas. Kalau Engkau tidak menyertainya dengan mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaqarrub kepada-Nya.

Dan yang ketiga adalah orang yang rajin berjuang menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai dia berjuang dengan nyawanya yang dia pertaruhkan di medan jihad. Dan itu merupakan perjuangan paling tinggi di dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi perjuangan itu tidak ada artinya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala jika tidak disertai dengan keikhlasan.

Maka perhatikan hatimu, saudaraku. Karena semua itu tidak ada arti di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau tidak dengan keikhlasan.

Video Khutbah Jumat: Hati Yang Sehat

Sumber Video Khutbah Jumat: Masjid Imam Syafi’i Pekanbaru

Jangan lupa untuk ikut membagikan link download khutbah Jumat “Hati Yang Sehat” ini, kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga Allah membalas kebaikan Anda.

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0