Kiat Lari dari Maksiat: Faidah dari Kisah Nabi Yusuf

Kiat Lari dari Maksiat: Faidah dari Kisah Nabi Yusuf

Tulisan tentang “Kiat Lari dari Maksiat: Faidah dari Kisah Nabi Yusuf” ini adalah catatan faedah dari ceramah singkat yang dibawakan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc. MA. Hafizhahullahu Ta’ala.

Kiat Lari dari Maksiat: Faidah dari Kisah Nabi Yusuf

Tadi kita dengarkan sebagian dari kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam dan banyak faidah yang bisa kita ambil. Namun kali ini saya ingin mengambil faidah tentang bagaimana cara meninggalkan maksiat yang dicontohkan oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam.

Kita tahu bahwasanya Nabi Yusuf ‘alaihissalam digoda dengan godaan yang luar biasa oleh istri dari sang menteri yang konon namanya adalah Zulaikha, dalam kondisi dia menutup pintu, kemudian dia berhias dan merayu dalam keadaan berdua saja. Tidak ada yang melihat. Intinya itu adalah ujian yang sangat berat.

Dalam menghadapi ujian yang sangat berat tersebut, bagaimana Nabi Yusuf ‘alaihissalam selamat?

1. Berlindung Kepada Allah

Yang pertama adalah berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَرَٰوَدَتْهُ ٱلَّتِى هُوَ فِى بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِۦ وَغَلَّقَتِ ٱلْأَبْوَٰبَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِ ۖ

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini”. Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah,” (QS. Yusuf[12]: 23)

Jadi yang pertama Nabi Yusuf ‘alaihissalam lakukan adalah berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau mengucapkan itu untuk mengingatkan kepada dirinya sendiri dan kepada sang wanita bahwa beliau berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari godaan ini.

2. Mengingat Kebaikan Allah

Yang kedua, Nabi Yusuf ‘alaihissalam mengingat kebaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّهُۥ رَبِّىٓ أَحْسَنَ مَثْوَاىَ

“sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik” (QS. Yusuf[12]: 23)

Kalimat ini memiliki dua penafsiran;

Penafsiran yang pertama: رَبِّىٓ (rabbi) di sini adalah majikanku. Yaitu suami dari sang wanita. Seakan Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata, “Majikanku yaitu suamimu, sangat baik kepadaku. Bagaimana aku bisa membalas kebaikannya dengan berzina dengan istrinya?”

Penafsiran yang kedua: رَبِّىٓ (rabbi) maksudnya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seakan Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah sangat baik kepadaku. Dia memberikan banyak nikmat kepadaku. Bagaimana aku membalas kenikmatan yang banyak tersebut dengan bermaksiat dan membangkang terhadap perintah-Nya?”

Inilah salah satu faktor yang kuat untuk kita meninggalkan maksiat. Jika kita ingin bermaksiat, ingatlah banyak nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak, Dia akan cabut kenikmatan tersebut. Kita pintar jadi bodoh, kaya jadi miskin, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang bisa saja Allah Subhanahu wa Ta’ala cabut dari kita secara tiba-tba jika Dia berkehendak.

Maka Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata,

إِنَّهُۥ رَبِّىٓ أَحْسَنَ مَثْوَاىَ ۖ إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS. Yusuf[12]: 23)

3. Melarikan Diri dari Lokasi

Cara yang ketiga, Nabi Yusuf ‘alaihissalam kabur dari lokasi kemaksiatan.

وَٱسْتَبَقَا ٱلْبَابَ

“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu.” (QS. Yusuf[12]: 25)

Nabi Yusuf ‘alaihissalam lari menuju pintu. Dan ini sangat penting bagi seseorang untuk menjauh dari lokasi kemaksiatan. Oleh karenanya, tentang kisah pembunuh 100 nyawa. Setelah dia membunuh 100 nyawa, dia bertanya kepada seorang ‘alim, “Saya ingin bertaubat, apakah masih bisa diterima taubatku?” Maka orang ‘alim tersebut menjawab, “Masih bisa. Tapi silahkan engkau pergi ke kampung lain. Tinggalkan kampungmu yang lama. Pergilah ke lain kampung, beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama orang-orang di kampung tersebut.”

Artinya jika seseorang ingin meninggalkan maksiat, dia harus meninggalkan lokasi kemaksiatan. Sementara dia ingin meninggalkan zina tapi mainnya selalu ke diskotek, ingin meninggalkan zina tapi selalu datang ke tempat lokalisasi, lalu bagaimana dia akan meninggalkan maksiat? Dia ingin meninggalkan pandangan yang haram tapi senantiasa bersendirian kemudian menonton yang tidak-tidak, bagaimana dia akan meninggalkan kemaksiatan? Tentunya dia harus meninggalkan lokasi kemaksiatan. Sebab-sebab maksiat harus dia tinggalkan.

Nabi Yusuf ‘alaihissalam melarikan diri, bukan hanya jalan pelan-pelan menuju pintu. Beliau lari dan berusaha secepatnya meninggalkan lokasi kemaksiatan. Karena beliau tidak mengetahui sampai kapan beliau bisa bertahan dengan godaan yang sangat luar biasa tersebut.

4. Berdoa

Cara yang terakhir adalah dengan berdoa. Seseorang tidak boleh pede dengan iman yang ia miliki. Jangan ia merasa, “Kalau saya beriman, saya pasti selamat.”

Berusahalah berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena dia mengetahui bahwa tidak ada yang menyelamatkan dia kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Nabi Yusuf ‘alaihissalam berdoa,

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”.” (QS. Yusuf[12]: 33)

Nabi Yusuf ‘alaihissalam menghinakan dirinya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengakui ketidakmampuannya menghadapi ujian tersebut. Hatinya lemah, nanti lama-kelamaan akan condong kepada mereka dan bermaksiat, apalah dayanya di depan wanita yang cantik-cantik semuanya.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan permohonannya sehingga beliau dijauhkan dari godaan mereka. Bahkan jika tidak ada pilihan antara maksiat atau penderitaan, pilihlah penderitaan. Nabi Yusuf ‘alaihissalam dihadapkan kepada dua pilihan; bermaksiat dengan memuaskan hawa nafsu, berzina dengan para wanita, atau di penjara. Dan beliau lebih memilih di penjara.

Dan sebagian kita sering menghadapi kondisi seperti itu. Memilih korupsi atau miskin, misalnya. Jika memilih korupsi maka akan kaya raya. Tapi api neraka menyala-nyala akan menyambutnya. Kalau dia tidak korupsi, mungkin dia akan dikeluarkan atau dihinakan dan jadi miskin.

Artinya, terkadang di hadapan kita tidak ada pilihan. Hanya ada maksiat atau penderitaan. Maka pilihlah penderitaan.

Wallahu a’lam bish shawab.

Mp3 Ceramah Singkat

Sumber mp3: Team kelas UFA Official

Mari turut menyebarkan catatan kajian tentang “Kiat Lari dari Maksiat: Faidah dari Kisah Nabi Yusuf” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: