Kultum Tentang Perjuangan Menundukkan Hawa Nafsu ini adalah catatan yang kami tulis dari video ceramah singkat guru kami, Ustadz Abdullah Taslim, M.A. (semoga Allah menjaga beliau).
Transkrip Kultum Singkat Tentang Perjuangan Menundukkan Hawa Nafsu
Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati hati hambaNya yang akan mendapatkan taufik yang sempurna dariNya.
فَمَن يُرِدِ اللَّـهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki agar dia mendapatkan petunjuk (hidayah) yang sempurna dari Allah, maka Allah jadikan lapang (terbuka) hatinya sepenuhnya menerima Islam dengan gembira. Tapi barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dia tersesat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan dadanya itu sempit dan tertutup, sulit menerima Islam, seolah-olah dia ini mendaki ke atas langit.” (QS. Al-An’am[6]: 125)
Ini menunjukkan kepada kita bahwa memang ketika petunjuk Islam itu datang, tidak semua orang lapang menerimanya. Di sinilah ada proses perjuangan menundukkan hawa nafsu, menguatkan iman kita dan meyakinkannya bahwasannya petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah satu-satunya kebaikan yang paling sesuai dengan lahir dan batin kita yang paling didambakan hati manusia. Supaya dia akan menerimanya dengan sepenuh hati meskipun dalam sebagian perkara mungkin dia belum bisa memahami dengan rinci sisi-sisi kebaikan Islam tersebut. Ini yang harus diusahakan oleh setiap orang yang beriman.
Memang di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa ketika turun hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala ada beberapa permasalahan-permasalahan yang masih berat diterima oleh manusia. Karena apa? Yaitu karena hawa nafsunya.
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
“Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada keburukan.” (QS. Yusuf[12]: 53)
Dari sinilah Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala menyebutkan kaidah ini kenapa kita diperintahkan untuk menundukkan hawa nafsu kita ketika menghadapi hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau berkata:
لِأَن أَحْكَام الرب سُبْحَانَهُ كثيرا مَا تَأتي على خلاف أغراض النَّاس
“Karena hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kebanyakannya tidak sesuai dengan ambisi-ambisi dan keinginan nafsu manusia.”
Coba kita perhatikan ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an, di dalam surat Al-Insan tentang anugerah diturunkannya Al-Qur’an kepada manusia:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنزِيلًا ﴿٢٣﴾
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an kepadamu (wahai Rasulullah) dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Insan[76]: 23)
Ini adalah anugerah dan karunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman setelah itu apa? Seharusnya kan: “bergembiralah dengan anugerah Allah, bersyukurlah.” Tapi justru Allah berfirman:
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا ﴿٢٤﴾
“Maka bersabarlah kamu dalam menghadapi hukum-hukum Allah.” (QS. Al-Insan[76]: 23)
“Bersabar”, di sinilah sabar itu dibutuhkan dalam iman, sabar dalam menundukkan hawa nafsu untuk tidak terpengaruh dan mengutamakan apa-apa yang terlihat dibandingkan hal-hal yang ghaib yang disiapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kemuliaan hamba-hambaNya.
Ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya untuk meluruskan hal-hal yang ada dalam diri kita agar bisa mengikuti petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan di sini diperlukan yang namanya kesabaran dalam menundukkan hawa nafsu di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini kita sebutkan karena ini jalur satu-satunya untuk meraih takwa. Tidak akan terjadi seseorang itu bisa meraih ketakwaan yang sempurna kalau dia tidak melalui perjuangan menundukkan hawa nafsu di awal-awal dia berIslam. Sampai-sampai salah seorang ulama Salaf ada yang berkata:
انتهى سفر الطالبين إلى الظفر بأنفسهم.
“Akan selesai sampai kepada tujuan perjalanan orang-orang yang mencari ridha Allah ketika mereka telah berhasil menundukkan nafsu-nafsu mereka di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Komentar