Arti Istiqomah Dalam Islam

Arti Istiqomah Dalam Islam

Berikut pembahasan Arti Istiqomah Dalam Islam yang disampaikan oleh Ustadz Abdurrahman Thoyyib Hafidzahullahu Ta’ala.

Transkrip Ceramah Tentang Arti Istiqomah Dalam Islam

Dalam tema kita kali ini “Istiqomah Diatas Hidayah”. Yang pertama yang ingin kita sampaikan tentang fenomena yang tadi sudah disinggung oleh Al-Ustadz Al-Fadhil Ustadz Said tentang fitnah akhir zaman. Bahwasanya kita hidup sekarang ini diakhir zaman yang penuh dengan fitnah.

Apa itu fitnah? Yaitu godaan, ujian, cobaan, baik fitnah syubhat (kerancuan pemikiran dalam beragama) ataupun fitnah syahwat (maksiat).

Kita keluar sedikit saja, luar biasa di sana fitnah bergentayangan. Bahkan di dalam rumah kita, di dalam HP kita, itu kalau kita salah membuka, penuh dengan fitnah. Baik fitnah syahwat maupun fitnah syubhat. Dan itu yang telah Rasul kabarkan 14 abad yang lalu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ

“Sesungguhnya menjelang datangnya hari Kiamat akan muncul banyak fitnah besar bagaikan malam yang gelap gulita.” (HR. Imam Ahmad)

Fitnah di sini versi bahasa Arab. Kalau bahasa Indonesia fitnah artinya menuduh orang lain tanpa hak. Ini kita tinggalkan. Memang banyak kosakata bahasa Indonesia yang asalnya dari bahasa Arab, namun beda arti aslinya dengan arti bahasa Indonesianya, seperti fitnah. Kalau dalam bahasa Arab artinya ujian/cobaan. Seperti dalam firman Allah:

الم ﴿١﴾ أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾

Alif laam miim. Apakah manusia dibiarkan mengatakan: “Kami beriman”, sedang mereka tidak difitnah?” (QS. Al-Ankabut[29]: 2)

Apa arti fitnah di sini? Yaitu diuji.

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ

Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka” (QS. Al-Ankabut[29]: 3)

Jadi sekali lagi fitnah di sini artinya adalah ujian/cobaan yang itu ada dua kategori, ujian syahwat dan ujian syubhat (kerancuan dalam beragama). Rasul juga memperingatkan kita dari bahaya fitnah tersebut. Fitnah ini sangat dahsyat. Dalam shahih Muslim, Rasul mengatakan:

بَادِرُوا بِاْلأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا.

“Bersegeralah kalian melakukan amal shalih (sebelum datangnya) fitnah-fitnah bagaikan malam yang gelap gulita, seseorang dalam keadaan beriman di pagi hari dan menjadi kafir di sore hari, atau di sore hari dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi hari, karena dia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Muslim)

Ini semuanya menjadi cambuk bagi kita agar kita dalam mengarungi kehidupan yang fana di dunia ini, di zaman yang penuh fitnah ini, agar waspada, berhati-hati, harus betul-betul ada perasaan jangan sampai kita ini tertimpa fitnah, terutama fitnah syubhat. Sampai-sampai kata Rasul bahwa orang itu ketika menghadapi fitnah ada yang berubah status. Dari Mukmin menjadi kafir. Nggak sampai 24 jam. Paginya masih Mukmin, sore harinya sudah kafir. Sorenya masih Mukmin, paginya sudah kafir. Statusnya sudah berubah dalam waktu yang sangat singkat.

Atau lebih rendah dari itu, awalnya Ahlus Sunnah namun terakhir menjadi ahlul bid’ah dan itu luar biasa kita dapati. Bahkan yang mungkin tidak dibayangkan. Ada tokoh yang dikenal dengan tokoh Ahlus Sunnah, sekarang sudah berubah statusnya. Dulu membela sunnah, membela dakwah salafiyah, sekarang membela dakwah ahlul bid’ah. Dulu membela dakwah sunnah, sekarang mencaci-maki dakwah sunnah.

Ini adalah yang Rasul kabarkah. Orang dengan fitnah-fitnah tersebut bisa terombang-ambing dengan mudahnya. Rasul juga memberikan peringatan lagi dalam hadits yang lain. Ketika itu para Sahabat berkumpul dengan Al-Khalifatur Rasyid Umar bin Khattab Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu. Kemudia Umar bin Khattab mengatakan, “Siapa diantara kalian yang hafal hadits yang berkaitan dengan fitnah?” Para sahabat tidak ada yang menjawab kecuali Hudzaifah. Kemudian kata Umar bin Khattab, hadits apa itu? Kemudian disampaikan oleh Hudzaifah, Rasul mengatakan:

فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ َونَفْسِهِ وِوَلَدِهِ وَجَارِهِ، يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ المُنْكَرِ

“Fitnah seorang laki-laki di tengah keluarganya, hartanya, dirinya, anaknya dan tetangganya, dapat dihapuskan dengan puasa, shalat, shadaqah dan amar ma’ruf nahi mungkar”

Kata Umar bin Khattab, “Bukan itu fitnah yang aku kehendaki. Namun yang aku maksud adalah hadits yang berkaitan dengan fitnah yang fitnah itu lebih dahsyat dari yang tadi. Yang tadi adalah fitnahnya seseorang dikeluarganya. Keluarga kita adalah fitnah (ujian) bagi kita. Anak istri kita adalah ujian bagi kita.

نَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّـهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun[64]: 15)

Harta dan anak-anak adalah ujian, apakah bisa semuanya digunakan dijalan Allah ataukah tidak? Ini fitnah.

Namun kata Umar bin Khattab ada fitnah yang lebih dahsyat dari itu semuanya. Yang mana fitnah itu seperti gelombang lautan. Yang terkadang namanya gelombang bisa menyeret orang kedalam kebinasaan, menenggelamkan orang kedalam kebinasaan. Ini yang Rasul gambarkan, fitnah akhir zaman.

Maka kita wajib untuk terus waspada, terus untuk introspeksi diri, mengoreksi diri. Apakah kita terkena fitnah tersebut ataukah tidak? Ini hanya menyambung tadi apa yang disampaikan Ustadz Said tentang fitnah diakhir zaman. Ini yang Rasul sampaikan dalam beberapa hadits beliau. Dan ini yang akan menjadi cambuk bagi kita, motivasi bagi kita untuk membahas kajian Istiqomah diatas hidayah.

Menit ke-11:20

Apa Itu Arti Istiqomah?

Kalau secara bahasa Indonesia, ada yang mengatakan berpegang teguh, terus-menerus dalam ketaatan, konsisten. Memang itu yang terlintas dalam benak rata-rata diantara kita. Istiqomah berarti konsisten. Ini tidak salah 100%. Namun sebetulnya yang lebih tepat bahwa istiqomah itu seperti kalau kita membaca surat Al-Fatihah:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾

Ya Allah tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah[1]: 6)

Jadi, istiqomah itu sebetulnya lurus. Lurus diatas hidayah. Meskipun namanya lurus harus dipertahankan, harus konsisten, makanya kita tidak menyalakan 100% yang mengatakan istiqomah artinya konsisten. Namun konsisten diatas apa? Istiqomah namun diatas maksiat, orang itu konsisten tidak pernah shalat, ini keliru.

Maka kalau kita mau gabungkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa para ulama, seperti Syaikh Shalih bin Fauzan ketika menjelaskan apa arti istiqomah? Istiqomah artinya yang lurus, yang pertengahan, tidak ekstrim kanan, tidak ekstrim kiri, tidak menyimpang ke kanan, tidak menyimpan ke kiri, lurus diatas diatas Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para Salafush Shalih (Para Sahabat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam).

Jadi, kalau kita gabungkan arti istiqomah adalah konsisten diatas jalan yang yang lurus. Ini kalau kita mau menjama’kan antara dua makna tadi.

Kalau secara bahasa sebetulnya istiqomah artinya yang lurus, yang pertengahan, pertengahan di antara ekstrim kanan, ekstrim kiri. Makanya kita berdo’a kepada Allah:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾

“Ya Allah tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Bukan jalannya orang yang Engkau murkai (yaitu orang-orang Yahudi). Dan bukan jalannya orang-orang yang sesat (orang Nasrani).” (QS. Al-Fatihah[1]: 6-8)

Itulah Islam.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا

Demikianlah kami jadikan kalian umat yang pertengahan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 143)

Tidak mengikuti Yahudi, tidak mengikuti kepada Nasrani, pertengahan, lurus.

Jadi, secara istilah istiqomah adalah konsisten diatas jalan yang lurus. Jalan yang lurus yaitu Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para Sahabat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak menyimpang ke kanan, tidak menyimpang ke kiri. Dan ini yang Allah telah firmankan di dalam surat Al-An’am ayat 153:

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٥٣﴾

Inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am[6]: 153)

Ini maksud yang kita sampaikan tadi. Istiqomah itu artinya lurus.

Hal penting juga yang harus kita pahami, kadang ada diantara jamaah kita, saudara-saudara kita, kalau melihat orang ini penampilannya MaasyaAllah diatas sunnah, jenggot, tidak musbil, oh ini orangnya multazim. Sebenarnya ini kurang tepat. Kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah dalam syarah Arba’in Nawawiyah, bahwa yang tepat itu menyebut orang ini mustaqim. Karena lurus. Karena dia diatas sunnahnya Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kalau multazim ada dua makna. Kalau menurut orang sekarang, multazim itu yang melaksanakan syariat Allah. Namun diistilah para ulama, multazim adalah yang meyakini wajibnya berhukum dengan hukum Allah meskipun orang itu belum melaksanakannya.

Jadi, kalau melihat orang yang penampilannya sunnah, aqidahnya juga Ahlus Sunnah, antum sebut dia/gelari dia mustaqim. Jangan pakai kata-kata multazim. Kenapa demikian? Karena salah satu sumber terorisme, ketika orang-orang itu salah memahami ucapan para ulama diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala yang mengatakan bahwa orang itu ketika tidak multazim dengan syariat Allah, orang itu kafir. Ada kata-kata yang disalahpahami oleh kelompok teroris. Mereka menafsirkan ucapan Syaikhul Islam  barangsiapa yang tidak iltizam dengan syariat Allah, dengan hukum Allah, maka dia kafir. Maka kata kelompok teroris, pemimpin yang tidak berhukum dengan syariat Allah, kafir. Dasarnya ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Padahal Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala memaksudkan kata-kata iltizam itu maksudnya yang tidak meyakini wajibnya berhukum dengan hukum Allah, dia bisa kafir. Inilah kosakata yang kalau kita salah memahami, fatal akibatnya. Maka perlu kita luruskan. Jadi, istiqomah adalah lurus diatas syariat Allah, berpegang teguh dengan syariat Allah, itu nama orangnya mustaqim, bukan multazim.

Jalan Kebenaran Hanya Satu

Ini intinya:

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا

Inilah jalanKu yang lurus

Kata para ulama, di sini ada faedah yang sangat mulia. Yang pertama yang harus kita yakini bahwa jalan kebenaran itu hanya satu. Karena Allah mengatakan, “Inilah jalanKu yang lurus.” Cuma satu jalan Allah. Jangan pernah mengatakan/jangan pakai slogan, “Banyak jalan menuju Roma.” Roma negaranya orang kafir. Ini tidak benar. Jangan mengatakan banyak jalan menuju surga, banyak jalan menuju ke Allah Subhanahu wa Ta’ala atau ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah mengatakan jalannya Allah cuma satu sedangkan jalan yang sesat, jalan yang keliru banyak. Dan ini pula yang ditafsirkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ada sebuah riwayat yang shahih dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu. Abdullah bin Mas’ud pernah mengatakan:

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ قَالَ يَزِيدُ مُتَفَرِّقَةٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda,”Ini adalah jalan Allah,” kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda,”Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,” kemudian beliau membaca:

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٥٣﴾

Inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am[6]: 153)

Ini yang harus kita pahami. Bahwasannya kita dalam beragama harus punya prinsip. Yaitu jalan kebenaran cuma satu. Jalan menuju surga cuma satu. Jalannya Rasul dan para Sahabat. Sebagaimana dalam hadits tentang perpecahan umat, Rasul mengatakan:

وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً ، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً ، قَالُوا : وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, seluruhnya akan masuk neraka, kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya: Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yang berpegang teguh dengan ajaran yang aku dan para sahabatku jalankan sekarang ini.” (HR. Tirmidzi)

Ini yang selamat. Selamat dari syubhat di dunia dan selamat dari api neraka di akhirat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai kelompok yang selamat tersebut. Ini yang harus kita pahami. Jalan kebenaran hanya satu. Jangan mengatakan seperti tadi, “Banyak jalan menuju Roma, semua aliran itu benar, semua kelompok itu benar.” Na’udzubillah min Dzalik kalau ada orang mengatakan semua kelompok benar, coba antum tes. Kelompok teroris benar atau tidak? Jika dia menjawab kelompok teroris salah, berarti kontradiksi antar ucapannya. Ini harus kita tanamkan dalam diri kita bahwa jalan kebenaran hanya satu.

Kalau kita mau Islam yang benar, Islamnya Rasul, Islam ala para Sahabat Rasul. Ini yang Rasul sabdakan tadi.

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Yang aku dan para sahabatku jalankan sekarang ini”

Maka dalam seluruh aktivitas agama kita. Baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, dakwah, harus selalu mengikuti apa yang Rasul ajarkan, yang diajarkan oleh para Sahabat Rasul.

Ini makna istiqomah. Yaitu lurus. Menapaki satu jalannya Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tadi. Tidak ke kanan, tidak ke kiri, tidak mengikuti kelompok-kelompok yang sesat. Ini sekali lagi kita tekankan makna istiqomah adalah konsisten di atas jalan yang lurus. Yaitu jalannya Rasul dan para Sahabat Rasul.

Menit ke-28:03

Selanjutnya adalah pembahasan kiat-kiat meraih istiqomah diatas hidayah.

Download mp3 Arti Istiqomah Dalam Islam

Link download: Arti Istiqomah dan Cara Istiqomah Diatas Hidayah

Catatan Artikel Ceramah Tentang Arti Istiqomah Dalam Islam

Ditulis dari mp3 rekaman kajian ilmiah tentang Istiqomah Diatas Hidayah, rekaman pada Ahad, 14 Dzulhijjah 1439 / 26 Agustus 2018.

Komentar

WORDPRESS: 1
  • comment-avatar

    […] ada daya dan kekuatan, kita nggak akan bisa shalat, kita nggak akan bisa istiqomah sampai hari terakhir, kita nggak akan bisa mudah membaca Al-Qur’an, kita nggak punya […]

  • DISQUS: