Buku Adab dan Akhlak Penuntut Ilmu – Syarah Hilyah Thalibil Ilmi

Buku Adab dan Akhlak Penuntut Ilmu – Syarah Hilyah Thalibil Ilmi

Resensi buku kali ini adalah tentang Buku Adab dan Akhlak Penuntut Ilmu yang berjudul Syarah Hilyah Thalibil Ilmi.

Judul Buku: Syarah Hilyah Thalibil Ilmi
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Penerbit: Griya Ilmu Jakarta
Ukuran: 15x24cm Tebal 394 Halaman Hardcover
Harga: 100.000 rupiah
Pemesanan: silahkan hubungi kontak admin.

Ikhwatal iman,
Seorang muslim yang baik seyogyanya tidak hanya mencukupkan diri sekedar mengucapkan pengakuan atau menyatakan keislamannya tanpa berupaya mencari tahu tentang perkara syariat Islam, mengilmuinya serta mengamalkannya. Dan menuntut ilmu adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh.

Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Begitu banyak dalil nash yang menunjukkan perintah untuk belajar dan menuntut ilmu. Keutamaan yang sangat agung bagi mereka yang berjalan, mengambil rasa lelahnya dalam perjalanan mencari ilmu.

Oleh karenanya menuntut ilmu diberikan ganjaran dan janji pahala yang sangat besar di sisi Allah Ta’ala. Orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.

Pujian terhadap ilmu sangatlah tinggi. Kemudian Allah tinggikan kedudukan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beberapa derajat. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Mujadilah:11.

Sementara dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur’an beberapa kaum dan Allah merendahkan beberapa kaum dengannya.”

Orang-orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya, maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di dunia dan akan dinaikkan derajatnya kelak di akhirat.

Diantara hal yang dapat menjadikan sesorang memiliki keutamaan selain memiliki ilmu, yakni memiliki adab. Bahkan adab menjadi sesuatu yang lebih diutamakan ketika akan mengambil ilmu ataupun memberikan ilmu. Oleh karenanya para ulama senantiasa pula menjelaskan pentingnya belajar adab, kedudukan adab dalam menuntut ilmu ataupun mengajarkannya. Karena dengan adab pula seseorang yang berilmu menjadi lebih utama dan dipenuhi dengan keutamaan-keutamaan.

Pentingnya mempelajari adab membuat para ulama secara mendalam belajar dan mengajarkan kepada umat, menuliskannya dalam berbagai karya ilmiyah mereka, terus-menerus mewariskannya hingga sekarang.
Satu di antara buku yang mengupas tentang adab, adalah Hilyah Thalibil ‘Ilmi karya Syaikh Dr. Bakr bin Abdullah Abu Zaid yang kemudian kitab tersebut banyak diberikan syarahnya atau penjelasannya.

Dan buku yang sedang kita resensi ini, satu di antara buku Syarah Hilyah Thalabil ilmi yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin .dan terbit dalam edisi terjemah Akhlak Penuntut Ilmu.

Buku syarah Hilyah Thalibil Ilmi ini, memaparkan bagaimana seorang penuntut ilmu, dituntut untuk lebih memperhatikan adab-adabnya. Sehingga dapat mengantarkannya pada kemuliaan ilmu dan keberkahan pada ilmu yang dipelajarinya atau yang diajarkannya.

Perhiasan seorang penuntut ilmu adalah terletak pada adab-adabnya. Ini sangat pemting. Betapa banyak yang berilmu namun terkadang menempatkan adab tidak sejajar dengan ilmu yang dipelajarinya. Bahkan bisa jadi ditempatkan dibelakang dan lepaslah perhiasan seorang penuntut ilmu dari dirinya.

Ikhwatal iman..
Kesungguhan didalam menuntut ilmu merupakan modal pokok yang harus selalu dijaga dan dipelihara. Sehingga dengan kesungguhan itu akan mengikis rasa berat dalam melangkah, memungkinkan seseorang menjadi lebih ringan ketika menghadapi rintangan dikala berjalan menuntut ilmu.

Ketahuilah bahwa Ilmu adalah ibadah dan inilah prinsip dasar yang ditegaskan dalam buku Al-Hilyah ini. Bahkan prinsip dasar semua perkara. Sebagai sesuatu yang sangat utama dan mulia, ilmu juga dipuji sebagai salah satu bagian dari Jihad Fii Sabilillah. Seperti yang disebutkan dalam firmanNya, Quran Surat At-Taubah:122 yang artinya:

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang),, Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka, beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS. At-Taubah:122)

Setelah memantapkan hati dalam kesungguhan berjalan menimba ilmu, hal yang sangat prinsip dan tidak boleh diabaikan adalah keikhlasan yang kuat dan mendalam. Ikhlas hanya mengharap wajah Allah ‘Azza wa Jalla yang dengannya amal-amal diterima. Dan ikhlas tidak sebatas pengungkapan rasa tulus dan bukan pula diucapkan oleh lisan tatkala melakukan sebuah amalan. Namun ia adalah amalan hati yang dengannya besar kecil amalan ditimbang. karena boleh jadi satu amalan yang nampak kecil mendapat ganjaran yang besar. Atau sebaliknya, amalan yang nampaknya besar namun kecil di sisi Allah. Atau bahkan bisa jadi tak ada artinya dan sia-sia belaka. Ini disebabkan oleh keikhlasan. Hal ini dapat pula dilihat bagaimana Allah Taala telah menegaskannya dalam firmanNya Quran Surat Al-Bayyinah sebagai inti perintah dalam beragama, yakni mengikhlaskan diri dalam beribadah kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Firman Allah Taala:

Padahal mereka tidak diperintah kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya.” (QS. Al-Bayyinah:5)

Ikhwatal iman,
Ketika seseorang menjejakkan kaki untuk berjalan mencari ilmu, perkara pertama yang harus dijaga adalah meluruskan niat, juga mengikhlaskan niatnya bahwa Allah Taala dan keridhaanNya lah yang jadi tujuan semua itu.

Penjelasan seputar kesungguhan, keikhlasan dalam ilmu dan ibadah, juga hal-hal penting yang mendukung tertibnya seorang penuntut ilmu, dijelaskan dalam buku ini pada bab pertama yang disajikan dalam judul Bab: Adab Pelajar Terhadap Dirinya, yang terdiri dari 15 pasal , pemaparan pasal-pasal tersebut menekankan pada penerapan adab seorang pelajar, adab yang harus dimiliki oleh seorang pelajar yang dengan adab tersebut seorang pelajar/ penuntut ilmu mampu berhias dirinya dengan sifat-sifat mulia.

Ikhwatala iman,
Pemaparan pada bab pertama merupakan peringatan keras bagi para pelajar/penuntut ilmu. Berapa banyak orang-orang yang sudah merasa mapan dengan ilmunya, berlaku sombong dengan ilmunya, berilmu tidak mendatangkan rasa khasyyah, tidak qanaah dan zuhud serta jauh dari sikap dan perilaku yang terpuji lainnya. Inilah yang ingin ditekankan pada bab pertama ini. Sehingga seorang pelajar/penuntut akan mampu bersolek dengan perhiasan ilmu.

Setelah memperhatikan hal adab pelajar terhadap diri pribadi, langkah dan metode belajar juga penting untuk diketahui. Hal ini agar setiap penuntut ilmu mengerti kedudukan pemahaman terhadap ilmu yang dipelajarinya.

Seorang pelajar/penunut ilmu yang baik akan belajar sesuai dengan tahapan-tahapan atau tadarruj, tidak melangkah ke tahap berikutnya sampai ia memahaminya dari hal yang paling mendasar.

Di bab kedua dijelaskan bagaimana metode yang benar didalam mengambil ilmu, meskipun bab yang dipaparkan hanya terangkum dalam 2 pasal saja. Akan tetapi paparannya sangat luas dan panjang.  Bisa dicermati oleh pembaca dari halaman 83 hingga halaman 116.

Sebagai perhiasan dari seorang penuntut ilmu, adab mempunyai cakupan luas. Tidak hanya adab terhadap diri pribadi, hal yang juga sangat ditekankan adalah adab seorang murid terhadap guru. Memposisikan guru sebagai sumber ilmu yang utama. Oleh karenanya menjaga sumber ilmu menjadi satu kewajiban, sehingga ilmu yang diambil dari sumbernya itu menjadi sesuatu yang bermanfaat. Juga menerapkan adab-adab yang baik ketika sedang bermajelis dengan guru.

Disebutkan penulis dalam penjelasan buku ini, ketika ditanyakan bagaimanakah seorang pelajar yang bertemu dengan gurunya namun tidak mengucapkan salam,  beliau menjawab bahwa itu bukan adab seorang pelajar, bukan adabnya penuntut ilmu, dan itu merupakan adab yang buruk yang harus ditinggalkan. Oleh karenanya hendaklah ia mengucapkan salam kepada gurunya. Dan itu sesuatu yang utama.

Selain mengucap salam, seorang penuntut ilmu ketika mengajukan pertanyan kepada gurunya di dalam suatu majelis, hendaklah ia memulai dengan perkataan yang sopan santun. Bisa juga diawali dengan doa, seperti احسن الله اليك (Ahsanallahu ilaika) yang artinya “Semoga Allah memberimu kebaikan” atau yang semisal dengan itu.

Ikhwatal iman,
Sungguh syariat agama tidak hanya berkutat mengatur pada hal-hal ibadah semata. Sariat Islam juga sangat memperhatikan hubungan timbal balik, pergaulan sesama manusia. Dalam hal ini seorang pelajar/penuntut ilmu hendaklah menjaga dan memilih teman yang baik. Sehingga menjadi pendorong di dalam kebaikan-kebaikan,dan berhati-hati terhadap teman yang buruk.

Disebutkan oleh Penulis bahwa sebagaimana sifat karakter itu menurun, begitu pula halnya dengan adab yang buruk juga akan menurun. Oleh karenanya berteman atau bergaul hendaklah memilih teman-teman yang dapat membantu mewujudkan tujuan mulia setiap penuntut ilmu. Inilah yang diangkat dalam bahasan bab ke 4.

Seorang penuntut ilmu hendaklah senantiasa memiliki sikap kepekaan terhadap suatu perkara dengan pandangan ilmiyah, tidak menyandarkan pendapatnya diatas kejahilan.

Semangat yang tinggi terhadap ilmu, sebagai salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan seorang penuntut ilmu. Juga sebagai usaha pendorong di dalam meraih tujuannya. Dari semangat yang tinggi terhadap ilmu akan terlahirkan satu sikap optimis. Kemudian mengikat ilmu dengan tulisan, sehingga nilai ilmiyahnya akan lebih kuat. Ada sekitar 20 pasal yang disajikan dalam bab ke-5 ini yang mengungkapkan berbagai hal yang berkenaan dengan sikap/adab seorang pelajar penuntut ilmu terhadap kehidupan ilmiyahnya.

Di akhir-akhir bab, penulis ingin memberikan nasihat dan peringatan bagi setiap penuntut ilmu, ada beberapa nasihat yang terkumpul di bab ke-6, menghiasi diri dengan amal yang dipaparkan secara luas dalam 10 pasal. Diantara paparan tersebut yang cukup menarik adalah yang berkenaan dengan kehormatan ulama. Dan sebuah peringatan yang keras terutama para peniuntut ilmu agar mewaspadai bahaya-bahaya dalam menuntut ilmu, menjauhkan diri dari berangan-angan kosong, ingin segera tampil sebelum matang dan berusaha berlaku adil menjaga sikap terhadap kekeliruan orang yang lebih berilmu dari kita.

Walhamdulillah..
Bab penutup ini dikupas pasal-perpasal oleh pensyarah sehingga menjadi lebih terang dan jelas. Dimana pembaca dapat menyimak dan menyimpulkan sendiri karena semua yang dituangkan penulis telah disyarah/dijelaskan sehingga lebih memudahkan pembacanya di dalam memahami isi kandungan buku ini. Wallahu ta’ala a’lam.

Demikian ringkasan resensi buku dari buku yang berjudul: Syarah Hilyah Thalibil Ilmi.

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: