Berikut pembahasan tentang cara shalat witir 1 Rakaat, 3, 5, 7 dan 9 Rakaat.
Kajian sebelumnya: Keutamaan shalat witir beserta dalilnya
Navigasi Catatan:
Cara Shalat Witir 1 rakaat
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Diperbolehkan shalat witir semalam suntuk hanya satu rakaat tanpa tahajud. Utsman bin Affan pernah shalat semalam suntuk satu rakaat dan khatam Al-Qur’an.
Cara Shalat Witir 3 rakaat
Untuk shalat witir tiga rakaat ini ada dua sifat (cara): Cara pertama, 3 rakaat dengan cara 2 rakaat salam kemudian 1 rakaat salam. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh jumhur. Dasarnya hadits riwayat Bukhari dan Malik dari Ibnu ‘Umar:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يُسَلِّمُ بَيْنَ الرَّكْعَةِ وَالرَّكْعَتَيْنِ فِى الْوِتْرِ ، حَتَّى يَأْمُرَ بِبَعْضِ حَاجَتِهِ
“Ibnu ‘Umar biasa mengucapkan salam ketika satu rakaat dan dua rakaat saat witir sampai ia memerintah untuk sebagian hajatnya.” (HR. Bukhari dan Malik)
Dan dalam satu riwayat yang marfu’ dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Thahawi, Ibnu Hibban dan hadits ini shahih dengan jalan-jalannya, disebutkan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْصِلُ بَيْنَ الْوَتْرِ وَالشَّفْعِ بِتَسْلِيمَةٍ وَيُسْمِعُنَاهَا
“Dahulu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salllam menjeda antara yang ganjil dan genap dengan salam, dan beliau perdengarkan kepada kami.” (HR. Ahmad, Thahawi, Ibnu Hibban)
Berarti 3 rakaat ini genap dan ganjil. Dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memisah atau menjeda antara genap dan ganjil dengan salam.
Dan juga dari hadits ‘Aisyah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca di 2 rakaat witir yang pertama (sabbihismarabbikal a’la), dan (qul yaa ayyuhal kafirun) pada rakaat yang kedua, dan beliau membaca di witir yang satu lagi (qul huwallahu ahad, al-falaq dan An-Naas).”(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah)
Lihat, ‘Aisyah mengatakan “didua rakaat pertama” kemudian “rakaat terakhir”. Berarti disini Nabi memisahkan.
Cara kedua, 3 rakaat dengan sekali salam diakhirnya. Dasarnya hadits ‘Aisyah ketika mensifati witir Nabi yang 3 rakaat, ‘Aisyah berkata:
كان يوتر بثلاث لا يقعد إلا في آخرهن
” Adalah Rasulullah witir 3 rakaat, tidak duduk kecuali diakhirnya” (HR. An-Nasa’i)
Maka dua cara di atas sama-sama diperbolehkan. Yang menjadi perselisihan adalah mana yang lebih utama antara dua cara di atas?
Jumhur ulama mengatakan yang lebih utama adalah cara yang pertama di atas, yaitu 2 rakaat kemudian 1 rakaat. Karena adanya hadits yang melarang menyerupakan shalat witir dengan shalat magrib. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تُوتِرُوا بِثَلَاثٍ تُشْبِهُوا بِصَلَاةِ الْمَغْرِبِ
“Jangan kalian lakukan shalat witir tiga (rakaat) dengan menyerupai shalat Maghrib.”
Dan 2 rakaat ditambah 1 salam (cara pertama) itu lebih jauh dari menyerupai maghrib dibandingkan dengan 3 rakaat langsung dan salam diakhirinya. Wallahu A’lam
Apa yang disunnahkan dibaca dishalat witir 3 rakaat?
Rakaat yang pertama membaca sabbihismarabbikal a’la, rakaat yang kedua membaca qul yaa ayyuhal kafirun, rakaat yang ketiga membaca qul huwallahu ahad. Tapi pada riwayat yang lain, Nabi membaca (qul huwallahu ahad, al-falaq dan An-Naas). Ini dua-duanya boleh.
Cara Shalat Witir 5 rakaat
Maka untuk 5 rakaat, salam dan tahiyatnya hanya satu yaitu diakhir saja. Dalilnya hadits ‘Aisyah, dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dan An-Nasa’i. ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلى من الليل ثلاث عشرة ركعة يوتر من ذلك بخمس لا يجلس في شيء إلا في آخرها.
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat malam tiga belas rakaat, beliau melakukan shalat witir sebanyak lima rakaat dan tidak duduk kecuali diakhirnya.”
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim ‘Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah shalat lebih dari 11 rakaat baik di Ramadhan maupun diluar bulan Ramadhan. Namun dalam riwayat Abu Dawud di atas, ‘Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah shalat 13 rakaat.
Kita katakan ada dua jawaban. Jawaban pertama, yang dimaksud 11 rakaat itu kebanyakan shalat Nabi begitu atau jawaban yang kedua bahwa dua rakaat pertama itu disebut dengan shalat pembuka. Disebutkan dan satu riwayat bahwa Nabi biasanya membuka shalat tahajud dengan dua rakaat yang ringan baru kemudian beliau memulai shalat tahajudnya.
Cara Shalat Witir 7 atau 9 rakaat
Adapun 7 rakaat, caranya dengan 2 tahiyat. Tahiyat awal di rakaat ke-6 dan tidak salam, langsung bangkit lalu tahiyat kedua di rakaat yang ke-7 dan baru salam. Kalau 9 rakaat witir juga sama dengan 7 tadi. Yaitu dengan 2 tahiyat. Tahiyat awal dirakaat ke-8 dan tidak salam, langsung bangkit kemudian tahiyat akhir dirakaat yang ke-9 baru salam.
Dalilnya hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha ketika mensifati shalat witir Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ
“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdo’a (maksudnya tahiyat) dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdo’a terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)
Jadi untuk orang yang witir 9 rakaat, disunnahkan setelahnya shalat 2 rakaat. Kalau shalat witir 7 rakaat, juga disunnahkan untuk shalat dua rakaat setelahnya. Untuk dalil yang tujuh rakaat, ini juga berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:
فَلَمَّا سَنَّ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَهُ اللَّحْمُ أَوْتَرَ بِسَبْعٍ وَصَنَعَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ مِثْلَ صَنِيعِهِ الْأَوَّلِ فَتِلْكَ تِسْعٌ يَا بُنَيَّ
“Ketika Nabiyullah berusia lanjut dan beliau telah merasa kegemukan, beliau berwitir dengan tujuh rakaat, dan beliau lakukan dalam dua rakaatnya sebagaimana yang beliau lakukan pada yang pertama, maka itu berarti sembilan wahai anakku” (HR. Muslim 1233)
Berarti beliau duduk di rakaat keenam, kemudian bangkit, kemudian tahiyat di rakaat yang ke tujuh. Lalu beliau shalat rakaat.
Pembahasan Qunut Witir
Qunut witir dianjurkan. Namun apakah terus-menerus? Tidak, yang lebih baik terkadang. Dasarnya hadits Al-Hasan bin Ali. Al-Hasan bin Ali berkata:
عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
“Al Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma berkata, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat witir, yaitu ALLAHUMMAHDINI FIIMAN HADAIT, WA’AAFINI FIIMAN ‘AFAIT, WATAWALLANII FIIMAN TAWALLAIT, WABAARIK LII FIIMA A’THAIT, WAQINII SYARRAMA QADLAIT, FAINNAKA TAQDLI WALAA YUQDLA ‘ALAIK, WAINNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, TABAARAKTA RABBANA WATA’AALAIT.” (HR. Tirmidzi)
Ingat, ini adalah untuk qunut witir, bukan qunut subuh. Dan dari Ubay bin Ka’ab dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan qunut witir sebelum ruku’. Itu diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah.
Qunut witir bolehkah setelah ruku’?
Makanya sebetulnya boleh dua-duanya. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari jilid 2 halaman 569 bahwa yang berasal dari Anas bin Malik, qunut nazilah itu setelah ruku’, adapun selain qunut nazilah, maka itu dilakukan sebelum ruku’. Maka dari itu dalam riwayat Ubay bin Ka’ab, qunut witir Nabi dilakukan sebelum ruku’. Dan ini yang lebih utama.
Ada pula satu riwayat yang menyebutkan bahwa di bulan Ramadhan para Sahabat memulai qunut witir itu dari 15 terakhir. Namun yang rajih boleh dari awal. Tapi kalau kita mengikuti riwayat yang menyebutkan bahwa dimulai dari 15 terakhir, itu perbuatan para Sahabat.
“Dari Abdurrahman Bin Al-Aswad dari ayahnya ia berkata adalah Abdullah bin Mas’ud tidak qunut dishalat manapun juga kecuali diwitir yaitu sebelum ruku'”
Bagaimana Cara Qunut Witir
Pertama, disunnahkan mengucapkan do’a-do’a dalam qunut witir, terutama yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang disebutkan dalam hadits tadi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
Juga disebutkan dalam satu riwayat Abu Dawud, Nabi mengucapkan do’a yang lain:
اللهمَّ إياكَ نعبدُ ، ولك نُصلِّي ونسجدُ ، وإليك نسعى ونحفدُ ، نخشى عذابكَ الجِدَّ ، ونرجو رحمتكَ ، إنَّ عذابكَ بالكفارِ مُلْحِقٌ
“Yaa Allah hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami shalat dan sujud, hanya kepadaMu kami memohon dan meminta pertolongan, kami takut akan adzabMu yang pedih, dan kami mengharapkan rahmatMu, sungguh adzabMu kepada orang-orang kafir itu pasti”
Kedua, boleh juga ditambah do’a dari kita sendiri, tapi ingat jangan panjang-panjang sampai 1 jam. Para ulama di Mekah mengingkari itu. Syaikh bin Baz mengingkari, Syaikh Utsaimin mengingkari dan banyak lagi ulama yang juga mengingkari.
Ketiga, tidak boleh dinyanyikan seperti baca Al-Qur’an. Hal ini tidak ada dalilnya dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak pula para Sahabat, tidak pula para Tabi’in, tidak pula para Tabiut Tabi’in. Bahkan kata Ibnul Humam, “Aku tidak berpendapat untuk dinyanyikan dalam do’a seperti yang dilakukan oleh para qori dizaman ini.”
Keempat, disunnahkan mengangkat kedua tangan ketika qunut witir. Ini berdasarkan hadits Anas mengenai tentang qunut Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam qunut nazilah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangannya.
Kelima, tidak disyariatkan mengusap wajah atau mengusap dua dada setelah qunut. Karena tidak ada dalil yang menunjukkan itu. Kata Imam Al-Baihaqi, “Adapun mengusap dua tangan ke wajah setelah selesai berdo’a, maka tidak ada satupun Salaf yang melakukan itu.” Dan hadits tentang itu juga tidak shahih.
Do’a Setelah Selesai Shalat Witir
Setelah selesai shalat witir, disyariatkan membaca dzikir dan do’a. Dzikir setelah shalat witir disebutkan dalam hadits Ubay bin Ka’ab:
فَإِذَا سَلَّمَ قَالَ :« سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan salam, beliau mengucapkan, ‘Subhaanal malikil qudduus’ sebanyak tiga kali.”
Dan dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi mengucapkan do’a ini diakhir witir:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“” (HR. Abu Dawud)
Kalau kita tidak sempat shalat witir dimalam hari, maka disunahkan diqadha diwaktu dhuha. Hal ini berdasarkan riwayat Tirmidzi, dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ نَامَ عَنْ الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَااصبح ذَكَرَ وَإِذَا اسْتَيْقَظَ
“Siapa yang tertidur dari shalat witir atau lupa hendaklah ia lakukan ketika telah pagi atau lakukan disaat dia ingat.” (HR. Tirmidzi)
Misalnya kita lupa shalat witir, baru ingat jam 09.00 pagi, maka langsung shalat witir. Bagaimana caranya? Yaitu dengan cara mengqadha shalat witir diwaktu siang dengan genap. Berdasarkan satu riwayat ‘Aisyah, “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah tertidur diwaktu malam, tidak shalat tahajud gara-gara sakit. Maka diwaktu siangnya beliau shalat 12 rakaat.” Jadi beliau mengqadha dengan jumlah 12 rakaat.
Kalau kita biasa witir 5 rakaat setiap malam, maka kalau kita ingin mengqadha diwaktu siang, qadhalah denga 6 rakaat. Dan yang paling bagus adalah mengadha segera sebelum dzuhur masuk. Karena disebutkan dalam hadits Umar bin Khattab berakata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ ، أَوْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ ، فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْفَجْرِ ، وَصَلَاةِ الظُّهْرِ ، كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ
“Siapa yang tertidur dari kebiasaan shalatnya tersebut, lalu ia membacanya antara shalat fajar dan shalat dzuhur, maka seakan-akan ia membacanya diwaktu malam.” (HR. Muslim)
Imam Ahmad pernah ditanya tentang orang yang suka meninggalkan shalat witir. Apa kata Imam Ahmad?
مَنْ دَاوَمَ عَلَى تَرْكِ الوِتْرِ فَهُوَ رَجُلٌ سُوْءٌ يَنْبَغِي أَنْ لاَ تُقْبَلَ شَهَادَتُهُ
“Siapa yang rutin meninggalkan shalat witir, maka ia dicap orang yang jelek, juga persaksiannya tak pantas diterima.” (Lihat Syarh Umdatil Ahkam karya Syaikh As Sa’di, hal. 220).
Itu menunjukkan bahwa orang yang suka meninggalkan shalat witir itu buruk. Makanya kita berusaha jangan sampai lupa dari shalat witir. Terutama para penghafal Al-Qur’an. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat menekankan sekali:
يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ أَوْتِرُوْا فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Wahai Ahlul Qur’an, shalat Witirlah kalian karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla itu witir (Maha Esa) dan mencintai orang-orang yang melakukan shalat Witir.” (HR. An-Nasa’i)
Maka para penghafal Al-Qur’an terutama, jangan tinggalkan shalat witir. Sangat tidak bagus! Karena Nabi sangat menekankan terutama khusus untuk para ahlul Qur’an.
Ditulis dari mp3 rekaman kajian ilmiah tentang Sifat Shalat Sunnah Nabi (menit 1:09:30-1:38:52) pada Ahad, 29 Jumadal Awwal 1440 H / 05 februari 2019 M di Masjid Al-Barkah, Kompleks Rodja, Cileungsi.
Komentar
Bismillah, Terima kasih atas ilmunya, ana mohon ijin buat copas, juziitum khoiron