Khutbah Jumat: Persiapan Menuju Bulan Dzulhijjah

Khutbah Jumat: Persiapan Menuju Bulan Dzulhijjah

Khutbah Jumat tentang “Persiapan Menuju Bulan Dzulhijjah” ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah Hafizhahullahu Ta’ala.

Khutbah Jumat: Persiapan Menuju Bulan Dzulhijjah

Khutbah Pertama

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Saya wasiatkan kepada diri saya sendiri dan semua yang hadir di tempat ini untuk senantiasa bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Yang berhasil, sukses, beruntung, dan bahagia hanya orang-orang yang bertakwa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Ini panggilan untuk yang sudah memiliki iman di dalam dadanya. Agar bagaimana iman itu berbuah kelakuan dan amal yang baik. Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya takwa. Bukan hanya ucapan di lisan, tulisan di status, atau angan-angan di dalam mimpi.

Takwa yang sebenarnya adalah yang mensyukuri nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan, tidak selalu mengeluh bahkan kufur terhadap nikmat. Mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala kondisi. Baik di rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala, di jalanan, bahkan di atas tempat tidur pun mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya.  Jangan kalian mati kecuali dalam kondisi Islam.

Ahibbati fillah,

Hari ini, tanggal 24 Dzulqa’dah. Dan beberapa hari kemudian kita akan meninggalkan bulan Dzulqa’dah untuk masuk ke dalam bulan Dzulhijjah. Ada apa dengan bulan Dzulhijjah?

Ahibbati fillah,

Kita melihat bagaimana manusia menyambut dengan gegap gempita, melampiaskan segala kegembiraan dan isi hati mereka tatkala ada pekan olah raga, lomba, dan hiburan. Tapi 10 hari awal bulan Dzulhijjah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengannya,

وَالْفَجْرِ . وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh,” (QS. Al-Fajr[89]: 2)

Sebab sepertinya kita tidak melihat adanya persiapan untuk menyambutnya. Bulan Ramadhan, maa syaa Allah, kita melihat di mana-mana ada kajian dalam rangka tarhib Ramadhan. Bahkan televisi serta semua media dan iklan menampakkan informasi bahwa kita akan memasuki bulan Ramadhan. Walaupun sebagian dari mereka memanfaatkan Ramadhan hanya untuk bisnis dan dagangan mereka. Tapi mereka mengiklankan dengan adanya Ramadhan.

Adapun untuk 10 hari awal bulan Dzulhijjah, seakan-akan tidak ada apa-apa. Kecuali berangkatnya jama’ah haji. Atau seperti tadi diumumkan akan adanya penyembelihan hewan qurban.

Padahal di dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” 

Dari 365 hari, ternyata 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini sangat istimewa. Kita perlu mengenalkannya kepada masyarakat. Menyampaikan hadits ini, memasangnya di jalanan, agar masyarakat tahu.

Seperti yang kita tahu, mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim. Kita sampaikan bahwa ada hari-hari yang sangat mulia bahkan tidak tertandingi dengan beramal shalih di hari lainnya.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kabar demikian, para sahabat mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ »

“Tidak pula jihad di jalan Allah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Bukhari)

Mengapa para sahabat membandingkan dengan jihad? Karena tatkala ada seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ : لَا تَسْتَطِيْعُوْنَهُ. قَالَ : فَأَعَادُوْا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا . كُلُّ ذَلِكَ يَقُوْلُ : لَا تَسْتَطِيْعُوْنَهُ. وَقَالَ فِيْ الثَّالِثَةِ : مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللهِ  لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى

“Amalan apa yang setara dengan jihad fî sabîlillâh? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Para shahabat mengulangi pertanyaan tersebut dua atau tiga kali, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menjawab, “Kalian tidak bisa.” Kemudian pada kali yang ketiga, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allâh itu seperti orang yang berpuasa, shalat, dan khusyu’ dengan (membaca) ayat-ayat Allâh. Dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya sampai orang yang berjihad di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala itu kembali.” (HR. Muslim)[1]

Maka para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang fadhilah (keutamaan) 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, apakah berjihad di jalan Allah tidak dapat menandingi beramal shalih di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah?

وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ »

“Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun (gugur).” (HR. Bukhari)

Ahibbati fillah,

Yang kemarin sibuk mencari Lailatul Qadr, maka seharusnya engkau juga sibuk mencari fadhilah pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Di situ ada hari Arafah, sebagaimana kita tahu puasa Arafah menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Allahu Akbar. Kebanyakan amalan-amalan itu hanya menghapuskan dosa setahun yang lalu. Tapi di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ada harapan dihapuskannya dosa pada tahun selanjutnya.

Kemudian di situ ada wukuf jama’ah haji di Arafah. Bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala membanggakan para hamba-Nya di hadapan para malaikat. Karena sejatinya para malaikat itu tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menciptakan manusia, mereka sempat mempertanyakan tentang makhluk yang hendak Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.” (QS. Al-Baqarah[2]: 30)

Maka di hari Arafah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berbangga-bangga dengan hamba-Nya dan menunjukkan kepada para malaikat.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

فَإِذَا وَقَفَ بِعَرَفَةَ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ: انْظُرُوا إِلَى عِبَادِي شُعثاً غُبراً اشْهَدُوا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ ذُنُوبَهُمْ وَإِنْ كَانَ عَدَدَ قَطْرِ السَّمَاءِ وَرَمْلِ عالجٍ

“Jika ia wuquf di Arofah maka Allah turun ke langit dunia lalu Allah berkata, ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku datang memenuhi panggilan-Ku dalam kondisi rambut semrawut dan penuh dengan debu, maka saksikanlah (wahai para malaikat) sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka meskipun sebanyak butiran-butiran air hujan, meskipun sebanyak butiran-butiran pasir yang menjulang” (HR. Ibnu Khuzaimah)[2]

Apa persiapan kita untuk menghadapi 10 hari pertama bulan Dzulhijjah? Yang berangkat haji, alhamdulillah. Tapi kita yang di sini, yang tidak merasakan padang Arafah, tarwiyah di Mina, tawaf di rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kita tahu fadhilah dari haji yang mabrur (kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam);

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

“Haji yang mabrur tiada balasan baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)[3]

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang orang yang hajinya mabrur;

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521)[4]

1. Bertaubat

Maka kita harus mempersiapkan diri untuk bersaing dengan para jama’ah haji. Yang pertama, kita perlu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ramadhan membersihkan dosa kita. Tapi setelah Ramadhan, kita mulai banyak lupa. Bahkan dosa-dosa mulai kita kerjakan kembali dan kita anggap biasa.

Perbaiki dan perbaharui taubatmu kepada Allah ‘Azza wa Jalla. تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جميعا  (Bertaubatlah kalian semua kepada Allah). Taubat itu yang dapat membersihkan hati kita. Mengapa dimulai dengan taubat? Orang-orang yang tidak bisa shalat malam, yang masih telat datang shalat Jum’at, yang sulit untuk shalat sunnah, boleh jadi hal tersebut disebabkan dosa-dosa yang dia lakukan.

Maka terkadang kita tidak bisa membaca Al-Qur’an. Mengapa ana tidak khatam Al-Qur’an, sedangkan si fulan bisa khatam? Mengapa ana tidak bisa shalat malam sedangkan si fulan bisa shalat malam? Ana bisa naik sepeda 10, 20, atau 50 km. Tapi mengapa ana tidak bisa shalat malam yang hanya 11 raka’at? Ya, itu karena dosa.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ

Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.” (HR. At Tirmidzi)[5]

Di sini tatkala dia beristighfar dan bertaubat, dibersihkan hatinya. Tapi sebagian kita bukan bertaubat dan beristighfar. Besoknya dia menambah dan terus menambah dosa lagi. Kita belum lama meninggalkan Ramadhan, jama’ah. Coba kita bermuhasabah, berapa banyak dosa yang kita kerjakan setelah Ramadhan.

Maka untuk menghadapi 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, agar kita mampu berlomba-lomba di dalamnya, beristighfar dan bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

2. Tinggalkan Maksiat

Yang kedua, tinggalkan kemaksiatan. Bertaubat dari yang lalu, mempersiapkan diri untuk menjauhi perbuatan dosa. Berbuat dosa di bulan-bulan haram itu berbeda dengan berbuat dosa di bulan yang lain.

Maka hendaklah kita menjauhi tempat-tempat dan waktu-waktu yang membuat kita berbuat dosa lagi di sana.

3. Niat

Yang ketiga adalah niat yang kuat kalau kita benar-benar mau berlomba-lomba di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Orang yang berniat mau membeli mobil, maka dia akan menabung. Kalau ada orang yang berniat membeli tanah, dia akan datang dan menanyakan harga tanahnya. Dia mungkin akan saling menawar untuk mendapatkan harga terbaik, karena dia niat mau membeli.

Kalau Antum niat, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mudahkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfrman,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-‘Ankabut[29]: 69)

Maka pasanglah niat. Persiapkan perencanaan yang matang. Kita mau berbuat apa saja di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Setelah kita mengucapkan selamat tinggal kepada dosa-dosa kita, shalat sunnahnya ditambah, shalat malamnya yang kemarin di bulan Ramadhan kita kerjakan 11 atau 23 raka’at, kita hidupkan lagi shalat malam itu.

Shalat dhuha, tambah sedekahnya, dan semua amal shalih yang bisa kita lakukan, kerjakan di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Mengapa? Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sedang membuka pintu-Nya lebar-lebar untuk kita mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Waktunya hanya 10 hari.

Khutbah Jumat Kedua

Ahibbati fillah,

Di antara amalan yang sangat istimewa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini selain haji adalah berqurban. Semua yang ada pada diri kita adalah pemberian Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagian kita mendapatkan hartanya dengan keringat dan ada yang santai. Mau santai maupun berkeringat, kita harus tahu bahwa semuanya adalah pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagian orang lebih mencintai pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala dari pada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Yang Memberi itu semua kepada mereka).

Qurban ini salah satu ibadah untuk membuktikan cinta. Setiap orang yang mencintai akan mengorbankan apa pun yang dia miliki. Berapa banyak orang tua yang merantau demi anaknya. Dia rela berpisah dengan istrinya dan meninggalkan semua kenikmatan yang dimilikinya karena dia mencintai anaknya. Dia ingin anaknya kuliah dan menjadi orang sukses. Maka dia berkorban meninggalkan kenikmatan dia.

Dan sekarang, maukah kita berqurban menyembelih anak-anak kita? Tidak ada yang mau.

Tapi Allah ‘Azza wa Jalla menguji Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk membuktikan cintanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan diperintahkan untuk menyembelih puteranya.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam hingga usia 86 tahun tidak mempunyai anak. Setelah 86 tahun, mempunyai anak pertama. Yang beliau terus berdoa,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. As-Saffat[37]: 100)

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi anak yang shalih kepada beliau. Ketika anak itu lahir, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam  tidak boleh berlama-lama melihat anaknya. Anak dan istrinya diletakkan di Mekkah dan belau berada di Palestina.

Setelah anaknya remaja, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam datang ke Mekkah untuk melihat kondisi keluarganya. Tapi ternyata masih harus ada pembuktian lainnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas cinta Nabi Ibrahim ‘alaihissalam  kepada-Nya.

Maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata kepada anaknya,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.” (QS. As-Saffat[37]: 102)

Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengambil pisau dan diletakkannya Ismail ‘alaihissalam. Ketika pisau itu sudah diletakkan di lehernya, bukan pura-pura Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menyembelih. Tapi benar-benar diletakkannya pisau di leher anaknya. Tapi ternyata, pisau itu tidak bisa memotong leher Ismail ‘Alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta’ala gantikan dengan kambing.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

“sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat[37]: 105)

Maka ahibbati fillah,

Bagi yang memilii kelebihan harta, yang berfikir untuk merenovasi rumahnya, mungkin berfikir untuk meng-upgrade gawainya, atau memperbaharui motornya. Sebelum engkau melakukan itu semua, berqurbanlah untuk Allah ‘Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar[108]: 2)

Apa yang mampu kau sembelih, maka sembelihlah. Domba yang berumur 6 bulan sudah boleh dipotong, kambing berumur 1 tahun, atau sapi. Yang jelas, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menerima daging dan darah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Hajj[22]: 37)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak jadi menyembelih Ismail ‘alaihissalam. Ismail ‘alaihissalam tidak mati. Yang sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketakwaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Maka kita yang hendak berqurban, ingatlah untuk menjaga niatmu. Yang sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan besarnya dombamu atau beratnya sapimu. Tapi kebenaran takwamu kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Ahibbati fillah,

Hari ini adalah hari Jum’at. Hari bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka perbanyaklah shalawat.

Video Khutbah Jumat: Persiapan Menuju Bulan Dzulhijjah

 

Demikian khutbah jumat tentang “Persiapan Menuju Bulan Dzulhijjah“. Mari turut menyebarkan catatan kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

 

Catatan:
[1] https://almanhaj.or.id/12646-jihad-amalan-yang-paling-utama-2.html
[2] https://bekalislam.firanda.com/9222-hari-arofah.html
[3] https://muslim.or.id/10296-haji-mabrur-2-sekali-ucapan-talbiyah-janjinya-surga.html
[4] https://rumaysho.com/2017-6-keutamaan-ibadah-haji.html
[5] https://rumaysho.com/1257-maksiat-menggelapkan-hati.html

Komentar

WORDPRESS: 1
  • comment-avatar

    Menit ke-[skipto time="1:34"] tes komentar

  • DISQUS: