Tulisan tentang “Menjadi Muslim Yang Profesional” ini adalah catatan yang kami tulis dari video kajian Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.
A. Muslim Yang Ideal Memperhatikan Semua Hak
B. Al-Qur’an dan Hadits Mengisyaratkan Seseorang Untuk Bekerja
C. Menjadi Muslim Yang Profesional
Menit ke-20:56 Maksud dari profesional ini bahwa pekerjaannya dikerjakan dengan baik. Profesional adalah amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam satu hadits, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah cinta jika salah seorang dari kalian bekerja, maka dia profesional.” (HR. Abu Ya’la dan Ath-Thabrani)
Ini Allah suka, dan ini mencakup pekerjaan dunia dan pekerjaan akhirat. Maksudnya adalah seorang kalau kebetulan di bidang dan benar-benar dia tekun, profesional. Dia kalau Dai, maka Dai yang benar, bukan Dai tanggung. Kalau dia masuk Ma’had Tahfidz misalnya, dia benar-benar belajar menghafal Al-Qur’an baik-baik. Kalau dia menjadi dokter, maka dokter yang benar-benar dokter, jangan asal dokter-dokteran. Kalau dia lagi bekerja di kantor, maka dia benar-benar kerja dengan baik. Karena bukan cuma tanggung jawab dia di hadapan bosnya, tetapi Allah menyuruh seorang kalau kerja, maka kerja profesional, benar-benar baik. Bukan berlebih-lebihan sampai akhirnya tenggelam dalam pekerjaan sehingga lupa semuanya. Tapi benar-benar dia kerja profesional sesuai dengan kemampuan dia, itu dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diantara bentuk profesional adalah:
1. Efisien waktu
Jangan buang-buang waktu, selama waktu ada kalau waktunya kita kerja, maka benar-benar kita kerjakan, jangan sampai kita menjadi pengangguran terselubung sehingga waktu kita tidak terbuang buang. Waktu kita berharga, kalau buat dunia kerjakan dunia. Coba kalau kita cepat selesai, kita punya waktu luang untuk dzikir pagi petang, bisa buat ngaji, membaca Al-Qur’an. Tapi kalau pekerjaan dunia kita tanggung-tanggung sehingga tertunda waktu kita, habis.
Makanya dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kita untuk perhatian dengan waktu, bahkan dalam pekerjaan. Kata Nabi:
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
“Jika tegak hari kiamat dan dia punya tunas di tangannya untuk dia tanam, kalau sampai menjelang hari kiamat dia masih bisa menanam tunas itu, maka tanamlah.” (HR. Bukhari)
Ini dalil bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kita untuk efisiensi waktu, dan ini umum dalam perkara agama maupun perkara dunia. Makanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
ﺍِﺣْـﺮِﺹْ ﻋَـﻠَـﻰ ﻣَﺎ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُـﻚَ
“Semangatlah engkau untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu.” (HR. Muslim)
Kata para ulama ini umum, baik perkara dunia maupun akhirat, jika itu bermanfaat bagimu, maka lakukanlah.
ﻭَﺍﺳْﺘَﻌِﻦْ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﻟَﺎ ﺗَـﻌْﺠَـﺰ
“Mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jangan malas.” (HR. Muslim)
Kalau sudah berusaha ternyata tidak sesuai dengan yang kita inginkan? Maka jangan berkata: “Seandainya saya dulu begini tentu tidak terjadi begini..” Nabi melarang, tapi katakanlah:
قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
“Allah sudah mentakdirkan semuanya.” (HR. Muslim)
Tapi intinya, seorang yang profesional akan efisien waktu dan juga dia bekerja dengan baik.
Oleh karenanya kalau ada pekerjaan, apalagi kalau kita kerja di rumah, selesaikan dengan cepat, jangan kita santai kemudian akhirnya kita jadi lambat, terbuang-buang waktu, akhirnya waktu kita kita habis. Coba kalau pekerjaan dua jam bisa kita kerjakan satu jam, maka yang satu jam bisa kita gunakan untuk membaca buku agama, bisa mendengarkan pengajian, bisa membaca Al-Qur’an, bisa dzikir -Alhamdulillah- sehingga waktu kita tidak terbuang-buang. Jadi, seorang berusaha bekerja dengan profesional.
2. Amanah
Menjadi pegawai atau pengusaha yang amanah, ini adalah profesional di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bisa jadi seseorang profesional di hadapan bosnya, MasyaAllah dia giat, semangat, tapi apakah dia profesional di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Pekerjaan atau usaha kita kalau kita niatkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita bisa meraih ganjaran yang besar. Contohnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbicara tentang para pedagang. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam satu haditsnya:
التُّجَّارَ هُمُ الْفُجَّارُ
“Sesungguhnya para pedagang adalah orang-orang fajir.”
Maka sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, kenapa pedagang dikatakan orang-orang fajir? Bukankah perdagangan dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala?”
Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
بَلَى ، وَلِكِنَّهُم يُحَدِّثُونَ فَيَكذِبُونَ ، وَيَحلِفُونَ فَيَأثَمُونَ
“Benar, perdagangan dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi para pedagan itu sering kalau mereka ngomong mereka bohong, mereka sering sumpah.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim)
Misalnya para pedagang berkata: “Ini untungnya cuma sekian,” padahal ini bohong. Atau misalnya berkata: “Saya cuma jual harga modal,” padahal bohong. Meskipun jelas-jelas bohong, tapi orang yang dibohongi terkadang percaya. Bahkan terkadang disertai dengan”Sumpah, demi Allah”. Hal ini dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memuji orang yang jujur dalam perdagangan dan orang yang tidak jujur keberkahannya diambil. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Kalau ternyata dua pelaku transaksi jujur dan menjelaskan aib-aib barang yang diperdagangkan, maka akan diberkahi perdagangannya. Namun jika keduanya dusta dan menyembunyikan aib, maka keberkahannya akan dicabut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Meskipun mungkin dia untung banyak, tapi keberkahannya tidak ada, dan dia akan tahu dampaknya dikemudian hari, cepat atau lambat Allah akan cabut keberkahannya. Jadi orang terpedaya dengan jumlah dan keuntungan yang banyak, tapi tidak berkah. Lebih baik meskipun untungnya sedikit tapi berkah, berkah bagi dirinya, berkah bagi istrinya, berkah bagi anaknya, berkah bagi usahanya dan di hadapan Allah dia selamat.
Kemudian dalam satu hadits, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِنَّ التُجَّارَ يُبعَثُونَ يَومَ القِيَامَةِ فُجَّارًا ، إِلَّا مَن اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ
“Sesungguhnya para pedagang dibangkitkan pada hari kiamat kelak sebagai orang-orang pelaku dosa. Kecuali yang jujur, bertakwa kepada Allah dan berbuat baik.” (HR At-Tirmidzi, Ad-Darimi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban.)
Artinya pedagangan ini berbahaya, pedagang ini kalau kita baik maka kita bisa dapat pahala banyak, tapi kita kalau kita buruk maka kita bisa masuk neraka, dan itu diqiyaskan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
Contoh dalam hadits yang sanadnya didhaifkan oleh Syaikh Albani Rahimahullah dalam sunan Tirmidzi, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Seorang pedagang yang jujur dan amanah (terpercaya), maka akan dibangkitkan bersama para Nabi, bersama para shiddiqin, bersama para syuhada.” (HR. Tirmidzi)
Ini tentang keutamaan orang yang jujur dalam berdagang. Dan ini berlaku dalam segala usaha yang kita lakukan. Kita harus amanah dihadapan Allah, pastikan usaha kita halal, setelah itu kita harus amanah, jangan kita berdusta.
Saya pernah menyampaikan materi yang seperti ini di hadapan para dokter, misalnya. Saya katakan bahwa para dokter harus amanah. Di antara bentuk amanah adalah jangan dia bohongi pasien dalam rangka agar bisa ngeruk harta yang banyak, dan dalam memberikan obat dia harus amanah, kalau obat itu baik maka dia kasih tahu ini yang baik, jangan hanya sekedar dia bekerjasama dengan toko obat sehingga akhirnya dia selalu kasih resep-resep obat yang mahal padahal dia tahu ada obat yang lebih baik daripada itu dan mungkin lebih murah daripada apa yang dia kerjasama dengan toko tersebut. Ini namanya tidak amanah, ini akan merepotkan pada hari kiamat. Sudah tahu ada orang sakit maka kita kasih obat yang terbaik menurut kita. Kalau kebetulan kita kerjasama dan obatnya baik dari toko tersebut, maka kita berikan. Atau kalau mirip-mirip tidak mengapa. Tapi kalau kita tahu ada obat yang lain yang lebih baik, maka kita harus tunjukkan obat tersebut sebagai bentuk amanah kita dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Sikap terhadap rekan kerja
Sikap terhadap rekan kerja atau terhadap pegawai, hati-hati. Masalah uang sering membuat orang buta, masalah uang sering membuat orang lupa. Betapa banyak teman akhirnya ribut gara-gara masalah uang.
Oleh karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut:
وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ
“Dan kebanyakan orang yang berkongksi dalam pekerjaan, mereka mendzalimi satu dengan yang lainnya, kecuali orang yang beriman dan beramal shalih. Dan mereka cuma sedikit.” (QS. Shad[38]: 24)
Makanya kalau kita punya rekan kerja, benar-benar kita tulis agar tidak ribut di kemudian hari. Jika ada kongsi, ada perjanjian, tulis baik-baik dengan rapi. Memang kita saling kenal, saling sahabat, tapi ini untuk menutup celah, karena tidak tahu di kemudian hari namanya setan masuk ke dalam hati kita, setan masuk ke dalam hati teman kita, dengan kita membuat perjanjian, bukannya saya tidak percaya sama kamu, atau bukannya kamu tidak percaya sama saya, tetapi kita buat perjanjian ini agar kita aman dan Allah menjauhkan kita dari keburukan.
Makanya seperti hutang-piutang, Allah suruh catat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hutang-piutang maka catatlah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 282)
Meskipun kawan kita, tidak ada masalah, bisa saja dia meninggal sehingga kita bisa berurusan dengan ahli warisnya dan yang lainnya. Dan saya pernah ada kawan dari Kuwait waktu saya masih mahasiswa, saya biasa numpang dia naik mobil karena saya tidak punya mobil waktu itu, yaitu awal-awal saya masuk S2, selalu saya numpang sama dia naik mobil kalau ke Universitas. Kalau naik taksi juga mahal, bolak-balik sudah berapa puluh riyal. Suatu saat dia tidak punya uang lalu dia pinjam uang sama saya. Saat itu saya tidak punya uang tapi saya coba carikan sama kawan. Akhirnya saya telpon kawan saya orang Saudi. Ketika saya mengambil uang tersebut kemudian saya berikan kepada kawan saya orang Kuwait tadi sebanyak 4.000 Riyal. Lalu dia mencatatnya dan mengatakan bahwa bukan masalah percaya atau tidak, tapi ini masalah sunnah Nabi. Akhirnya dia catat: “Saya telah menerima uang dari Firanda sejumlah sekian.. dst,” lalu dia tanda tangan.
Hal ini adalah salah satu syariat yang Allah turunkan agar kita tidak lalai. Maka namanya akad harus jelas. Ini dalam rangka kita berbuat baik kepada rekan kerja kita.
Terkadang kita yang membuat celah orang berbuat buruk kepada kita, padahal dia tidak buruk. Contohnya kita punya pembantu yang pada asalnya amanah, tidak pernah mencuri, dia jujur. Tapi kita sering meletakkan emas di depan mata dia. Asalnya dia tidak ada niat untuk mencuri, tapi namanya setan, tatkala di depan dia ada barang berharga, barang mahal dan kita biarkan dia mondar-mandir masuk ke ruangan kita dengan barang-barang mewah di mata dia, asalnya dia tidak pernah mencuri dan dia tidak pernah terbetik untuk mencuri, tapi kita yang memberi celah buat dia untuk mencuri. Akhirnya ketika dia mencuri, kita katakan kepadanya: “Kamu berengsek, kamu begini dan begitu..” padahal kita punya andil dalam kesalahan tersebut.
Saya punya kawan mengalami kasus yang sama. Temannya berkhianat. Dipercayakan dia untuk menjalankan usahanya dan dia tidak pernah cek karena saking percayanya. Lama-lama, setelah bertahun-tahun dia dibohongi. Dan kebhongan itu tidak langsung. Mungkin setelah berapa tahun baru muncul ide buruk dari kepala kawannya tersebut, padahal tahun-tahun sebelumnya dia amanah. Hal ini terjadi karena kita yang memberikan celah kepada dia. Seharusnya kita cek, coba laporan paling tidak.
Ini satu hal yang meskipun kita percaya sama dia, tapi untuk menutup celah jangan sampai setan menggoda dia. Jadi kalau kita punya rekan kerja, kita menjaga dia dan dia menjaga kita. Caranya adalah dengan cara kita menutup hal-hal yang bisa membuat dia terjebak, meskipun sama-sama saling percaya.
Sikap kepada bos
Adapun sikap kepada bos, kita harus bekerja sesuai dengan akad kita. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
المُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ.
“Kaum muslimin berdasarkan syaratnya.” (HR. Muslim)
Kalau sudah sepakat antara kita dengan bos, kita harus kerja sesuai dengan apa yang disepakati, tidak boleh kita melanggar.
Sikap kepada pegawai
Kita harus berbuat baik kepada pegawai. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kita berbuat baik kepada pekerja kita. Diantaranya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kalau kita menunda-nunda gajinya, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersegera memberi gajinya. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah pekerja upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)
Artinya ketika dia selesai kerja, segera berikan sebelum keringatnya kering. Jadi jangan tunda-tunda. Kalau ditunda berarti kita punya hutang kepadanya. Kalau tidak ada alasan kita berhutang kepada dia, kita dzalim. Makanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
“Orang yang punya hutang sama orang dan dia mampu untuk bayar tapi dia tunda-tunda, maka dia berbuat dzalim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lain halnya kalau dia lagi pailit, lagi musim pandemi. Tapi kalau punya uang dan dia punya hutang kepada pegawai. Bukankah kalau pegawainya sudah kerja, maka dia punya hutang kepada pegawainya tersebut? Kalau dia mampu untuk bayar tapi ternyata dia tunda-tunda, dia berbuat dzalim. Dan dzalim ini akan merepotkan kita di dunia dan akhirat. Kadang kita anggap sepele supir atau pembantu kita. Ingat, dia juga manusia yang punya keluarga yang butuh makanan dari hasil kerja dia, kemudian kita remehkan dan gampangkan, yang kita urus hanya bos-bos dan rekan-rekan kerja kita sementara yang miskin-miskin tidak kita pedulikan padahal dia lebih butuh, hati-hati jangan sampai mendzalimi.
Dalam hadits qudsi, Allah berkata:
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﺃَﻧَﺎ ﺧَﺼْﻤُﻬُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
“Tiga orang, aku akan menjadi menjadi musuh mereka kelak.” Di antaranya, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala, salah satu dari tiga orang tersebut adalah:
رَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ
“Seorang yang dia mempekerjakan orang lain kemudian dia suruh agar orang tersebut kerja sesuai dengan akad, tetapi ternyata dia tidak berikan upah kepada orang tersebut.” (HR. Bukhari)
Orang ini akan Allah musuhi pada hari kiamat.
Jangankan sesama muslim, sama orang kafir, ini masalah pegawai harus hati-hati. Apa kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوِ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ingatlah, siapa yang mendzalimi Mu’ahad (orang kafir yang punya perjanjian damai dengan orang Islam, ada yang mengatakan maksudnya kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang tinggal dalam kerajaan Islam yang dia tunduk kepada aturan Islam), atau membebani diri diluar kemampuannya (gajinya cuma sekian tapi pekerjaannya luar biasa, dipaksa kerja padahal gajinya tidak sebanding dengan pekerjaannya), maka aku akan berlawan dengan dia pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud)
Oleh karenanya, seorang harus profesional di pekerjaannya, waktu harus efisien, dia harus amanah, profesional di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian terhadap pekerja yang lain dia profesional dan terhadap pegawai dia harus profesional.
D. Menjadi Muslim Yang Kontributif
Baca di sini: Menjadi Muslim Yang Kontributif
Video Kajian Menjadi Muslim Yang Profesional
Sumber Video: Ustadz Firanda – Muslim Produktif Kontributif
Mari turut menyebarkan kajian “Menjadi Muslim Yang Profesional” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..
Komentar