Nasehat Tentang Tebar Qurban

Nasehat Tentang Tebar Qurban

Tulisan tentang “Nasehat Tentang Tebar Qurban” ini adalah catatan yang kami tulis dari kajian yang disampaikan oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullahu ta’ala.

Nasehat Tentang Tebar Qurban

Pertanyaan:

Sebentar lagi merupakan momen Idul Adha dan kita dianjurkan untuk berqurban. Bagaimanakah tuntunan ibadah qurban yang sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Bagi kami yang tinggal di perkotaan dan hewan qurban sudah melimpah, apakah boleh kami berqurban di pelosok daerah yang jarang ada hewan qurban?

Jawaban:

Allahul musta’an, ini ujung-ujungnya donasi. Dari pertanyaannya, sepertinya tentang tebar hewan qurban.  Mungkin itu maksudnya.

Sebenarnya berqurban ini merupakan syariat. Dan setiap syariat sudah pasti syiar. Namun tidak setiap syiar itu syariat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj[22]: 32)

Jadi salah satu syiar agama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah menunaikan ibadah haji, umroh, pemotongan hadyu, dan hewan qurban. Karena itu syariat.

Dan tentang masalah berqurban, para ulama menyebutkan kewajibannya adalah bagi yang mampu. Ada hadits yang derajatnya hasan lighairihi,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Barang siapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, janganlah dia dekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah)

Artinya adalah lapangan tempat shalat idul adha.

Dari hadits ini, sebagian ulama menjelaskan bahwa berqurban itu hukumnya wajib. Tetapi jumhur ulama mengatakan hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Sebagian mengatakan bahwa itu adalah wajib. Kita ambil pendapat yang wajib. Dan berqurban itu wajib bagi yang mampu.

Sekarang kalau kita sebagai kepala rumah tangga itu mampu, ya kita berqurban. Anak kita mampu, maka berqurban. Tapi kalau tidak ada, maka cukup satu keluarga satu hewan qurban. Karena para sahabat Radhiyallahu ‘Anhu ajma’in itu berqurban satu keluarga dengan satu ekor kambing. Haditsnya shahih diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi dalam Sunannya.

Kemudian dia qurbankan hewan qurban tersebut ketika selesai shalat idul adha. Dan dia sendiri yang memotongnya. Karena contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah beliau memotong sendiri hewan qurbannya. Bahkan ketika banyak, beliau itu memotong lalu beliau tidak mampu untuk meneruskan, beliau menyuruh Ali bin Abi Thalib.

Lalu yang tukang potong dan lainnya, jangan berikan apa-apa dari hewan qurban tersebut kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kata Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu,

نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Kami memberikan upah dari uang pribadi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak boleh diupah dari kulitnya, kakinya, kepalanya, maupun dagingnya. Tukang potongnya diupah dari uang pribadi.

Dan termasuk dari syiar agama Islam ini adalah kita saksikan qurban itu. Bukan seperti sekarang yang memberikan hewan qurban kepada panitia qurban, namun dia sendiri tidak melihatnya sama sekali. Bahkan takut untuk memotongnya. Bagaimana bisa takut untuk memotongnya padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam contohkan memotongnya sendiri? Lihat darahnya. Kalau melihat darahnya saja Antum takut, bagaimana mau berjihad? Itu merupakan syiar dari agama ini.

Dan itu tergantung dari kemampuan, serta dilakukan di tempatnya. Di daerah yang dia ada di situ.

Sekarang ada usaha untuk mengirimkan hewan qurban ke daerah-daerah. Karena ini tergantung pada kemampuan. Jumhur ulama tadi mengatakan hukumnya sunnah muakkadah. Jadi sebenarnya orang ini mencari pekerjaan tebar hewan qurban. Antum ingin mengambil apa di sini? Uang kaum muslimin. Antum ingin menerima amanah dari kaum muslimin. Apa betul Antum amanah nantinya? Apakah Antum benar-benar menyalurkan? Dan di sana benar-benar dilaksanakan atau tidak? Kapan waktunya?

Apakah Antum menyaksikan pemotongannya? Ini masalah amanah. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menanyakannya pada hari kiamat nanti. Hal ini dikaitkan dengan masalah donasi.

Sudah berkali-kali saya menyampaikan ini. Antum jangan takalluf. Apakah ada kewajiban bagi kita bahwa di daerah-daerah pelosok juga harus makan kambing seperti kita makan kambing? Tidak ada kewajiban sama sekali.

Kalau pemerintah mau mengirimkan hewan qurban, mereka memiliki hak. Tapi jika kita yang mengadakan demikian, tidak. Terkadang di belakang kita ini ada pedagang. Antum harus jeli. Jangan mau dibodoh-bodohi oleh pedagang. Di belakang kita jangan ada pedagang.

“Ayo tebar qurban.” Tidak boleh kita seperti itu. Kita kalau dagang, ya, dagang saja. Orang membeli untuk dia berqurban di tempat itu.

Adapun di daerah, jika ada yang mampu untuk berqurban, maka berqurbanlah. Jika tidak ada yang mampu, tidak ada masalah. Tidak ada kewajiban kita untuk mengirimkan hewan qurban ke sana. Banyak yang salah paham seperti ini.

Antum takalluf (melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya). Ketika Antum terima uangnya, apakah betul Antum membelikan hewannya? Apakah Antum melihat cacat atau tidaknya hewan tersebut? Sampai atau tidak ke tempat itu? Dilaksanakan sesuai sunnah atau tidak di tempat itu?

Ini bukan masalah kecil. Melainkan masalah besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mempertanyakannya pada hari kiamat nanti.

Antum jangan takalluf. Yang terbaik ketika Antum bicara tebar hewan qurban, Antum berqurban saja lebih dulu untuk Antum, istri, dan anak Antum. Antum potong sendiri, lalu bagikan kepada kaum muslimin. Ada syiar dalam hal tersebut.

Jangan sibuk dengan sumbangan-sumbangan hewan qurban. Tidak ada kewajiban sama sekali bagi Antum. Dan juga tidak ada contoh dari para salaf. Mereka hanya berqurban di masing-masing daerah.

Jika mereka di daerah miskin, tidak ada masalah jika mereka tidak berqurban. Walaupun mereka tidak makan kambing dan sapi pun, mereka tidak mati. Ini adalah takalluf, berlebihan.

Dan rata-rata orang itu meninggalkan banyak kewajiban. Karena ini (berqurban) adalah sunnah. Yang wajib bagi dia adalah mendakwahkan dakwah tauhid. Mendakwahkan dakwah sunnah, mengajarkan mereka tentang bagaimana beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, wudhu dan shalat yang benar. Itu yang diajarkan.

Bukan hewan qurban yang disampaikan kepada mereka. Bagaimana mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, itulah yang paling penting. Karena sudah banyak yang tidak beres. Kita perbaiki semuanya, kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati yang ikhlas dan jujur.

Jika kita benar-benar mengerti tentang Al-Qur’an dan sunnah, kita yang lebih dulu mengamalkan (ibadah qurban) untuk diri sendiri, istri, dan anak kita. Jangan menyibukkan diri dengan sumbangan ataupun donasi.

Tebar qurban itu memberatkan Antum. Tidak ada kewajiban bagi Antum. Kalau pemerintah ingin mengirim ke daerah-daerah, tidak mengapa karena punya hak. Bukan kita.

Kita disibukkan dengan hal-hal yang seperti itu. Rata-rata orang yang menjadi panitia yang demikian, apakah mengaji? Sudah sibuk kesana kemari, ke luar kota. Ini nyata. Dan kita juga tidak tahu uang yang masuk berapa, dibelikan atau tidak, disampaikan atau tidak. Jadi Antum sudah janga takalluf.

Seandainya ada yang mau menyumbang, ahsan Antum beli kambing sendiri dan potong sendiri. Jangan kemudian Antum terima uang orang. Apakah Antum tidak ditanya? Seribu perak pun akan ditanya di hari kiamat nanti.

Berhati-hatilah. Karena banyak yang tidak beres. Coba kita perbaiki lagi. Bukan tidak boleh berqurban. Jangan salah paham. Berqurban itu dianjurkan karena merupakan syiar agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi untuk siapa? Untuk Antum.

Jadi lebih baik kita saja yang berqurban untuk keluarga, lalu menganjurkan masyarakat untuk berqurban masing-masing. Kemudian mereka bagikan (dagingnya).

Jadi kewajiban membagi-bagikan untuk daerah adalah ulil amri. Bukan Antum. Kalau yang satu melakukan, yang lain akan ikut-ikutan melakukan demikian. Tidak mau kalah tebar qurban, tebar nomor rekening. Kemana uang umat, itu akan ditanya di hari kiamat. Harta itu bukan masalah kecil melainkan masalah besar.

Mudah-mudahan yang saya sampaikan bermanfaat.

Video Nasehat Tentang Tebar Qurban

Sumber video: MIAH Bogor

Mari turut menyebarkan catatan kajian “Nasehat Tentang Tebar Qurban” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

 

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: