Sikap berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Sikap berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Khutbah Jumat tentang Kendalikan Cintamu
Berprasangka Baik Kepada Allah 
Khutbah Jumat: Bukti Cinta Allah Padamu

Sikap berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini adalah apa yang bisa kami ketik dari tabligh akbar yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.

Lihat sebelumnya:

Sikap berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Fenomena-fenomena yang menunjukkan sikap berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kita sudah ketahui bahwa manusia ada tiga kelompok: yang berlebih-lebihan, yang melecehkan dan yang terbaik adalah yang tengah-tengah, yaitu yang tidak berlebihan dan tidak melecehkan.

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah menjelaskan bahwasanya sikap ghuluw (berlebih-lebihan) akan membinasakan pelakunya. Telah datang dalam nash-nash, dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, diantaranya yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

 إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ

“Jauhi oleh kalian sikap ghuluw (berlebih-lebihan), karena sikap berlebih-lebihan itu membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Ibnu Majah)

Dan juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ

“Janganlah kalian berlebih-lebihan didalam memuji aku sebagaimana orang-orang Nasrani itu berlebih-lebihan dalam memuji ‘Isa bin Maryam.” (HR. Bukhari)

Perhatikanlah sabda Rasulullah:

 فَقُولوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

“Akan tetapi ucapkan: ‘Aku ini adalah hamba Allah dan RasulNya.'” (HR. Bukhari)

Sabda Rasulullah: “Ucapkan aku ini hamba Allah dan RasulNya” memberikan kepada kita peringatan agar kita bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak melecehkan. Ketika Rasulullah mengatakan: “Hamba Allah,” berarti penghambaan ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh berlebih-lebihan. Dan ketika kita katakan: “RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,” ini menunjukkan kita tidak boleh melecehkan hak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka selayaknya kita bersikap tengah-tengah antara itu semuanya.

Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menutup berbagai macam pintu yang menjerumuskan kepada perkara-perkara yang menyimpang dari agama. Diantara contoh-contohnya adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila mendengar ucapan-ucapan yang berbau sikap ghuluw (berlebih-lebihan) yang berhubungan dengan beliau ataupuan yang berhubungan dengan yang selain Rasulullah, maka Rasulullah segera melarangnya, segera mengingkarinya.

Sebuah contoh, ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar seorang sahabat mengatakan begini:

مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ

“Apa yang Allah kehendaki dan apa yang engkau kehendaki.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam marah dan beliau bersabda:

أجَعَلْتني لِلَّهِ نِدّا؟!

“Apakah kamu hendak menjadikan aku tandingan selain Allah!?”

Tapi katakan:

مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ

“Dengan kehendak Allah saja.” (HR. An-Nasa’i)

Dan ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar seorang wanita berkata:

وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ

“Pada kami ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi dimasa depan.”

Maka Rasulullah mengingkari dan beliau bersabda:

لاَ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ إِلَّا اللَّهُ

“Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi dimasa depan kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Bukhari)

Bahkan ketika ada seorang laki-laki yang disuruh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk bertaubat kepada Allah, orang itu berkata: “Aku bertaubat kepada Allah dan aku tidak bertaubat kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh orang ini telah mengetahui hak kepada siapa pemiliknya.”

Janganlah seseorang beralasan melakukan suatu perkara yang diada-adakan dengan mengatakan bahwa itu untuk mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Niat yang baik dan tujuan yang baik harus disertai dengan mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Oleh karena itu di dalam atsar yang masyhur dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, akan tetapi dia tidak mendapatkannya karena tidak sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Seorang hamba hendaklah mengikatkan dirinya dengan tali sunnah dan berpegang kepadanya dan jangan sekali-kali ia membiasakan suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan sunnah dengan alasan bahwa ia lakukan itu sebagai cinta dia kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dan diantara yang menjelaskan itu juga adalah kisah seorang sahabat yang menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat Idul Adha. Tentunya ia menyembelih hewan kurbannya tersebut bukan karena niat yang buruk, pasti niatnya baik sekali, pasti tujuannya bagus sekali. Akan tetapi karena itu tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah, apa kata Rasulullah?

شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ

“Sembelihanmu itu sembelihan daging biasa, bukan qurban sama sekali.” (HR. Bukhari)

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seakan mengingatkan bahwasanya jika kamu menginginkan sesuai dengan sunnah, kalau kamu mau menyembelih sesuai dengan syariat, seakan-akan beliau mengatakan: “Ikuti sunnah Rasulullah, sembelihlah dengan apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,” yaitu menyembelih hewan kurban tersebut setelah shalat Idul Adha.

Lihatlah bagaimana sahabat ini melakukan suatu perbuatan yang dia niatnya baik, tujuannya baik, akan tetapi perbuatannya tidak sesuai dengan sunnah Rasul. Padahal berkurban itu ada syariatnya dalam agama, tapi ketika dilakukan tidak sesuai dengan perbuatan Rasulullah, ternyata ditolak. Bagaimana apabila perbuatan itu tidak ada asalnya sama sekali?

Maka dari itu janganlah seseorang berkata begini: “Aku tidak melakukan ini kecuali karena aku ingin mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aku melakukan perbuatan-perbuatan ini semuanya dalam rangka mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Maka kami berkata kepadanya: “Cintamu kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memang bagus, tapi ingat, kamu pun harus sesuai dengan syariat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukan sebatas cinta, akan tetapi harus direalisasikan dengan kesesuaian diri atau ibadah kita dengan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kesimpulan Tabligh Akbar Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Baca di sini: Kesimpulan Tabligh Akbar Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Video Kajian Sikap berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Sumber video: Rodja TV – Cinta Rasulullah (Syaikh Abdurrozaq bin Muhsin Al Abbad Al Badr)

Mari turut menyebarkan kajian Sikap berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: