Tulisan tentang Urgensi Tauhid ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.
Lihat sebelumnya: Allah tidak Ridha Dipersekutukan dengan Apapun
Navigasi Catatan:
Kajian Tentang Urgensi Tauhid
Menit ke-1:30 Bismillahirrahmanirrahim.. Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, juga kepada keluarganya dan seluruh sahabatnya.
Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah kemudian berkata:
اعلم أرشدك الله لطاعته أن الحنيفية ملة إبراهيم أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين؛ وبذلك أمر الله جميع الناس وخلقهم لها،
“Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing Anda menuju ketaatan kepadaNya. Sesungguhnya hanifiah millah Ibrahim adalah engkau menyembah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengikhlaskan ibadah hanya kepadaNya. Dan dengan itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan seluruh manusia dan menciptakan mereka untuk hal tersebut.”
كما قال تعالى: {وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}.
“Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: ‘Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu.’”
ومعنى يعبدون: يوحدون
“Dan makna يعبدون adalah yaitu agar mereka bertauhid kepadaKu.”
وأعظم ما أمر الله به: التوحيد، وهو إفراد الله بالعبادة؛ وأعظم ما نهى عنه: الشرك وهو دعوة غيره معه.
“Dan perkara yang terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan adalah perkara tauhid, yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadah. Serta larangan terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala larang adalah kesyirikan, berikan yaitu berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
والدليل قوله تعالى: {وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا}
“Dalilnya adalah firman Allah: ‘dan sembahlah Allah dan janganlah engkau mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun.’”
Penjelasan Syaikh ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr
Di sini pengarang kitab ini Rahimahullah mendoakan kita agar diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan beliau senantiasa mendoakan kepada kaum muslimin semuanya untuk mendapatkan petunjuk dan agar mereka dapat memahami agama ini dengan benar. Dan hal ini tentu menunjukkan perhatian beliau kepada kaum muslimin.
Menit ke-5:52 Kaum muslimin dan muslimat, pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pengarang kita ini mengatakan أن الحنيفية ملة إبراهيم (Sesungguhnya hanifiyah millah Ibrahim), di sini menunjukkan bahwasanya agama Ibrahim adalah agama yang hanif. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِّلَّـهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٢٠﴾
“Sesungguhnya Ibrahim adalah umat yang selalu tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanif dan dia tidak termasuk orang yang mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. An-Nahl[16]: 120)
Makna hanif
Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati Nabi Ibrahim dengan sifat bahwasannya dia adalah seorang yang hanif. Dan makna hanif yaitu condong kepada cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kepada tauhid, kepada ikhlas, dan kepada pemurnian ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala bentuknya, baik itu rasa harap, rasa takut dan dia senantiasa jauh dari kesyirikan. Karena asal dari kata hanif yaitu condong. Dan di sini Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam berpaling dari kesyirikan menuju tauhid, dari maksiat menuju ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala sifatkan beliau dengan sifat tersebut.
Setelah ayat ini, beberapa ayat kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan firmanNya:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا…
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu agar engkau mengikuti agama Nabi Ibrahim yang hanif (yang lurus).” (QS. An-Nahl[16]: 123)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mengikuti agama Ibrahim yang hanif, yang mudah, yang lurus, yaitu mengiklaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengesakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan sebagaimana yang akan datang penjelasannya kemudian.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam tempat yang lain, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَن يَرْغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفْسَهُ…
“Dan tidaklah membenci millah Ibrahim kecuali orang yang membodohi dirinya sendiri.” (QS. Al-Baqarah[2]: 130)
Ini adalah agama yang lurus, agama yang mudah, agama yang sempurna, yang tidak akan berpaling darinya dan membencinya serta meninggalkannya, memilih agama-agama yang lain, kecuali ia telah menghukumi dirinya dengan kebodohan dan kesesatan.
Hanifiyyah millah Ibrahim
Menit ke-11:20 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, perkataan pengarang kitab ini bahwasanya حنيفية ملة إبراهيم. Kata millah di sini adalah ba’dal dari kata الحنيفية. Dan khabar dari انا yaitu perkataan beliau أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين (Engkau beribadah hanya kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya kepadaNya).
Jadi hanifiyyah adalah millah Ibrahim. Dan yang dimaksud dengan hanifiyyah millah Ibrahim adalah engkau menyembah hanya kepada Allah dan mengikhlaskan ibadah hanya kepadaNya. Inilah yang disebut dengan hanifiyyah. Maka apabila ada yang bertanya apa itu hanifiyyah millah Ibrahim yang Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diperintahkan untuk mengikutinya dan kita juga diperintahkan untuk mengikuti hanifiyyah millah Ibrahim tersebut, maka jawabannya adalah engkau menyembah hanya kepada Allah dan mengikhlaskan ibadah hanya kepadaNya.
Inilah yang disebut dengan hanifiyyah. Yaitu engkau memperuntukkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan engkau tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sesuatu apapun. Pengarang kitab ini mengatakan أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين (Engkau menyembah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepadaNya).
Dan ibadah adalah puncak ketundukan dan puncak kecintaan dan penyerahan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini merupakan murni hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada sesuatu apapun yang berhak untuk disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasa tunduk, rasa takut, rasa cinta, rasa pasrah, semuanya murni milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian akan datang penjelasan yang lebih panjang lagi mengenai hal ini.
Makna ibadah
Pengarang kitab ini mengatakan أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين (Engkau mengesakan/mentauhidkan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala…). Dan perintah beribadah dalam Al-Qur’an dan sunnah adalah perintah untuk bertauhid. Jadi ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk beribadah, maknanya kita diperintahkan untuk mengesakan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jika seorang ingin merealisasikan apa itu tauhid dan apa itu ibadah, maka dia harus mengetahui apa itu hakikat ibadah, agar seluruh ibadah dia ikhlaskan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kita perlu mengetahui apa itu definisi ibadah? Dan pengertian atau definisi ibadah yang paling baik yang mencakup segala jenis ibadah yaitu:
العبادة: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة والباطنة.
“Ibadah adalah suatu nama yang mencakup semua hal yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diridhai oleh Allah dari perkataan, perbuatan yang nampak maupun yang tidak nampak.”
Dari sini kita ketahui bahwasanya ibadah itu ada ibadah hati, seperti rasa harap, rasa cinta, rasa takut, tawakal, meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini semua adalah ibadah hati. Adapun ibadah lisan, yaitu seperti dzikir, berdoa, membaca Al-Qur’an, beramar ma’ruf dan nahi munkar, ini adalah ibadah-ibadah lisan, kita menggunakan dengan lidah kita. Kemudian ibadah dengan anggota badan, seperti shalat, puasa, haji, berbakti kepada kedua orang tua dan semua yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan dan Allah Subhanahu wa Ta’ala cintai.
Jadi ibadah pengertiannya adalah nama yang mencakup semua yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Dia ridhai dari perkataan maupun perbuatan yang nampak maupun tidak nampak.
Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Menit ke-17:50 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian perkataan beliau pengarang kitab ini مخلصا له الدين (Engkau mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala). Ibadah di sini adalah ibadah yang murni dan bersih dari kesyirikan. Karena arti dari خالص yaitu yang murni dan bersih.
Dan maksud dari ibadah yang ikhlas yaitu ibadah yang murni dan bersih yang tidak ada sedikitpun campuran kesyirikan atau riya’ atau sum’ah atau keinginan dunia. Akan tetapi ibadah tersebut bersih dan suci yang betul-betul hanya diinginkan dengannya pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Arti خالص dalam bahasa Arab adalah الصوفي (yang murni) dan النقي (yang bersih). Dan kita dapat mengetahui makna خالص ini dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat An-Nahl:
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۖ نُّسْقِيكُم مِّمَّا فِي بُطُونِهِ مِن بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِّلشَّارِبِينَ ﴿٦٦﴾
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak ada pelajaran untuk kalian. Yaitu Kami memberi kalian minum dari perut binatang ternak tersebut susu yang murni yang keluar dari antara tahi dan darah susu yang murni yang dapat diminum oleh orang-orang yang meminumnya.” (QS. An-Nahl[16]: 66)
Dan di sini kita dapat mengetahui makna خالص, yaitu bersih dan murni. Karena kita lihat dalam ayat ini bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwasanya susu itu keluar dari perut binatang ternak yang mana susu itu keluar dari antara kotoran dan darah. Bahkan sebagian orang yang berpengalaman dalam hal ini mengatakan bahwasanya keluarnya susu tersebut antara kotoran dan darah yaitu ketika susu tersebut diperas.
Jadi ketika susu tersebut diperas, maka dia keluar dari darah dan dari kotoran. Dan kita ketahui bahwasanya darah itu jelas dan kotoran itu jelas, akan tetapi ketika susu itu keluar tidak ada sedikitpun kotoran yang ikut dan tidak ada sedikitpun darah yang ikut. Tidak ada satu tetes pun darah yang ikut bersama susu tersebut. Dan ini merupakan keajaiban dari kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan inilah makna الصوفي(yang murni). Karena kita ketahui bahwasanya susu itu keluar murni dan tidak ada campuran kotoran dan tidak ada campuran darah.
Menit ke-22:00 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ…
“Dan mereka tidaklah diseru kecuali agar mereka beribadah ikhlas hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَلَا لِلَّـهِ الدِّينُ الْخَالِصُ…
“Ketahuilah sesungguhnya milik Allah agama yang murni.” (QS. Az-Zumar[39]: 3)
Jadi kita ketahui bahwasanya arti خالص adalah murni dan bersih. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan tersebut ikhlas diperuntukkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan apabila seseorang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak akan diterima ibadah tersebut.
Menit ke-23:30 Jadi yang dimaksud dengan مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ (mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) yaitu menjadikan seluruh agama kita, seluruh ibadah kita, seluruh ketaatan kita, seluruh ketundukan kita dan penyerahan diri kita hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ…
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku, hanya milik Allah Rabb semesta alam, tidak ada sekutu bagiNya dan dengan hal tersebut aku diperintahkan.” (QS. Al-An’am[6]: 163)
Yaitu aku diperintahkan untuk mengikhlaskan seluruh agama hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjadikan seluruh amalan-amalanku ikhlas hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak ada kesyirikan sedikitpun dalam ibadah tersebut.
Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah
Menit ke-25:53 Kaum muslimin dan muslimah, pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian pengarang kitab ini mengatakan:
وبذلك أمر الله جميع الناس وخلقهم لها
“Dan dengannya lah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan seluruh manusia dan menciptakan manusia untuk hal tersebut.”
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah hanya kepadaKu.” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 56)
Dan makna إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu) yaitu kecuali agar mereka mentauhidkan Aku. Hal ini sebagaimana dalam hadits riwayat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya beliau mengatakan:
كل أمر بالعبادة في القرآن أمر بالتوحيد
“Semua perintah beribadah dalam Al-Qur’an, maka itu adalah perintah untuk bertauhid.”
Jadi makna إِلَّا لِيَعْبُدُونِ adalah kecuali agar beribadah kepadaKu, yaitu kecuali agar mereka mentauhidkan Aku dan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun.
Dan hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan manusia, yang memberikan mereka rezeki. Dan tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan jin dan manusia yaitu agar mereka beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan mereka agar mereka melakukan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jadi inilah yang perlu kita ketahui bahwasanya tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan jin dan manusia yaitu agar mereka beribadah hanya kepadaNya.
فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّـهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ
“Di antara manusia ada yang diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan di antara mereka ada yang sudah tetap kesesatan untuk mereka.” (QS. An-Nahl[16]: 36)
Siapakah yang diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Yaitu mereka yang mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun orang yang telah dicatat kesesatan untuk mereka, yaitu yang mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibadah tidak disebut ibadah kecuali dengan tauhid
Menit ke-30:40 Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (Tidaklah Akh menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu). Dan kita ketahui bahwasanya makna يعبدون di sini adalah يوحدون, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mentauhidkan Aku,” kata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kita pahamai bahwa ibadah itu tidak disebut ibadah kecuali dengan tauhid. Sebagaimana shalat tidak disebut shalat kecuali dengan thaharah (bersuci).
Coba Anda perhatikan apabila ada seorang yang shalat kemudian dia mengatakan bahwasanya tadi saya shalat tapi tidak bersuci, tidak berwudhu, apakah boleh kita mengatakan “Engkau belum shalat?” tentu kita boleh mengatakan bahwasanya engkau belum shalat. Karena di antara syarat sahnya shalat yaitu bersuci. Dan shalat tanpa bersuci sama saja dengan seorang belum shalat.
Maka kita bisa mengatakan kepada orang yang shalat namun tidak bersuci dia belum shalat. Juga orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa tauhid sama dengan orang yang shalat tidak bersuci tadi. Orang yang beribadah tetapi tidak bertauhid, tidak mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka seakan-akan dia tidak menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ibadah tidak akan diterima, tidak akan diridhai, tidak akan dicatat sebagai ibadah kecuali ibadah tersebut dibangun diatas tauhid. Karena asas diterimanya suatu amalan dengan bertauhid. Yaitu mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana perkataan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits Qudsi:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ
“Saya adalah Dzat yang paling tidak butuh persekutuan.”
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan dan dia mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang lain, maka Aku akan meninggalkan dia dan kesyirikannya.” (HR. Muslim)
Maka ibadah yang disertai kesyirikan tidak disebut ibadah bahkan ibadah tersebut akan ditolak. Dan apabila dia mati diatas kesyirikan, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengadzabnya dengan adzab yang sangat berat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa selainnya bagi siapa yang Allah kehendaki.” (QS. An-Nisa[4]: 48)
Yang paling membahagiakan di dunia adalah tauhid
Maka wajib bagi setiap manusia untuk memperhatikan hal ini dan memberikan perhatian yang besar. Karena ini adalah masalah yang penting, masalah yang sangat besar yang dengan sebab inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia. Dan ketahuilah bahwasanya hal yang paling lezat, yang paling enak dan yang paling nyaman dirasakan di dunia ini adalah tauhid. Dan barangsiapa yang hidup di dunia dan meninggal akan tetapi dia tidak bertauhid, maka berarti dia belum merasakan sesuatu yang paling enak di dunia ini.
Ketahuilah bahwasanya sesuatu yang paling enak untuk dirasakan di dunia adalah ketika seorang bertauhid, sesuatu yang paling membahagiakan di dunia adalah tauhid. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dan dia beriman (yaitu dia bertauhid),”
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Maka Kami akan berikan dia kehidupan yang nyaman (bahagia).”
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٩٧﴾
“Dan Kami akan membalas mereka dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl[16]: 97)
Maka dari sini kita ketahui bahwasanya tidak akan bahagia seorang dan tidak akan merasakan lezatnya kehidupan di dunia ini kecuali apabila dia mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka wajib bagi setiap muslim untuk memperhatikan hal ini lebih besar perhatiannya daripada makanannya dan minumannya dan pakaiannya.
Tauhid adalah perintah terbesar
Menit ke-36:54 Perkataan beliau bahwasanya أعظم ما أمر الله به: التوحيد (perintah yang terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan yaitu tauhid). Ini ada beberapa dalil dari apa yang beliau sampaikan bahwasanya perkara terbesar yang Allah perintahkan yaitu tauhid.
Dalilnya adalah yang pertama, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka bertauhid.
Kemudian yang kedua, bahwasanya tujuan dari diutusnya para Rasul adalah agar mereka mengajak manusia untuk bertauhid. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّـهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ
“Sungguh telah Kami utus untuk setiap umat seorang Rasul agar mereka menyeru manusia beribadah hanya kepada Allah dan menjauhi thaghut.” (QS. An-Nahl[16]: 36)
Kemudian dalil yang lain bahwasannya perintah yang pertama dalam Al-Qur’an adalah perintah untuk bertauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
“Wahai sekalian manusia, sembahlah Allah Rabb kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 21)
Juga ketika datang perintah-perintah dalam Al-Qur’an, maka kita dapati bahwasanya dimulai dengan perintah bertauhid.
Dalil yang lain yaitu tauhid ini merupakan sebab kebahagia, sebab keruntuhan di dunia dan di akhirat. Dan apabila seseorang menjauhi tauhid, maka dia akan kehilangan kebahagiaan dan jauh dari keberuntungan.
Tauhid juga merupakan sebab diterimanya suatu amalan. Tidak akan diterima suatu amalan kecuali dengan tauhid. Dan apabila seseorang beribadah tanpa tauhid, maka akan ditolak amalan tersebut.
Juga dalil-dalil lain yang sangat banyak yang menunjukkan bahwasanya tauhid adalah perkara terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan hambaNya yang terdapat dalam kitab dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kita dapati bahwasanya ternyata perkara terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan adalah agar kita mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Menit ke-39:30 Kita cukupkan kajian kita pada hari ini dan insyaAllah kita akan lanjutkan pada pertemuan-pertemuan berikut. Kemudian kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar selalu membimbing kita dan selalu memperbaiki segala urusan kita. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mendengar dan Maha Menerima Doa.
Selanjutnya: Apa makna tauhid?
Baca dari awal yuk: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah
Mp3 Kajian Tentang Urgensi Tauhid
Podcast: Download (Duration: 45:15 — 10.4MB)
Sumber audio: radiorodja.com
Mari turut menyebarkan catatan kajian “Urgensi Tauhid” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..
Komentar