Tulisan tentang “Penjelasan Lengkap Ibadah Menyembelih dan Nadzar” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.
Sebelumnya: Penjelasan Ibadah Istighatsah dan Menyembelih
Kajian Tentang Penjelasan Lengkap Ibadah Menyembelih dan Nadzar
Alhamdulillahirabbil ‘alamin.. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan Allah. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada beliau, kepada keluarga beliau dan seluruh sahabat beliau.
Para pemirsa dan para pendengar yang mulia, kajian kita masih pada pembahasan tentang dalil-dalil ibadah yang disebutkan oleh mualif Rahimahullah. Dan kita pada kesempatan yang terakhir telah sampai pada dalil tentang ibadah menyembelih. Kita sudah menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾
“Shalatlah engkau kepada Rabbmu dan menyembelihlah untuk Rabbmu.” (QS. Al-Kautsar[108]: 2)
Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ
“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, kehidupanku, kematianku, semuanya adalah untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya.” (QS. Al-An’am[6]: 162)
Begitu pula kita juga telah sebutkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ
“Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah.” (HR. Muslim)
Dan ini merupakan hadits yang sangat jelas yang menjelaskan tentang larangan menyembelih untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bahaya menyembelih karena selain Allah
Di sana juga ada hadits yang menjelaskan tentang bahaya kita menyembelih karena selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam sebuah hadits disebutkan:
دَخَلَ رَجُلٌ الْجَنَّةَ فِي ذُبَابٍ ، وَدَخَلَ رَجُلٌ النَّارَ فِي ذُبَابٍ
“Ada seseorang yang masuk surga karena hewan lalat, begitu pula ada seorang yang masuk neraka karena hewan lalat.”
Ketika mendengar sabda Nabi ini, para sahabat merasa heran. Karena bagaimana seseorang bisa masuk surga hanya karena hewan lalat. Begitu pula sebaliknya, bagaimana seseorang bisa masuk neraka karena hewan lalat. Kita tahu hewan lalat adalah hewan yang sangat hina, hewan yang tidak mulia. Kita melihatnya sebagai hewan yang sangat kotor. Tapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyabdakan demikian. Dengan hewan tersebut seseorang bisa masuk surga. Sebaliknya, dengan hewan tersebut juga seseorang bisa masuk neraka.
Maka para sahabat ketika mendengar sabda ini, mereka bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Bagaimana itu bisa terjadi Wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah pun menceritakan tentang kisah orang-orang terdahulu.
Ada dua orang dari umat-umat terdahulu, salah satunya berjalan di sebuah jalannya suatu kaum yang kaum tersebut punya berhala. Dan apabila ada orang yang jalan di jalan mereka, mereka tidak mengizinkan kepada seorangpun untuk berjalan di jalan tersebut kecuali setelah orang tersebut menyembelih untuk berhala tersebut. Menyembelih apapun, tidak harus hewannya besar. Tujuan menyembelih tersebut adalah untuk mendekatkan mereka kepada berhala itu.
Maka salah seorang dari dua orang tadi ketika melewati jalan itu, orang tersebut juga diperintahkan untuk berkurban dengan apapun. Maka orang tersebut mengatakan: “Aku tidak akan mau untuk menyembelih sembelihan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Maka orang tersebut dibunuh oleh mereka dan dengannya orang tersebut masuk surga. Karena orang tersebut dibunuh karena bersabar mempertahankan tauhidnya, dia mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga orang tersebut pantas untuk dimasukkan ke dalam surga Allah.
Kemudian ada orang lain, ini orang yang kedua. Orang tersebut lewat jalan itu, kemudian dikatakan kepadanya: “Sembelihlah kurban dengan apapun.” Orang tersebut mengatakan: “Saya tidak punya sesuatu yang bisa aku sembelih untuk mendekatkan diri kepada berhala ini.” Maka orang tersebut mengatakan:
قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا
“Sembelihlah kurban walaupun hanya seekor lalat,” yang penting kamu telah menyembelih sebuah sembelihan untuk mendekatkan dirimu kepada berhala ini. Maka orang tersebut mencari lalat yang ada di sekitar situ. Kemudian setelah mendapatkannya orang tersebut memotong kepalanya dengan tujuan untuk mendekatkan dirinya kepada berhala tersebut. Maka dengan begitu orang tersebut masuk neraka.
Bayangkan para pendengar dan para pemirsa yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya karena hewan lalat yang sangat hina ini seseorang bisa masuk neraka. Bagaimana dengan orang yang pergi ke pasar kemudian membeli kambing yang paling baik, kambing yang paling mahal atau misalnya membeli sapi, atau membeli unta, kemudian menyembelihnya untuk mendekatkan dirinya kepada bebatuan, atau kepada mayit yang ada di kuburan, atau kepada orang lainnya. Tentunya orang tersebut lebih berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka daripada orang yang hanya menyembelih hewan lalat yang sangat hina tadi. Bagaimana dengan orang yang demikian?
Ini menjelaskan kepada kita bahwa menyembelih adalah ibadah yang tidak boleh kita selewengkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita juga tidak boleh meminta pertolongan ketika menyembelih kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ketika kita menyembelih, kita harus meniatkan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meminta pertolongan kepadaNya dengan menyebut “Bismillah (dengan nama Allah)”.
Kisah dukun yang memerintahkan menyembelih
Syaikh mengatakan bahwa pernah ada seseorang yang menceritakan kepada beliau bahwa ada salah seorang kerabatnya yang sakit dan sakit tersebut sangat menyiksanya. Kemudian ada beberapa orang yang datang kepada orang tersebut dan mengatakan kepadanya: “Pergilah ke orang ini (dukun) karena dia punya sesuatu yang bisa menyembuhkan penyakit itu.” Maka orang tersebut pergi ke dukun itu. Kemudian dukun itu mengatakan: “Cobalah kamu membeli ayam jantan yang warnanya demikian,” dukun tersebut menyebut warna tertentu.
Dukun itu melanjutkan “Kemudian setelah itu sembelihlah ayam itu, tapi ketika menyembelih jangan sampai engkau mengatakan apapun walau hanya satu kalimat.” Maksud dukun tersebut adalah jangan sampai dia mengatakan: “Bismillah.”
Kemudian setelah itu dukun tersebut mengatakan: “Kalau kamu nanti mengatakan sebuah kalimat, maka obat tersebut tidak akan bisa menyembuhkannya,” maksudnya sembelihan tersebut tidak akan mendatangkan kesehatan bagi orang yang sakit itu. Dia tidak akan mendapatkan manfaat apapun dari sembelihan itu kalau dia mengatakan sebuah kalimat ketika menyembelih.
Kemudian dukun itu mengatakan lagi: “Kalau kamu sudah menyembelihnya, maka masaklah sembelihan itu kemudian makanlah sekadarnya, lalu sisanya kamu bawa ke lembah ini,” dukun tersebut memberikan penjelasan tentang tempat lembahnya tadi. Tentunya sembelihan tersebut tidaklah dipersembahkan ke lembah itu kecuali kepada setan. Karena di lembah itu tidak ada orang, itu adalah sembelihan untuk setan. Tapi dukun tersebut tidak mengatakan agar dimakan oleh setan atau agar bisa mendekatkan dirimu kepada setan.
Lihatlah dukun ini, lihat orang ini. Orang ini tidak mengatakan: “Menyembelihlah dengan nama Allah”, tidak mengatakan: “Bersedekahlah dengan sebagian dari sembelihan itu kepada kaum fuqara, mudah-mudahan dengan sedekah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesehatan, memberikan keselamatan kepadamu,” tidak mengatakan tersebut. Tapi mengatakan: “Jangan mengatakan apapun, jangan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,” kemudian memerintahkannya untuk mendekatkan dirinya kepada setan walaupun caranya dengan cara-cara yang berliku-liku agar tidak ketahuan.
Orang tersebut sebenarnya ingin mengatakan: “Janganlah membaca Basmalah ketika menyembelih,” Sebenarnya ingin mengatakan: “Mendekatlah kepada setan,” tapi orang tersebut tidak mengatakan hal tersebut. Orang tersebut mengatakannya dengan cara-cara yang orang awam tidak akan paham tentang tujuan utama orang tersebut memberikan perintah-perintah yang berliku-liku tadi. Mereka ingin menjatuhkan seseorang, menjatuhkan manusia ke dalam kesyirikan dan menghilangkan ayat-ayat Al-Qur’an dari pikiran mereka. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾
“Shalatlah engkau kepada Rabbmu dan menyembelihlah untuk Rabbmu.” (QS. Al-Kautsar[108]: 2)
Sebagaimana shalat hanya untuk Allah, harusnya sembelihan juga untuk Allah. Mereka menghilangkan dari pikiran orang-orang tersebut firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah wahai Muhammad: ‘Sesungguhnya shalatku dan sembelihanku adalah untuk Allah Rabbul ‘alamin’” (QS. Al-An’am[6]: 162)
Mereka ingin melupakan manusia dari sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ
“Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah.” (HR. Muslim)
Begitu pula dengan ayat:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّـهِ عَلَيْهِ
“Janganlah kalian memakan sembelihan-sembelihan yang tidak disebut nama Allah kepadanya.” (QS. Al-An’am[6]: 121)
Ini semuanya mereka hilangkan dari pikiran manusia dan para dukun tersebut menjatuhkan manusia ke dalam tindakan kesyirikan, mendekatkan diri kepada setan dan menjauhkan manusia dari menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga manusia akan terjauhkan dari nilai tauhid yang mereka diciptakan karenanya. Manusia diciptakan untuk mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tindakan para dukun tersebut menjauhkan manusia dari tauhid itu.
Dari sini kita bisa memahami bahwa menyembelih adalah ibadah dan bentuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga tidak boleh kita selewengkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalil ibadah Nadzar
Nadzar ini merupakan ibadah terakhir yang disebutkan oleh mualif Rahimahullah. Karena mualif hanya mencontohkan beberapa ibadah saja.
Dan Nadzar ini adalah mewajibkan kepada diri kita sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti misalnya dengan mengatakan “Jika Allah menyembuhkan sakitku, maka wajib bagiku untuk menyembelih kambing.” Ini diantara contoh ibadah nadzar.
Pada asalnya, ketika seseorang sakit kemudian dia sembuh tidak ada kewajiban bagi dia untuk menyembelih kambing. Tapi misalnya dia menyembelih kambing karena rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak mengapa.
Tapi ketika seseorang mengatakan: “Jika Allah menyembuhkan sakitku, maka bagi Allah dan wajib bagiku untuk menyembelih hewan kambing,” maka dengan perkataan seperti ini, menyembelih kambing ketika dia sembuh dari sakitnya menjadi amalan yang wajib. Dan yang mewajibkannya adalah dirinya sendiri.
Dari sini kita bisa memahami bahwa nadzar adalah mewajibkan kepada diri sendiri sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah.
Dan mengenai nadzar ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda:
النَّذْرَ لا يأتي بخير
“Ibadah nadzar tidak membawa kebaikan apapun.”
Kita harus memahami dengan baik kalimat ini, sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahwa nadzar tidak akan membawa kebaikan apapun. Seperti misalnya kesembuhan atau kekayaan atau hilangnya musibah, ini semuanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini semuanya datang bukan karena hewan kambing yang kita sembelih, bukan karena nadzar yang kita lakukan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyabdakan: “Nadzar tidak akan mendatangkan kebaikan apapun,” walaupun itu berupa kesehatan ataupun keselamatan ataupun harta benda. Tetapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahkan mengatakan:
إِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
“Nadzar itu tidaklah datang kecuali dari orang yang bakhil/pelit.”
Sebagian orang melakukan nadzar ini karena kesalahan dalam pikiran mereka, ada salah paham terhadap nadzar ini. Makanya dia mengatakan: “Kalau Allah menyembuhkan sakitku, maka aku akan menyembelih hewan ini dan itu,” dia mengira bahwa ketika dia menyembelih, maka Allah akan mendatangkan kesembuhan. Karena kesalahan paham ini, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin menghilangkan, ingin meluruskan pemahaman ini dengan mengatakan: “Nadzar tidak akan mendatangkan kebaikan.”
Kata-kata خير (kebaikan) di sini menggunakan kata-kata nakirah dalam konteks penafian sesuatu. Dengan demikian kita bisa memahami bahwa kebaikan di sini adalah semua kebaikan, maknanya umum. Sehingga maknanya bahwa nadzar tidak akan membawa kebaikan apapun, baik berupa kesembuhan, kesehatan, kekayaan, kebaikan keadaan dan yang lainnya. Ini semuanya bukan sebab nadzar, tapi ini semuanya datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Luas karuniaNya. Maka hendaklah kita memahami kaidah yang sangat baik dan agung ini dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Kalau misalnya kita menginginkan kebaikan datang kepada kita, maka tidak usah kita bernadzar, tapi mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika kita ingin mendapatkan kesehatan, mintalah langsung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maslahat apapun yang kita inginkan, jangan sampai kita mewajibkan diri dengan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita untuk meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maslahat tersebut atau manfaat apapun yang kita inginkan.
Sehingga dari sini kita bisa memahami bahwa nadzar adalah merupakan ibadah. Namun ibadah ini secara asalnya makruh. Oleh karenanya di sana ada hadits-hadits yang menjelaskan hal tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyabdakan: “Sesungguhnya nadzar tersebut tidaklah datang kecuali dari orang yang bakhil/pelit.”
Di sana juga ada hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits ini yang menunjukkan tentang makruhnya ibadah nadzar ini. Namun ketika nadzar sudah terjadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang yang menepati janjinya. Sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain:
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ
“Mereka menepati nadzar-nadzar mereka.” (QS. Al-Insan[76]: 7)
Dari sini kita bisa memahami bahwa nadzar merupakan ibadah yang tidak boleh kita lakukan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah mengatakan:
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا ﴿٧﴾
“Mereka menepati nadzar-nadzarnya karena mereka takut kepada hari yang keburukannya sangat dahsyat mengenai semua orang.” (QS. Al-Insan[76]: 7)
إِلَّا مَن رَّحِمَ اللَّـهُ…
“Kecuali yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,” yaitu mereka yang beriman kepadaNya.
Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan: “Mereka takut kepada suatu hari yang keburukannya sangat dahsyat,” Yang dimaksud dengan hari ini adalah hari kiamat. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang yang takut kepada hari tersebut. Apabila engkau takut kepada hari kiamat, maka engkau harus mempersiapkan diri dengan amal-amal kebaikan sehingga engkau akan selamat di hari kiamat.
Orang yang selamat di hari kiamat, mereka akan mengatakan:
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ ﴿١٩﴾
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, mereka akan mengatakan: ‘Inilah kitabku, bacalah kitabku!’” (QS. Al-Haqqah[69]: 19)
Hal ini karena catatan amalnya baik-baik.
إِنِّي ظَنَنتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ ﴿٢٠﴾
“Sungguh aku dahulu mengira bahwa aku akan mendapati catatanku ini.” QS. Al-Haqqah[69]: 20)
Maksud kata “mengira” di ayat ini adalah yakin. Bahwa “Sesungguhnya aku yakin nantinya akan mendapati catatan amalku ini.”
Ketika orang sudah yakin bahwa nantinya akan ada catatan amal bagi dia dan dia akan dihisab dengan catatan tersebut, maka orang tersbut akan benar-benar mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, dengan amal-amal shalih, dan ketaatan-ketaatan yang bisa mendekatkan dia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan berakhirnya penjelasan tentang ibadah nadzar ini, mualif Rahimahullah mengakhiri penyebutan contoh-contoh dari ibadah-ibadah yang bisa mendekatkan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inti dari penyebutan contoh-contoh tersebut yang diinginkan oleh mushannif adalah agar seorang muslim memperhatikan dan waspada dalam ibadah-ibadah tersebut. Beliau ingin menguatkan dua hal:
- Jangan sampai ibadah-ibadah tersebut diselewengkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala,
- Agar ibadah ibadah tersebut hanya dilakukan kepada kepada Allah.
Dalilnya adalah:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّـهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّـهِ أَحَدًا ﴿١٨﴾
“Bahwa sesungguhnya seluruh masjid adalah kepunyaan Allah, jangan sampai kalian meminta kepada apapun bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Jin[72]: 18)
Jangan kita melakukan kesyirikan dalam ibadah-ibadah tersebut.
Begitu pula dalam ayat lain:
وَمَن يَدْعُ مَعَ اللَّـهِ إِلَـٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِندَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ ﴿١١٧﴾
“Barangsiapa yang berdoa meminta kepada Tuhan lain bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang tersebut tidak punya dalil apapun dan nanti hisabnya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang kafir tidak akan beruntung.” (QS. Al-Mu’minun[23]: 117)
Dengan demikian, selesailah mualif Rahimahullah menjelaskan kepada kita tentang pondasi yang pertama dari tiga pondasi yang akan disebutkan oleh mualif Rahimahullah.
Dengan demikian kita akhiri kajian kita pada kesempatan kali ini. Kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga Allah memberikan manfaat kepada kita semuanya dan mudah-mudahan Allah memberikan taufikNya kepada kita dalam kebaikan-kebaikan dengan keluasan rahmatNya.
Selanjutnya: Mengenal Agama Islam dengan Dalil-Dalilnya
Baca dari awal yuk: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah
Mp3 Kajian Tentang Penjelasan Lengkap Ibadah Menyembelih dan Nadzar
Podcast: Download (Duration: 38:12 — 8.8MB)
Sumber audio: radiorodja.com
Mari turut menyebarkan catatan kajian “Penjelasan Lengkap Ibadah Menyembelih dan Nadzar” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..
Komentar