Penjelasan Ibadah Istighatsah dan Menyembelih

Penjelasan Ibadah Istighatsah dan Menyembelih

3 Landasan Utama yang Wajib Diketahui Setiap Muslim
Mengenal Agama Islam dengan Dalil-Dalilnya
Tiga Perkara Penting Berkaitan dengan Tauhid

Tulisan tentang “Penjelasan Ibadah Istighatsah dan Menyembelih” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.

Sebelumnya: Penjelasan Ibadah Khauf, Raja’, Tawakal, Ar-Raghbah, Ar-Rahbah, Al-Khusyu’

Kajian Tentang Penjelasan Ibadah Istighatsah dan Menyembelih

Alhamdulillahirabbil ‘alamin.. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan Allah. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada beliau, kepada keluarga beliau dan seluruh sahabat beliau.

Para pendengar dan para pemirsa yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah meneruskan penyebutan dalil-dalil ibadah-ibadah yang beliau contohkan.

Dalil ibadah istighatsah

Dalil dari ibadah istighatsah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ

Ingatlah ketika kalian meminta pertolongan kepada Rabb kalian sehingga Dia mengijabahi permintaan kalian.” (QS. Al-Anfal[8]: 9)

Istighatsah dalam bahasa berarti meminta pertolongan. Di antara contoh istighatsah adalah peristiwa ketika Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah di hadapan manusia di hari Jumat kemudian ada seorang Arab Badui masuk kemudian beliau menceritakan tentang keadaan negeri Madinah yang ketika itu dilanda oleh kekeringan. Kemudian orang tersebut mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Berdoalah kepada Allah agar dia memberikan hujan kepada kami.” Maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menengadahkan kedua tangan beliau kepada Allah dan meminta:

اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا

“Ya Allah berilah kami pertolongan berupa hujan. Ya Allah berilah kami pertolongan berupa hujan. Ya Allah berilah kami pertolongan berupa hujan.”

Beliau dalam kisah ini meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu pertolongan berupa turunnya hujan. Maka ibadah istighatsah ini adalah permohonan pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bisa meminta pertolongan berupa turunnya hujan, bisa juga meminta pertolongan dengan datangnya bantuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar seorang hamba bisa menang terhadap musuhnya. Dan ibadah istighatsah ini tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalil ibadah istighatsah adalah firman Allah Ta’ala:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ

Ingatlah ketika kalian meminta pertolongan kepada Rabb kalian, maka Rabb kalian mengijabahi permintaan kalian.” (QS. Al-Anfal[8]: 9)

Di dalam ayat ini terdapat petunjuk yang sangat jelas bahwa istighatsah adalah ibadah yang tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang mempersembahkan ibadah istighatsah ini kepada selai Allah, maka dia telah terjatuh ke dalam kesyirikan kepadaNya.

Istighatsah yang diperbolehkan

Para pendengar dan para pemirsa yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di sini kita harus membedakan antara istighatsah yang dibolehkan. Ada di sana istighatsah yang dibolehkan, yaitu istighatsah kepada makhluk yang hidup, dia hadir di dekat kita dan dia mampu melakukan apa yang diminta kepada dia. Maka tiga hal ini harus diperhatikan. Di sana ada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَىٰ فَقَضَىٰ عَلَيْهِ

Maka orang yang dari kelompoknya Musa meminta pertolongan kepada Musa agar mengalahkannya diatas musuhnya. Maka Musa pun memukul orang tersebut dan akhirnya orang tersebut mati.” (QS. Al-Qashash[28]: 15)

Di sini ada istighatsah (meminta pertolongan) yang dibolehkan. Yaitu dengan tiga sifat tadi:

  1. Meminta kepada makhluk yang hidup. Apabila dia meminta kepada mayit, maka ini masuk ke dalam kesyirikan. Karena dia meminta kepada selain Allah dan menggantungkan dirinya kepada selain Allah Tabaraka wa Ta’ala.
  2. Orang yang hidup tersebut harus hadir di disampingnya atau di dekat dia. Maka apabila dia meminta kepada orang yang hidup tapi dia jauh dari dirinya, maka ini juga termasuk meminta pertolongan kepada selain Allah Tabaraka wa Ta’ala.
  3. Orang tersebut harus mampu melakukan apa yang diminta dari dia. Apabila seseorang meminta kepada orang yang hidup, dia juga hadir, tapi yang diminta sesuatu yang tidak dimampui oleh dia, maka ini juga termasuk perbuatan yang terlarang. Misalnya apabila orang tersebut meminta untuk diselamatkan dari neraka: “Wahai Fulan, selamatkanlah aku dari neraka,” atau meminta hal-hal lain yang tidak bisa dia lakukan. Misalnya lagi meminta agar hatinya diteguhkan, maka hal tersebut hanya dimampui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walaupun orang tersebut meminta hal-hal itu kepada seorang makhluk yang dia juga hadir, tetapi memintanya tentang hal-hal yang tidak dimampui oleh dia, maka dia terjatuh kedalam kesyirikan.

Maka kita harus melihat hal ini dengan baik. Kita harus tahu bahwa di sana ada istighatsah yang dibolehkan, yaitu yang memenuhi tiga syarat tadi. Orang tersebut hidup, orang tersebut hadir dan orang tersebut mampu melakukan apa yang diminta dari dia. Jangan sampai ada orang yang datang kepada kita kemudian mengatakan bahwa di sana istighatsah tidak masalah sama sekali karena Allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan istighatsah tersebut di dalam Al-Qur’an. Yaitu dalam firmanNya:

فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ

Maka kelompok Musa meminta pertolongan kepada Nabi Musa agar mengalahkan musuhnya.” (QS. Al-Qashash[28]: 15)

Kemudian orang tersebut mengatakan bahwa ini berarti boleh kita meminta pertolongan kepada selain Allah. Sehingga orang tersebut mencampuradukkan antara istighatsah yang dibolehkan dengan istighatsah yang berbau kesyirikan. Maka orang tersebut berdalil dengan ayat itu untuk membolehkan istighatsah-istighatsah yang berbau kesyirikan. Seperti misalnya istighatsah kepada mayit atau meminta kepada orang yang ghaib atau meminta kepada orang yang hadir tapi dalam hal-hal yang tidak dimampui kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kita harus hati-hati dalam hal ini dan harus cerdas dalam melihatnya.

Dalil ibadah menyembelih

Dalil ibadah menyembelih adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah Wahai Muhammad: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, kehidupanku, kematianku, semuanya adalah untuk Allah Rabb semesta alam.’” (QS. Al-An’am[6]: 162)

Ibadah menyembelih adalah amalan mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan ternak. Hewan ternak yang dimaksud di sini adalah hewan-hewan tertentu, seperti kambing, sapi, unta, kerbau, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada kepada Allah atau dengan tujuan untuk mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah. Seperti misalnya aqiqah atau sembelihan yang disembelih karena mensyukuri datangnya nikmat anak, ini adalah ibadah.

Dua sisi ibadah ketika menyembelih

Nilai ibadah di dalam menyembelih itu dari dua sisi. Yaitu: Sisi yang pertama bahwa dengan menyembelih kita mendekatkan diri kepada Allah. Maka ini tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah saja. Sebagaimana kita tidak boleh shalat kecuali kepada Allah, maka begitu pula kita menyembelih untuk bertaqarrub (mendekatkan diri), hal ini tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari sini kita mengetahui bahwa menyembelih adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan ini tidak boleh dilakukan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini sisi yang pertama.

Sisi yang kedua, bahwa ketika kita menyembelih kita tidak boleh meminta pertolongan dalam menyembelih tersebut kecuali meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika kita menyembelih, yang kita ucapkan adalah “Bismillah” (dengan nama Allah aku menyembelih ini). Ini merupakan ibadah, yaitu meminta pertolongan kepada Allah dalam amalan menyembelih tersebut.

Dua sisi kesyirikan ketika menyembelih

Oleh karena sisi ibadah dalam menyembelih ada dua, maka sisi kesyirikan pun ada dua. Sisi yang pertama dia menyembelihnya karena ingin mendekatkan diri kepada selain Allah, ini kesyirikan. Apabila ada seseorang menyembelih sembelihan dan dia bertujuan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah, ini merupakan kesyirikan.

Yang kedua adalah kesyirikan ketika dia menyembelih tersebut meminta bantuan kepada selain Allah. Misalnya dia menyebut nama selain Allah ketika menyembelihnya, ini merupakan kesyirikan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّـهِ عَلَيْهِ

Janganlah kalian memakan sembelihan-sembelihan yang tidak disebut nama Allah kepadanya.” (QS. Al-An’am[6]: 121)

Maka ini merupakan petunjuk bahwa tindakan menyembelih adalah ibadah. Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam ayat lain:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾

Shalatlah engkau kepada Rabbmu dan menyembelihlah untuk Rabbmu.” (QS. Al-Kautsar[108]: 2)

Sebagaimana shalat ibadah yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah, begitu pula menyembelih merupakan ibadah yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka menyembelih tersebut tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah. Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ…

Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, kematianku hanya untuk Allah Rabbul ‘alamin, tidak ada sekutu bagiNya.’” (QS. Al-An’am[6]: 162)

Kata-kata نُسُكِي di dalam ayat ini berarti menyembelih. Maka ibadah shalat dan ibadah nyembelih itu hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana aku tidak shalat kecuali hanya untuk Allah, begitu pula aku tidak menyembelih kecuali hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan bahwa menyembelih merupakan ibadah yang bisa mendekatkan seseorang kepada Allah, itu merupakan ibadah yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tidak boleh kita menyembelih kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika kita melakukan demikian, maka kita akan terjatuh ke dalam kesyirikan. Karena itu merupakan tindakan menyelewengkan amalan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ayatnya sangat jelas, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku dan sembelihanku,'” di akhir-akhir ayat Allah mengatakan “Itu semuanya adalah untuk Allah Rabbul ‘alamin, tidak ada sekutu bagiNya.” Maka barangsiapa yang menjadikan sembelihannya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia telah terjatuh ke dalam kesyirikan yang bisa mengeluarkan orang tersebut dari lingkaran Islam.

Di dalam pembahasan ini, mushannif Rahimahullah mendatangkan hadits yang shahih dari Nabi kita ‘Alaihish Shalatu was Salam. Hadits tersebut terdapat terdapat dalam kitab Shahih Muslim, dari ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ

“Allah melaknat orang yang menyembelih kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan laknat adalah penolakan atau penjauhan seorang dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang dilaknat adalah orang yang dijauhkan, orang yang dihalangi dari rahmat Allah. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mendoakan orang yang menyembelih untuk selain Allah agar dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari sini kita bisa memahami bahwa ibadah menyembelih adalah ibadah yang bisa mendekatkan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu apabila dia merupakan ibadah, maka apabila diselewengkan kepada selain Allah, maka itu merupakan tindakan kesyirikan.

Kemudian mualif Rahimahullah meneruskan pembahasannya dengan menyebutkan dalil-dalil dari ibadah-ibadah yang lainnya. Namun karena waktu yang sudah sempit, kita akan meneruskan kajian ini pada kesempatan yang lain, saya meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semuanya, bisa melakukan hal-hal kebaikan dengan keluasan rahmat dan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca dari awal yuk: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah

Mp3 Kajian Tentang Penjelasan Ibadah Istighatsah dan Menyembelih

Sumber audio: radiorodja.com

Mari turut menyebarkan catatan kajian “Istighatsah dan Menyembelih” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: